Kamis, 24 November 2011

Runtuhnya Ekonomi Kapitalisme

Worldview atau Pandangan hidup seseorang menentukan perilaku dan tindakannya dalam kehidupan. Dalam bidang ekonomi, worldview ekonomi kapitalisme berbeda 180 derajat dengan ekonomi Islam. Perjalanan sejarah ekonomi kapitalisme dipenuhi dengan kegagalan-kegagalan teori. Adam Smith melahirkan paham ekonomi liberal yang meyakini bahwa kebebasan dalam berkompetisi merupakan faktor pendukung dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Menurutnya, pasar akan diatur oleh tangan-tangan yang tidak terlihat (invisible hand).

Meski teori Laissez Faire Smith menguasai Eropa selama 150 tahun, paham kebebasan pasar akhirnya menemui ajalnya pada akhir 1929. The Great Depression yang terjadi pada saat itu membelalakkan mata ekonom kapitalis. Inflasi yang melanda Jerman dan sejumlah negara Eropa meningkatkan angka pengangguran.

Krisis ekonomi pada 1929 menggusur teori Laissez Faire dan melahirkan teori baru yang disampaikan John Maynard Keynes. Melalui bukunya yang berjudul, The General Theory of Employment Interest and Money, Keynes menguliti kelemahan-kelemahan teori Adam Smith. Menurutnya, negara harus turut campur secara langsung guna menyelamatkan keterpurukan ekonomi. Keynes mengatakan Intervensi pemerintah sangat diperlukan dalam kehidupan ekonomi sebagai langkah politis dalam mewujudkan stabilitas kegiatan ekonomi.

Ajaran ini bertolak belakang dengan teori Smith yang menghilangkan intervensi pemerintah dalam kehidupan ekonomi. Meski resep Keynesian sempat manjur, namun hal itu tidak bertahan lama. Pascaperang Dunia II, teori Keynes runtuh, karena pada saat itu bangkit neo-liberalisme. Sekelompok pengikut setia paham Smith mencoba membangkitkan kembali paham liberal. Salah satunya adalah digaungkan mantan PM Inggris Margareth Thatcher dan mantan Presiden AS Ronald Raegan.

Mengapa ekonomi kapitalisme mengalami kegagalan?

Di negara-negara barat, sistem ekonomi sebenarnya merupakan sistem yang relatif muda, karena baru mulai dipelajari pada akhir abad ke-18, yaitu tahun 1776. Pada saat itu diterbitkan buku Adam Smith yang berjudul The Wealth of Nations. Menurut Smith, negara tidak perlu repot, tidak perlu ikut campur tangan dalam urusan ekonomi. Mekanisme pasar bebas akan dapat menyelesaikan semuanya.

Sejarah telah mencatat, apa yang dikatakan Smith memang bukan pepesan kosong. Ekonomi negara-negara Barat selama periode 150-an tahun telah mencatat pertumbuhan ekonomi sangat pesat, yang diiringi dengan tingkat harga-harga yang bergerak relatif stabil. Sistem ekonomi model ini kemudian dikenal dengan sistem ekonomi kapitalisme. Namun, Resep Smith dan para penerusnya ternyata harus berakhir dengan malapetaka besar.

Di level kebijakan, neo liberalism mulai menunjukkan eksistensinya pada tahun 1979. Perdana Menteri Inggris Margareth Thatcher dan Presiden Amerika Serikat Ronald Reagan merupakan tokoh politik yang merevolusikan paham ini, yang kemudian menyebar ke seluruh penjuru dunia.

Para penganut Kapitalisme berpendapat bahwa inti masalah ekonomi adalah masalah produksi. Mereka berpendapat bahwa penyebab kemiskinan adalah kurangnya atau terbatasnya barang dan jasa yang tersedia. Untuk mengatasi problem tersebut, menurut mereka, manusia perlu bekerja keras memproduksi sebanyak-banyaknya alat pemuas kebutuhannya mereka.

Untuk menghilangkan gap antara kebutuhan dengan ketersediaan sumber daya alam, menurut penganut kapitalisme, manusia harus meningkatkan daya produksi mereka sampai titik masimum. Jika produksi telah maksimum, tentu kebutuhan manusia yang banyak itu akan terpenuhi. Karena itu pula, hitungan angka rata-rata statistik (hitungan kolektif) seperti GDP (Gross Domestic Product) dan GNP (Gross National Product) adalah persoalan penting bagi mereka, tanpa melihat orang per orang, apakah mereka sejahtera atau tidak. Yang diperhatikan adalah jumlah total produksi nasional suatu negara.

