Oleh: Rifadli Kadir
(Sebuah Cerita)
Pagi menjelang hari ketiga. Azzam juga mendapat jawaban. Diseberang
sana, dibalik tembok kamar. Ada air mata dari seorang wanita yang sedang
dirundung kesedihan. Dirinya tak kuasa menahan perasaannya. Rasa-rasanya ia ingin
pergi saja, melupakan semuanya dan tidak memilih pilihan yang ada dihadapannya.
Tapi, bagi ia melupakan pilihan itu bukan pilihan tepat. Karena cepat atau
lambat ia pasti mengalami masalah demikian. Akhirnya ia memilih mengomunikasikan
hal ini kepada orang tuanya.
Tanpa panjang
lebar ia langsung mengkomunikasikan hal ini dengan orang tuanya. Ia langsung
mengambil handphone yang ada disebelah bantal gulingnya. Ia kemudian
membuka nama-nama kontak yang ada di HP-nya kemudian memilih kontak dengan nama
‘ummi’ dan kemudian menekan tombol call...
“Assalamu’alaikum...”
jawab Ibu separuh baya dari seberang sana.
“waalaikumsalam,
ummi Rina mau nyampein sesuatu...” jawab Rina.
“Apa nak,
disampaikan saja...” Ibu Rina meminta.
“Begini Ummi, atas tawaran ummi
yang kemaren Rina mau menyampaikan sesuatu dan apa yang Rina rasakan selama
ini. Begini ummi, Rina bersyukur punya orang tua yang sangat perhatian
dan baik seperti ummi dan abah. Termasuk dengan pilihan ummi dan
abah memilihkan Rina pasangan hidup yang baik menurut ummi dan abah.
Tapi begini mi, Rina selama ini sedang jatuh cinta kepada salah seorang ikhwan.
Ia teman kampus Rina, orangnya insya Allah baik. Tapi ini juga Rina serahkan
kepada ummi dan abah untuk memutuskan. Karena bagi Rina, ridho
orang tua adalah segalanya...” Rina menjelaskan dengan suara lirih dan air mata
yang tertahan.
Pengakuan Rina
ini, membuat Umminya sedikit terdiam dan berusaha menahan rasa sedih. Sedih
karena ia tidak segera mengetahui apa yang selama ini terjadi pada anaknya. Tapi
bagi seorang Ibu yang sudah mengetahui asam garam kehidupan, juga atas
pertimbangan agama, umminya Rina menerangkan bahwa Rina itu masih muda
dan bisa jadi terbawa dengan persaaan sesaat.
“Ummi akan merundingkan dulu
dengan abah, mudah-mudahan dapat titik terang..” pinta umminya
Rina.
“Iya mi, Rina tunggu jawaban
dari abah dan ummi. Apapun jawabannya, Rina siap menerimanya.
Sudah dulu ya mi, salam sama abah. Assalamu’alaikum...” Jawab Rina.
“Waalaikumsalam... jaga
kesehatan ya nak...” Balas umminya dari seberang sambil menutup telepon.
Rina tetap
belum bisa tenang dengan jawaban umminya. Ia masih dirundung rasa
bingung dan khawatir jika apa yang ia impikan selama ini yaitu menjadi
pendamping hidup dari seorang yang ia cinta selama ini. Ia langsung mengabarkan
hal ini ke Rio sebagai orang yang dipercaya agar menyampaikan ke Azzam. Ia kemudian
menulis sms ke Rio...
“Assalamualaikum...
Afwan akh, ganggu antum lagi. Tadi aku sudah komunikasi dengan ummi. Ummi
belum memberi jawaban yang pasti, dan akan dikomunikasikan dengan abah. Mohon
disampaikan ke Azzam ya. Nuwun”
“Waalaikumsalam...
iya Rin, Insya Allah segerak tak sampaikan ke Azam” Jawab Rio
“Makasih ya
Rio, afwan dah merepotkan...” balas Rina.
***
Azzam masih
juga belum tenang dengan dirinya. Ia ingin segera mendapatkan jawaban agar ia
tak lagi dirundung perasaan penasaran dan tidak menentu. Di tengah penantian
itu ia mendekatkan diri kepada Allah. Karena ia tahu, Allahlah yang mengatur
segara takdir baik dan buruk. Sambil berdoa dan berharap apa yang ia impikan
mendapat balasan terbaik dari Allah.
***
Sampailah hari
keempat, Rina dan Azzam masih juga harap cemas dalam penantian...
Berdering hanphone
Rina, ada panggilan masuk. Rina langsung mengambil handphonenya, ternyata
panggilan dari umminya. Rina berguman dalam hati, sepertinya ummi mau memberi
jawaban.
“Assalamu’alaiakum....”
