Selasa, 14 April 2015

Teruntuk Sahabatku

Foto Hirman
Masih lekat sekali diingatanku waktu pertama kali kita bertemu. Saat itu kita sama-sama mendapatkan SMS untuk datang ke salah satu Masjid yang kemudian hari menjadi tempat tinggalmu selama masa kuliah. Aku bangga memiliki teman sepertimu, selalu tegar, tetap optimis, walaupun keadaan memang sulit. Aku belajar banyak kepadamu, tentang arti kesungguhan, ketegaran dan tidak patah semangat dalam meraih impian-impian yang sudah kira rencanakan.

Teruntuk sahabatku Hirman, selamat engkau sudah menggenapkan separuh agamamu. Semoga Ibadah ini menjadi pengingat engkau dikala sepi, menjadi pendorong dikala malas, menjadi penyejuk dikala sedih. Semoga terbina keluarga sakinah, Mawaddah, Wa Rahmah. Melahirkan generasi yang dapat menghadirkan peradaban Islam gilang gemilang.

Maafkan aku yang tidak datang dihari berbahagiamu...


Bila dua hati dah terjalin
Selamatlah pengantin kami doakan
Moga redha allah bersinar selalu
Tanda bermula bahtera hidup

Dalam melayari bahtera rumahtangga
Ada masa tenang dan masa gelisah
Jangan nafsu diikut melulu
Sabar dan kemaafan itu perlu

Beginilah resam manusia
Tak lari dari ketentuan ilahi
Suami ketua isteri pembantu
Menongkah hidup saling berpadu
Susah dan senang hadapi bersama
Moga kekal keanak cucu
Moga kekal hingga ke syurga


(Selamat Pengantin Baru – Hijaz)

Sehat itu Mahal

learningfromlives.com
Selama dua pekan ini, hampir setiap sore saya sering mengunjungi ruang radiologi Rumah Sakit Dr. Sardjito. Kedatangan saya kesana bukan karena sakit apalagi untuk berobat. Kunjungan setiap sore itu untuk mengantarkan seorang bapak yang empat bulan lebih ini menjadi tentangga di tempat saya tinggal saat ini.

Sakit yang diderita bapak ini tidak main-main. Beliau mengalami tumor di lidah. Sakit yang baru saya dengar, mungkin juga anda. Beberapa minggu lalu beliau baru saja dioperasi dari sakit yang dialami. Biaya operasi memang tidak sedikit, kata beliau ketika dioperasi menghabiskan duit sekitar lima belas jutaan. Tapi itu tidak ada bandingnya dengan kesehatan. Saat ini paska operasi beliau setiap hari selama tiga puluh kali harus disinarkan laser ke pipi beliau untuk membunuh sisa-sisa dari akar penyakit yang beliau alami.

“Sekali sinar laser habis berapa duit Pak?” tanya saya. “Sekali sinar bisa habis delapan ratus ribu, setiap pekan lima kali sinar, jadi saya harus habis 4 juta setiap minggunya” jawab Bapak dengan wajah sendu. “Tapi mau gimana lagi mas, memang harus dijalani biar sehat” lanjut beliau.

Sehat itu memang mahal. Jadi jangan main-main dengan sehat. Harus selalu dan tetap bersyukur atas kesehatan yang diberikan Allah kepada kita. Serta memanfaatkannya dengan baik untuk kebaikan. Karena bisa jadi kesehatan tidak selamanya ada pada diri kita. Tetap jaga kesehatan ya Kawan!


Rabu, 03 Desember 2014

Negeri #BukanUrusanSaya


Hampir sepekan ini hastag #BukanUrusanSaya menjadi tranding topic di media sosial. Orang-orang yang jarang meluangkan waktu menonton televisis eperti saya –karena memang gak punya TV- awal nge-trend-nya hastag ini tentu bertanya-tanya, itu ungkapan siapa? Awalnya saya mengira itu untuk mencibir orang atau kelompok tertentu. Karena penasaran akhirnya saya sempatkan untuk mencari apa sebenarnya dibalik ungkapan itu. Fakta yang membuat saya kaget, ternyata itu ungkapan dari orang nomor satu di negeri ini, Presiden Republik Indonesia.

        Saya mungkin tidak akan kaget jika ungkapan itu keluar dari tukang becak dipinggiran jalan Malioboro yang ditanya tentang satu hal menyangkut hajat hidup orang banyak, jelas mereka akan mengatakan itu #BukanUrusanSaya. Apalagi ketika ditanya saat kondisi mereka seharian sedang sepi penumpang, pastilah jawabannya tidak mengenakkan. Tapi ungkapan itu justru keluardari orang yang seharusnya bertanggungjawab dengan hajat hidup orang banyak.