Pendapat demikian adalah keliru. Menurut Sistem Ekonomi Islam, inti masalah ekonomi bukanlah kekurangan produksi, melainkan ada pada masalah distribusi. Persoalan ekonomi bukanlah kurangnya sumber daya (resources) yang tersedia, karena sumber daya itu sudah cukup disediakan oleh Allah swt (QS:11:6), tetapi terletak pada cara mendistribusikan sumber daya itu kepada seluruh manusia. Sebab, sebanyak apa pun barang dan jasa yang tersedia, tanpa adanya pola distribusi yang tepat, dan pembatasan konsumsi, tetap akan timbul masalah kekurangan bagi yang lain.

“Allah lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit, kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi rezeki untukmu: dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu berlayar di lautan dengan kehendakNya, dan Dia telah menundukkan pula bagimu sungai-sungai. Dan Dia telah menundukkan pula bagimu matahari dan bulan yang terus menerus beredar (dalam orbitnya): dan telah menundukkan bagi malam dan siang. Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu sangat zalim dan sangat mengingkari nikmat Allah.” (QS14:32-34)

Pada ayat di atas Allah SWT menerangkan bahwa seluruh kebutuhan manusia itu sudah disediakan dengan cukup. Minyak bumi, gas, udara, air, matahari, tumbuh-tumbuhan, hewan, hujan, gunung, lembah, hutan sebagai sumber oksigen, kutub utara dan selatan sebagai penyangga panas, dan lain sebagainya. Jika semuanya didistribusikan secara benar, akan mencukupi seluruh kebutuhan makhluk. Namun, apa yang terjadi? Sebagian besar manusia telah zalim dan rakus, mengambil lebih banyak dari hak mereka yang seharusnya, sehingga yang lain tidak mendapat bagian.

Sistem ekonomi kapitalisme memandang sumber daya alam memiliki kelangkaan. Oleh sebab itu, menurut sistem ekonomi ini, untuk meningkatkan kesejahteraan manusia, dibenarkan eksplorasi sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan manusia yang tidak terbatas. Eksplorasi sumber daya alam yang berlangsung tidak mengenal batas, sehingga pada kenyataannya menimbulkan kerusakan lingkungan yang parah.

Menurut Fritjop Capra, krisis global yang terjadi saat ini dapat dilacak akar masalahnya pada pandangan dunia modern. Pandangan itu berasal dari paradigma mekanistik linier Cartesian Newtonian. Meski paradigma ini telah menghasilkan sains dan teknologi, tapi ia telah mereduksi kompleksitas dan kekayaan kehidupan manusia. Pandangan yang mekanistik inilah yang telah melahirkan pencemaran di udara, air dan tanah yang telah mengancam kehidupan.

Francis Bacon yang menelurkan paham Cartesianisme yang mengajarkan teologi human centerisme, dimana manusia ditempatkan sebagai pusat kehidupan. Hal ini inheren dengan ekonomi kapitalisme yang memberikan ruang begitu besar kepada manusia untuk melakukan apapun di muka bumi, demi mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya.

Pemahaman kelangkaan sumber daya alam sangat berbeda dengan ekonomi syariah. Di dalam Islam, wahyu memiliki posisi teratas dalam parameter kebenaran. Meski pada faktanya sumber daya alam itu memang menghadapi kelangkaan, namun ekonomi Islam mengajarkan bahwa Allah SWT adalah Maha Pemberi Rizki.

Di dalam surat Al A`raaf ayat 96 disebutkan, Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.

Dalam ayat di atas, Allah SWT menjelaskan seandainya penduduk negeri merealisasikan Iman dan Takwa, niscaya Allah SWT akan melapangkan kekayaan untuk mereka dan memudahkan mereka mendapatkannya dari segala arah.

Inilah perbedaan fundamental antara ekonomi Islam dengan ekonomi kapitalisme yang tidak akan pernah bertemu. Teori-teori ekonomi kapitalisme mengalami perubahan dari masa ke masa. Hal ini berangkat dari worldview kebenaran yang mereka anut bersifat relatif dan tidak sama antara satu zaman dengan zaman yang lainnya. Setelah Vienna Circle (1929), kalangan ilmuwan sepakat untuk menolak intervensi nilai-nilai agama dalam kehidupan mereka, termasuk dalam bidang ekonomi. Mereka menuhankan logika empirik yang menghasilkan positive economics. (*)

M. Baqir Ass Sadr dan Pandangan Ekonomi Islamnya



Sejarah Singkat Tentang M. Baqir As Sadr

Muhammad Bagir Al Sadr As Shahid dilahirkan di Kadhimiyeh pada 25 Dzulqaidah 1353 H/ 1 Maret 1935 M . Datang dari suatu keluarga yang terkenal dari sarjana-sarjana Shi’ite dan para intelektual islam, Sadr mengikuti jejak mereka secara alami. Beliau memilih untuk belajar studi-studi islam tradisional di hauzas (sekolah-sekolah tradisional di Iraq), di mana Beliau belajar fiqh, ushul dan teologi. Karena kepintarannya yang mengagumkan maka di usia 20 tahun Sadr telah menjadi Mujtahid Mutlaq dan kemudian berkembang menduduki jabatan di otoritas yang tertinggi dari“marja” (dewan hukum/otoritas) . Otoritas/wewenang rohani dan intelectual ini di dalam tradisi/budaya islam juga menjelma di dalam tulisan Sadr dan di dalam bukunya “Iqtisaduna” (ekonomi kita), Beliau menunjukkan metodologi kebebasan yang didukung dengan pernyataan intelektual yang berkualitas.

Meskipun Sadr berlatar belakang tradisional , Sadr tidak pernah dipisahkan dari isu-isu hari ini. Perhatian intelektualnya yang sangat tajam menginspirasinya untuk mendalami filsafat kontemporer, ekonomi, sosiologi, sejarah dan hukum. Sama seperti Taleghani, seorang ulama yang aktif. Sadr terus menerus menyuarakan pandangan-pandangan tentang kondisi umat Muslims dan menyuarakan tentang perlunya untuk bebas, tidak hanya dari kolonialisme ekonomi dan politis, tetapi juga dari “ fikiran dan memikirkan kekuasaan” . Kementerian agama di Iraq menyarankan Beliau untuk mendirikan Hizb ad-Da’wah Al Islamiyyah, sebuah partai yang bersama-sama membawa pemimpin agama dan pemuda bangsa, yang bertujuan utama untuk melawan gelombang dari sosialisme Ba’ath yang mengambil kendali politis di tahun 1958 . Di bukunya Falsafatuna (filsafat kita) dan Iqtisaduna, Sadr menawarkan suatu kritik komparatif terhadap kapitalisme dan sosialisme, dan menawarkan suatu solusi pemikiran yang islami dan kerangka-kerangka dari suatu sistem ekonomi islam.
Sepanjang tulisannya, Beliau mencoba untuk menghidupkan kembali tradisi-tradisi islam untuk kaum Muslim masa kini, terutama kaum muda. Beliau mengutip secara ekstensif dari al Qur’an, hadis dan ucapan-ucapan imam-imam Shi’ite, berdasarkan latar belakang tradisional hukumnya. Namun, Beliau selektif dalam memilih penafsiran-penafsiran atau membuat penafsiran-penafsirannya sendiri dipandang dari sudut situasi dan kondisi zaman ini. Usaha yang Sadr lakukan, bisa kita analisa di Iqtisaduna, dimana sebuah filsafat ekonomi berubah menjadi kumpulan hukum yang sah/legal(aturan hukum), hal itu mencerminkan kemampuannya untuk memberi nafas hidup baru ke dalam hukum yang banyak orang lihat terlalu berlebih-lebihan. Ditulis pada tahun 1960an, Iqtisaduna harus dilihat sebagai suatu analisa yang menyeluruh dan suatu perbandingan yang pertama dari sistem ekonomi dilihat dari perspektif islam, salah satu referensi yang masih digunakan sarjana-sarjana ekonomi di tahun sembilan puluhan. Pada tahun 1982, selama setahun, pemerintah Iran menerjemahkan bukunya ke dalam bahasa Inggris. Sayangnya, banyak yang tidak sesuai dengan buku aslinya. Meskipun demikian hal itu dapat membuka peluang pemikiran-pemikiran Sadr dapat dibaca secara lebih luas. Pendekatan ‘Juristis-Economic’ Sadr telah menaruh Beliau sebagai seorang pemikir Muslim yang terkemuka dan pemikirannya patut kita analisa/ambil.
Dekade yang terakhir hidupnya adalah masa penganiayaan yang terus menerus oleh rezim Ba’ath di Iraq. Karena ketakutan pemerintah terhadap pengaruh Sadr terhadap rakyat banyak. Sadr pun mengalami hukuman penjara dan siksaan. Akhirnya rezim Ba’ath menghukum mati Beliau pada tanggal 8 April 1980.