            Orang awam seperti saya tentu tidak habis pikir dengan ungkapan orang nomor satu di negeri ini, negeri yang sedang dipimpinnya. Negeri dimana hajat hidup banyak orang ditentukan olehnya. Whats Wrong dengan Presiden negeri ini? Apa dia seperti status facebook teman saya: sedang benar-benar lelah memikirkan bangsa dan Negara ini diempat puluh hari kinerjanya? Saya sebagai rakyat biasa, tentu tidak mau tahu apa dia sedang lelah atau tidak, yang jelas apa yang keluar dari orang nomor satu itu seharusnya adalah yang memberi harapan hidup kepada semua orang.

         Saya lalu mencari informasi apa tanggapan masyarakat terhadap orang nomor satu di Negeri ini terkait ungkapannya itu. Saya dapati –walaupun ini kesimpulan sementara saya- dari perbincangan dengan masyarakat; ada dua kondisi mengapa ungkapan itu bias keluar. Pertama, ungkapan itu keluar bisa jadi karena memang Presiden tidak peduli dengan problem bangsanya, sehingga ia berkilah dengan itu #BukanUrusanSaya. Kedua, ungkapan itu keluar karena Presiden benar-benar tidak tahu apa yang terjadi di tengah bangsa, alih-alih berharap ada solusi.

      Kedua kondisi ini berbahaya jika ada pada diri seorang Presiden. Hal pertama misalnya, berbahaya karena Presiden tidak lagi peduli dengan nasib bangsanya. Jadi jangan heran kalau Presiden menganggap hilangnya nyawa parademonstran yang mati karena pentungan aparat kepolisian itu #BukanUrusanSaya. Bersiap-siaplah dengan jawaban yang sama jika ada pengaduan ke Presiden atas nasib bangsa yang mulai tertindas oleh pemerintah berlabel demokrasi tetapi bergaya orde baru ini.

     Tentu kita tidak menginginkan itu terjadi pada Presiden. Apalagi kalau sampai kondisi kedua yang terjadi. Mau kemana muka bangsa ini diarahkan? Kita tentu berharap Presiden memiliki kearifan dan kebijaksanaan, menggunakan pengetahuan berlogikakan rakyat, mengatasnamakan dan menempatkan rakyat di atas segala keputusannya. Kita tentu berharap apa yang keluar dari ungkapan seorang Presiden bermutu dan terukur secara ilmu pengetahuan. Kita berharap Presiden adalah orang yang mampu berbicara lantang terhadap pengusaan asing di negeriini; menciptakan kedaulatan disemua sektorkehidupan.

       Namun, harapan itu tinggalah harapan kalau sekelas Presiden saja keluar ungkapan #BukanUrusanSaya. Hiduplah kita di Negeri #BukanUrusanSaya. Kalau demikian, tunggulah kehancurannya. Allahu ’alam.

            

Sabtu, 29 November 2014

Lelah?

www.kucoba.com


Pagi tadi saya cukup kaget dengan pesan pendek dari salah seorang staf. Ia mengutarakan keinginannya agar digantikan saja dengan stafnya di departemen yang ia menjadi koordinator. Alasannya cukup sederhana: karena saya lelah mengurusi. Saya berpikir lama, merenungi, alasan apa sebenarnya membuat staf tadi itu memilih untuk mengundurkan diri. Karena dibalik alasan tentu ada sebab musabab.

Alasan lelah dalam beraktivitas sering kali menghinggapi kita. Apalagi jika ditambah dengan konflik dalam lingkup terkecil yang menguras banyak tenaga. Tapi apakah konflik menjadikan kita lelah dan kemudian membuat kita mundur dari peredaran?. Seharusnya tidak. Karena konflik bagian dari cara kita mendewasakan diri. Ada konflik iya, lelah mengatasi konfilik iya, lalu apakah harus mundur? Walaupun mundur juga pilihan pribadi dan itu sah-sah saja.

Jika ia benar-benar lelah, bukankah baik untuk tarik nafas sejenak lalu jalan lagi? Jika ia benar-benar lelah, ingatkah ia akan janji Allah kepada orang-orang yang senantiasa beramal shalih adalah surga? Jika ia benar-benar lelah, sudahkan bertanya pada diri, apa benar ini alasan yang tepat?. Memang, terkadang aktivitas disana-sini, sepanjang hari, dari pagi hingga pagi lagi membuat sebagian dari kita merasa sia-sia. Seakan tidak ada hasil yang dicapai, hanya lelah yang didapat. Padahal lagi-lagi Allah melihat ikhtiar yang kita usahakan.

Rabu, 26 November 2014

Aku Rindu


lefrandi.wordpress.com


Aku rindu kala itu

Kala kau bisikkan cinta

Pada hati yang mulai sendu

Pada jiwa rapuh karena noda


Aku rindu kala itu

Kala kau kayuh sepeda motormu

Kau hampiri kami anak ingusan kala itu

Kau tunjukkan kami tentang hidup mulia


Aku rindu kala itu

Kala kami mulai tak ada jarak untuk bercerita

Bahkan sampai tahu isi dompet sesama

Kala diri menjadi cermin sesama


Aku Rindu kala itu

Aku rindu semua tentangmu

Bahkan saat ini dituliskan

Aku masih merindukan

Aku rindu pada sosokmu

Hai murobbiku…