Pemikiran Muhammad Baqir As sadr


Sadr memandang ekonomi islam sebagai suatu cara Islam memilih yang terbaik dalam pencarian tujuan ekonomi dan sebagai solusi praktis dalam menyelesaikan masalah ekonomi sejalan dengan konsep dari keadilan . Islam, menurut Sadr, tidak hanya berdasarkan investigasi tentang hukum dari penawaran dan permintaan(supply and demand)…tidak juga tentang hubungan antara keuntungan dan bunga(profit and interest)..tidak juga peristiwa tentang penyusutan hasil produksi(diminishing returns of production) , yang menurutnya melambangkan “The Science Of Economic”. Dengan rasa hormat, ekonomi islam adalah suatu doktrin karena itu berhubungan dengan setiap ketentuan dasar dari tujuan ekonomi yang berhubungan dengan ideologi keadilan sosial . Begitupun juga dengan sistem ekonomi islam, juga digolongkan sebagai suatu doktrin karena menurut Sadr mempunyai kaitan dengan apa itu hendaknya mempertanyakan yang didasarkan pada kepercayaan-kepercayaan Islam, hukum-hukum, pendapat-pendapat, konsep-konsep dan definisi-definisi yang diperoleh dari sumber hukum Islam . Dalam doktrin ekonominya, keadilan menduduki suatu peran yang penting. Ini merupakan suatu penilaian moral dan bukanlah bahan pengujian. sebagai gantinya, Keadilan merupakan suatu referensi integritas atau ukuran suatu teori ekonomi, aktivitas dan hasil-hasil dievaluasi.
Sadr melihat sistem ekonomi islam sebagai bagian dari keseluruhan sistim yang islamic dan tetap menekankan bahwa sistem ekonomi islam harus dipelajari sebagai satu keseluruhan interdisciplinary bersama-sama dengan para anggota masyarakat sehingga terbentuk agen-agen dari sistim tersebut. Sadr mengusulkan agar pemikiran yang islami perlu untuk dipelajari dan dipahami sebelum seseorang secara sungguh-sungguh melakukan suatu analisa yang mendalam tentang sistem ekonomi islam . Didalam pendekatan holistic ini, Sadr mendiskusikan doktrin ekonominya. Ia melihat manusia mempunyai dua potensi keinginan yang berlawanan (pribadi dan sosial) sehingga masalahpun muncul dan Sadr melihat solusi ada di dalam agama ; karenanya, agama mempunyai peran yang sangat penting di dalam sistem ekonomi islam . Agama, menurut Sadr, sesuatu yang sangat sakral bagi kaum Muslims, tidak seperti barat yang sekuler dan asas di dalam agama menentukan minat/keinginan yang sah dari manusia seperti juga pengaturan batas-batas dari suatu kebutuhan .
Di dalam pemikiran ekonominya, Sadr memisahkan produksi dan distribusi, tetapi tetap melihat hubungan antara keduanya sebagai suatu persoalan pokok di dalam ekonomi. Sementara produksi adalah suatu proses yang dinamis, berubah sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, distribusi dilihat sebagai bagian dari sistem sosial, hubungan-hubungan yang total antara manusia. Menurut Sadr, sistem sosial menyebar dari kebutuhan manusia dan bukan dari bentukan produksi. Oleh karena itu, ia percaya bahwa mungkin saja untuk mempertahankan suatu sistem sosial tunggal (termasuk distribusi) meskipun ada bermacam-macam cara atau bentuk-bentuk produksi. Sadr menolak pandangan penganut paham Marxisme tentang masyarakat dan perubahan , dimana pandangan masyarakat menyatakan penggolongan itu akan berpotensi menimbulkan konflik yang berlawanan karena ketidakcocokan mengubah gaya-gaya produksi dengan hubungan-hubungan produksi

Asumsi-Asumsi Dasar As Sadr

Sadr tidak menerima “the rational economic man” untuk menjadi kompatibel dengan sistem ekonomi islami. Sebagai penggantinya, kita mempunyai pemuda islam, seseorang yang melihat dirinya sebagai bagian dari ummat, yang termotivasi oleh kepercayaan-kepercayaan dan praktek-praktek yang religius . Tidak seperti “the rational economic man”, pemuda Islam percaya akan dunia rohani atau yang tidak kelihatan(akherat), sehingga membuat dia lebih sedikit memikirkan dunia material(fana). Hal ini mengakibatkan suatu pemahaman yang berbeda antara rasionalitas dan berperilaku rasional . Tidak seperti “the rational economic man”, dimana sebagian besar motivasinya adalah kepuasan pribadi, pemuda islam dibimbing oleh satu pengawasan yang mendalam(inner supervision). Konsep-konsep dari vicegerency dan keadilan dalam menanggung tugas, tanggung jawab dan akuntabilitas, yang menyiratkan batasan-batasan tertentu kebebasan milik seseorang. Menurut Sadr, bukan soal perasaan yang dibebankan oleh pembatasan-pembatasan ini karena kebebasan dan perilaku rasional harus dilihat dari konteks kerangka sosial suatu masyarakat . Mempertimbangkan dengan seksama spiritual, psikologis dan historical/cultural faktor-faktor yang membentuk kerangka pemikiran sosial seorang Muslims. Desakan/permintaan tegas dari seorang individu untuk bertindak seperti the rational economic man bisa menjadi pertimbangan yang tidak logis. Sebagai contoh, membebankan bunga (riba) dalam peminjaman uang akan menjadi sesuatu hal yang tak dapat diterima oleh pemuda islam, dimana menurut “the rational economic man”,. itu menjadi salah satu dari cara yang paling mudah untuk mendapatkan penghasilan .
Sadr juga tidak percaya akan asumsi ’’keselarasan dari bunga’’, yang mendasari sistim kapitalis dalam mengusung paham kebebasan individunya. Sadr tidak menerima pandangan yang mengatakan bahwa kesejahteraan publik akan maksimal jika individu dibebaskan untuk mencukupi keinginan-keinginan individu tersebut. Malahan hal ini agaknya seperti menciptakan permasalahan sosial-ekonomi baru. Daripada bergantung pada peran negara untuk menyediakan suatu keseimbangan antara keinginan individu dan kesejahteraan publik, Sadr memberi peran yang utama kepada agama. Ada suatu peran untuk pasar dan di sana adalah tempat untuk negara tetapi yang terpenting lagi, ada pengaruh penolakan terhadap peran negara dan pentingnya bimbingan agama di dalam sistem ekonomi Sadr

Karakteristik Sistem Ekonomi Islam Menurut As Sadr
1. Hubungan-Hubungan Harta
Sebagaimana disebutkan sebelumnya, Sadr memandang sistem ekonomi islam mempunyai bentuk-bentuk yang berbeda antara kepemilikan yang satu dengan yang lain. Ia menjelaskan macam-macam dari kepemilikan sebagai berikut :
A.. Kepemilikan pribadi
B.. Kepemilikan sosial dimana terbagi menjadi; kepemilikan publik dan kepemilikan negara
Menurut dia, kepemilikan pribadi dibatasi oleh hak-hak, penggunaan hak prioritas dan hak untuk melarang yang lain menggunakan sesuatu barang milik orang lain. Tidak ada kepemilikan aktual dalam individu. Dalam hal ini, pandangan-pandangan Sadr serupa dengan Taleghani, yaitu membedakan bahwa kepemilikan itu adalah kepunyaan Allah SWT sedangkan hak milik dapat dihibahkan kepada individu/manusia.
Perbedaan antara kepemilikan publik dan kepemilikan negara adalah dalam hal pemakaian harta itu. Dimana fasilitas publik/umum harus dapat digunakan untuk kepentingan semua orang(seperti rumah sakit,sekolah, dll) sedangkan fasilitas negara tidak dapat digunakan untuk kepentingan semua orang, tetapi hanya untuk sebagian masyarakat tertentu saja, sesuai dengan peraturan negara. Meskipun Katouzian (1983) mengalami kesulitan dalam membuat pengertian operasional dari perbedaan ini, seperti yang kita lihat di dalam pembagian distribusi. Perbedaan penafsiran ini mencegah praktek monopoli total yang dibuat oleh negara. Sebagai tambahan, meski Sadr menyatakan kepemilikan adalah bagian dari bagan sumber daya(resources), kepemilikan pribadi dapat dicapai melalui pekerjaan atau tenaga kerja dan akan hilang jika pekerjaan berhenti .
Hal ini menarik untuk dicatat bahwa meskipun Naqvi dan Taleghani (dalam pernyataannya tidak secara eksplisit atau konsisten) menegaskan tentang “kepemilikan kolektif” dan “kepemilikan umum”. Sadr menempatkan kepercayaan penuh terhadap kepemilikan negara karena otoritas yang terbesar ada di tangan negara(hak Amr).

2. Pengambilan Keputusan, Alokasi Sumber Daya Dan Kesejahteraan Publik; Peran Dari Negara
Faktanya bahwa kepemilikan negara mendominasi sistem ekonomi Islam Sadr, menunjukkan peran yang sangat penting dari negara. Negara yang diwakili oleh vali-e amr mempunyai tanggung-jawab besar untuk memastikan bahwa keadilan berlaku. Hal ni dicapai oleh berbagai fungsi-fungsi sebagi berikut ;
• distribusi sumber alam kepada individu berdasarkan kepada kesediaan dan kemampuan mereka untuk bekerja
• implementasi terhadap larangan pengadilan hukum dan agama dalam penggunakan sumber daya
• kepastian keseimbangan sosial
Ketiga fungsi negara ini mempunyai peranan yang sangat penting oleh karena konflik yang mungkin muncul karena adanya perbedaan-perbedaan alamiah yang dimiliki oleh individu(intelectual and physical). Karena perbedaan-perbedaan ini, pendapatan-pendapatan akan berbeda sehingga kemungkinan terciptalah kelas-kelas ekonomi. Negara berkewajiban untuk menyediakan suatu standard hidup yang seimbang kepada semua rakyat (dibanding mutu pendapatan). Dalam semangat ini, negara juga dipercaya untuk menyediakan jaminan sosial untuk semua. Hal ini menurut Sadr dapat dicapai dengan semangat persaudaraan (melalui pendidikan) antar anggota masyarakat dan oleh kebijakan-kebijakan pembelanjaan publik, oleh investasi-investasi sektor publik yang spesifik kearah membantu yang miskin dan dengan peraturan kegiatan ekonomi, untuk memastikan kegiatan ekonomi bebas dari praktek pemerasan dan penipuan .
Terakhir, negara atau lebih tepatnya Amr dipercaya untuk menyediakan kestabilan ekonomi di dalam menafsirkan permasalahan menurut situasi-situasi yang berlaku saat ini. karena ini adalah tugas dari Mujtahidun, hal itu menyiratkan bahwa Sadr melihat Mujtahidun layaknya negara, maksudnya suatu negara manapun dijalankan oleh orang yang ahli hukum atau negara itu merupakan perwujudan dari dewan dari para ahli hukum .

3. Pelarangan Riba Dan Implementasi Zakat
Dengan cara yang cukup aneh, Sadr tidak mendiskusikan riba sebanyak seperti orang yang harapkan terhadapnya. Sebagai tambahan, penafsirannya tentang riba hanya dibatasi untuk mendiskusikan tentang bunga di pasar modal uang . Dalam hal ini, Taleghani dan Naqvi menyediakan suatu diskusi yang lebih menyeluruh tentang riba.
Perihal implementasi zakat, Sadr melihatnya sebagai suatu tugas dari negara. bersama-sama dengan zakat, ia juga mendiskusikan khums(dimana bersama-sama dengan zakat ditetapkan sebagai pajak tetap), fay’ dan anfal, seperti juga pajak yang lain yang dapat dikumpulkan dan dibelanjakan untuk tujuan-tujuan mengurangi kemiskinan dan untuk menciptakan keseimbangan sosial seperti disebutkan sebelumnya . Bagaimanapun juga, satu poin yang menarik bahwa Sadr memfokuskan diri terhadap pembahasan tentang kemiskinan relatif. Meskipun kita setuju bahwa kemiskinan relatif adalah suatu konsep yang penting, terutama dalam target keseimbangan sosial Sadr, argumentasinya bahwa menentukan level kemiskinan absolut– atau seperti yang ia tuliskan, memperbaiki tingkat kemiskinan,tidak akan perlu menjurus kepada suatu keseimbangan standard hidup antara si kaya dan si miskin – adalah lemah . Sarjana-sarjana islam setuju harus ada suatu dasar yang menjadi standar kehidupan tertentu dimana dapat dijadikan patokan minimum jaminan setiap kehidupan manusia . Dalam menentukan patokan/standar ini tidak boleh menghentikan kita dari usaha untuk mengurangi kesenjangan di dalam standar-standar kehidupan sebagimana Sadr inginkan. Oleh karena itu, menurut Sadr menjadi sesuatu yang tidak bisa diterima, seperti berada di situasi yang menggelikan di mana suatu negeri yang sangat miskin tidak mampu menyediakan keperluan-keperluan dasar kepada siapapun, tidak dapat digolongkan sebagai bencana kemiskinan, karena alasan yang sederhana bahwa setiap orang mempunyai standard hidup yang sama .

Distribusi menurut As Sadr
Distribusi (bersama-sama dengan hak kepemilikan) menduduki bagian yang utama dalam pemikiran ekonomi Sadr. Hampir sepertiga dari Iqtisaduna mendiskusikan secara mendalam masalah distribusi dan hak kepemilikan. Sadr membagi pembahasannya menjadi dua bagian yaitu distribusi sebelum produksi(pre production-distribution) dan post production-distribution. Berdasarkan pemahaman hukum tradisionalnya, Sadr menjelaskannya berdasarkan aturan/hukum yang sah yang berhubungan dengan hak untuk memiliki dan memproduksi.
1. Pre Production-Distribution
Pembahasan ini berdasarkan kepada distribudi tanah dan sumber daya alam lainnya. Diistilahkan sebagai kekayaan primer (Modal primer Taleghani). Seperti sarjana yang lainnya, Sadr mengkritik kapitalisme dalam mengabaikan masalah ini, yang mana menurut Sadr,mengabaikan produksi sebagai tingkat kepastian dan karenanya hanya memikirkan post production-distribution saja. Dalam membahas “status kepemilikan” sumber daya alam, Sadr membagi sumber daya alam kedalam empat kategori ; tanah, bahan mineral tanah mentah, air, dan kekayaan alam lainnya(sungai,laut, tumbuhan,hewan dll) . Itu semua harus diingat bahwa “ bermacam-macam bentuk kepemilikan” diperbolehkan menurut Sadr.
Sejumlah poin-poin penting menurut Sadr adalah ;
• Kepemilikan negara adalah jenis kepemilikan yang paling banyak dimiliki karena hanya negara yang dapat mencapai hak-hak rakyatnya
• Kepemilikan pribadi diperbolehkan namun dengan jumlah yang terbatas dan situasi tertentu, misalnya.
i. Diberikan lahan sebagai kompensasi menerima Islam (muallaf)
ii. Ada kontrak perjanjian untuk menanami lahan
iii. Untuk beberapa bahan tambang tertentu dimana negara tidak mampu menambangnya.
iv. Menangkap burung, memotong kayu bakar
• Kepemilikan pribadi dibatasi oleh hak-hak orang lain
• Untuk bahan-bahan mineral dan air, individu diperbolehkan menggunakannya sesuai dengan kebutuhan
Ada dua masalah yang dapat ditarik dari pandangan Sadr tentang kepemilikan dan hubungannya dengan hak untuk memproduksi. Pertama, adalah maslah yang akan muncul, sepewrti Taleghani, sadr mengkategorikannya berdasarkan masa lalu. Ketika Islam berkuasa; beberapa mengatakanj ini adalah pemikiran yang usang. Akan tetapi, dalam pelaksanaanya, masalah ini tidak terlalu menyimpang sebagaimana yang diprediksi sebelumnya. Mari kita lihat negara Malaysia sebagai contoh penggolongan Sadr, sejak Muslim diMalaysia masuk islam dengan sukarela, Malaysia dikategorikan sebagai ‘daerah perjanjian’. Semua tanah yang ditanami oleh manusia pada waktu itu di terima sebagai kepemilikan pribadi. Sementara hutan dan lahan kosong menjadi milik negara dengan hak-hak pengelolaannya. Selanjutnya, penafsiran Sadr tentang kepemilikan pribadi adalah salah satu yang sangat dibatasi. Dan karenya tidak sangat berbeda dengan hak pengelolaannya. Sehingga, penggolongan Sadr tidak usang seperti yang orang kira.
Kedua, dan mungkin permasalahan yang paling penting yaitu berkenaan dengan seberapa besar ukuran seseorang dalam hak pengelolaan lahan yang diperbolehkan. Dalam doktrinnya, terdapat aspek posif dan negatif yang kita dapat. Negatifnya adalah tanpa pekerja tidaka akan ada kekayaan pribadi. Positifnya adalah akibat wajar yang ditimbulkan,’pekerja adalah sumber tunggal dalam mendapatkan kekayaan alam .
2. Post Production-Distribution
Sadr memulai dengan menyatakan bahwa Islam tidak meletakkan semua faktor produksi di pijakan yang sama. Pekerja adalah ‘’kepemilikan’’ yang sebenarnya dari faktor produksi. Untum itu maka pekeerja mempunyai tanggungjawab untuk membayar kompensasi untuk faktor produksi lainnya yang digunakan dalam proses produksi. Sadr menyadari pandangan ini yaitu menempatkan manusia sebagai ahli dan bukan pelayan dari proses produksi. Selanjutnya pandangan Sadr menyatakan bahwa kapitalis tidak diperbolehkan untuk memiliki barang-barang produksi dari para pekerja yang mereka upahi. Dengan kata lain, secara langsung’para pekerja ekonomi’ adalah kondisi yang dibutuhkan untuk kepemilikan suatu produk.
Dengan pandangan tentang prioritas pekerja, Sadr kemudian mendaftar kembali setiap faktor-faktor produksi, yaitu
a. Pekerja-upah atau bagi keuntungan
b. Tanah-sewa(bagi hasil panen)
c. Modal- bagi keuntungan
d. Alat-alat/modal fisik-sewa/kompensasi
Pekerja diberikan kesempatan untuk memperbaiki upahnya atau variabel keuntungannya. Sewa tanah diperbolehkan jika hanya telah pasti bahwa pemilik tanah telah menempatkan para pekerjanya di pemulaan. Para pekerja boleh menggarap tanah kosong. Sadr juga mendukung transaksi yang umum diperbolehkan seperti mudarabah, muza’raah, musaqot dan ju’alah. Yang namanya ketidakadilan adalah membeli murah dan menjual mahal tanpa ada kontribusi dalam proses produksi. Atau menyewa sebuah tanah kemudian menyewakannya lagi kepada orang lain dengan harga sewa yang sangat tinggi .

Produksi menurut As Sadr
Sadr membagi dua aspek dalam produksi sama seperti dia membagi dua aspek dalam ekonomi . Pertama adalah aspek objektifitas atau keilmuan dimana berhubungan dengan sisi keekonomian dan pelaksanaannya seperti berhubungan dengan para pekerja, hukum produksi, fungsi-fungsi biaya dll.. aspek keilmuan ini berhubungan dengan pertanyaan tentang teknis dan efisiensi ekonomi dan tidak dialamatkan oleh Sadr. Sadr memilih untuk memberi pandangan tentang pertanyaan dasar ‘apa yang diproduksi, bagaimana cara memproduksi, untuk apa diproduksinya adalah referensi aspek yang kedua dalam produksi- aspek subjektivitas dan doktrin. “apa yang diproduksi dan untuk siapa produksi” adalah patokan bagi perintah dalam Islam yang diperbolehkan atau barang-barang yang sah dan berbagai macam kategori barang seperti kelayakan, kenyamanan dll. ‘’bagaimana memproduksinya’’ adalah pertanyaan yang menjadi tanggungjawab negara . Negara mempunyai tugas untuk merencanakan dan memberi petunjuk bagaimana seharusnya aktivitas ekonomi berjalan sesuai dengan Al-Qur’an, sunnah dan ijma Ulama. Sadr mendukung perencanaan pemerintah dan tidak melihat kekuatan pasar sebagai sesuatu yang suci/keramat. Produksi adalah sebuah kewajiban yang harus dijalankan dengan responsibilitas dan akuntabilitas.dalam rangka menyediakan pandangan yang sehat dan terarah. Produksi secara Islam menurut Sadr mempunyai dua cabang stategi
1. Doktrin/stategi intelektual
Manusia termotivasi untuk bekerja karena bekerja adalah bagian dari ibadah kepada Allah jika dikerjakan dengan pemahaman dan tujuan yang sesuai dengan Al Qur’an. Tinggalkan sifat bermalas-malasan, dan berhura-hura atau produksi yang tidak adil. Pemuda Islam harus sensitif terhadap masalah ini
2. Strategi legislatif
Peraturan harus mendukung doktrin yang dikeluarkan oleh negara sehingga mendoronga dan mengatur aktivitas ekonomi. Banyak contoh yang diberikan Sadr diantaranya
a. Tanah yang menganggur dapat diambil oleh negara dan dibagikan kepada seseorang yang mempunyai keinginan dan kemampuan untuk mengolahnya
b. Islam melarang hima’, yaitu mengambil alih lahan dengan paksaan
c. Pelaksanaan Prinsip ‘tidak bekerja tidak ada keuntungan’
d. Pelarangan transaksi yang tidak produktif, seperti membeli murah dan menjual mahal tanpa bekerja
e. Pelarangan riba
f. Pelarangan penimbunan(uang maupun emas)
g. Pelarangan penumpukan kekayaan
h. Pelarangan kegiatan yang dilarang oleh Allah SWT
i. Pelarangan sikap pemborosan dan berhura-hura
j. Membuat peraturan dan pemeriksaan tindakan Penipuan di pasar
Sebagai kesimpulan umum, ini seperti Sadr lebih mengedepankan kepada pengawasan yang berhati-hati daripada keterlibatan langsung dalam produksi. Seperti yang disebutkan sebelumnya. Negara yang dikepalai oleh Amr, seharusnya berfungsi terjaminnya dinamisasi dari sistem ekonomi islam .

Jumat, 11 November 2011

Jihad November

"...Kemenangan akan jatuh ditangan kita, sebab Allah ada dipihak yang benar..." begitulah salah satu maksud dari Pidato Bung Tomo ketika menyemangati para Pejuan Indonesia yang didominasi kaum muda. Sungguh pidato ini dapat menyemangati para pejuan pada saat itu. Semangat yang tidak hanya muncul karena Nasionalisme, tetapi juga karena didorong oleh semangat Jihad untuk mempertahankan negara dan bangsa Indonesia. Sudah Sepatutnya kita sebagai bagian dari bangsa ini, merenungi kembali sejarah yang telah ditorehkan oleh para pejuang pada masa lalu untuk merancang masa depan yang gemilang.

Jihad November