Jawab Rina
“Waalaikumsalam,
Apa kabar nak? Sehat?...” jawab Umminya
“Alhamdulillah,
sehat mi, ada apa ya mi? Tanya Rina
“Ini ummi mau memberi kabar, semalam
abah dan ummi sudah berembuk atas apa yang Rina sampaikan
kemaren. Begini nak, abah semalam menyampaikan kalau abah tetap
dengan tawaran kemaren kepada Rina. Dan kami sudah mempertimbangkan kalau abah
dan ummi kurang sepakat dengan
yang Rina inginkan. Pertama, menurut ummi dan abah, sebaiknya Rina mencari
orang yang satu suku dengan keluarga. Kedua, bisa jadi apa yang Rina rasakan
itu hanya perasaan sesaat yang perlu diarahkan karena kalian juga masih mudah,
butuh banyak pengarahan. Karena itu ummi dan abah memutuskan untuk tetap pada
tawaran awal kemaren.” Jelas ummi Rina.
“i...i..iya mi...” jawab Rina
dengan sambil meneteskan air mata.
“Ummi berharap Risa dapat
menerima keputusan ini. Dan mencoba bersabar menerima hal ini. Itu dulu ya nak,
semoga diberi keberkahan. Sudah dulu ya nak, nanti akhir pekan ini, ummi minta
Rinta pulang ke rumah. Waasalammu’alaikum...” pinta umminya Rina
“i...i..iya mi... waalaikumsalam”
jawab Rina dengan suara terbatah-batah sambil meneteskan air mata.
Harapan Rina menjadi pendamping hidup
orang yang dicintainya pupus sudah. Hatinya tiba-tiba menjadi lemah, hidupnya
seakan mau hancur. Ingin rasanya ia mengakhiri hidup. Ia tapi tidak melakukan
hal itu karena bertentangan dengan nilai-nilai yang selama ini ia yakini;
Islam. Islam mengajarkan kepada kita bahwa lagi-lagi hanya Allah sebaik-baik
tempat kita mengadukan segala sesuatu. Maka Rina, memasrahkan semua hal ini
kepada Allah. Jika putusan ini baik menurut orang tua, insya Allah juga baik
menurut Allah. Rina pasrah dengan keputusan itu.
Rina
tidak ingin menzhalimi Azzam. Ia segerak mengabarkan hal ini kepada Rio untuk
disampaikan ke Azzam. Rina kemudian mengsms Rio seperti apa yang disampaikan umminya...
“Assalamualaikum... Afwan Rio. Mau merepotkan
antum lagi. Rio ini keputusan ummi dan abah: Begini nak, abah
semalam menyampaikan kalau abah tetap dengan tawaran kemaren kepada
Rina. Dan kami sudah mempertimbangkan kalau abah dan ummi kurang sepakat dengan yang Rina inginkan. Pertama,
menurut ummi dan abah, sebaiknya Rina mencari orang yang satu suku dengan
keluarga. Kedua, bisa jadi apa yang Rina rasakan itu hanya perasaan sesaat yang
perlu diarahkan karena kalian juga masih mudah, butuh banyak pengarahan. Karena
itu ummi dan abah memutuskan untuk tetap pada tawaran awal kemaren. Minta
tolong lagi disampaikan ke Azzam atas keputusan ini ya, mohon maaf sudah buat ia
terlibat dalam masalah ini. Mohon doanya, semoga kita semua dapat yang terbaik
dan memperoleh keberkahan. Nuwun. Wassalam.”
“Waalaikumsalam.. iya Rin, Insya
Allah hari ini tak ketemu Azzam...” Balas Rio.
***
Rio saat itu juga langsung
menghubungi Azzam dan meminta untuk ketemu. Azzam langsung menyanggupi. Mereka
kemudian bertemu di salah masjid dekat kampus. Di tengah keheningan masjid itu,
Rio menjelaskan dan meminta Azzzam agar membaca sms yang dikirim Rina.
“Ini Zam, SMS dari Rina...” tunjuk
Rio
Azzam kemudian membaca sms dari Rina
yang dikirim ke Rio.
“Assalamualaikum... Afwan Rio. Mau merepotkan
antum lagi. Rio ini keputusan ummi dan abah: Begini nak, abah
semalam menyampaikan kalau abah tetap dengan tawaran kemaren kepada
Rina. Dan kami sudah mempertimbangkan kalau abah dan ummi kurang sepakat dengan yang Rina inginkan. Pertama,
menurut ummi dan abah, sebaiknya Rina mencari orang yang satu suku dengan
keluarga. Kedua, bisa jadi apa yang Rina rasakan itu hanya perasaan sesaat yang
perlu diarahkan karena kalian juga masih mudah, butuh banyak pengarahan. Karena
itu ummi dan abah memutuskan untuk tetap pada tawaran awal kemaren. Minta
tolong lagi disampaikan ke Azzam atas keputusan ini ya, mohon maaf sudah buat ia
terlibat dalam masalah ini. Mohon doanya, semoga kita semua dapat yang terbaik
dan memperoleh keberkahan. Nuwun. Wassalam.”
Azzam tenang dan agak gemetaran
membaca SMS itu. Ia kemudian bersuara lirih yang diikuti tatapan hangat ke Rio.
“Alhamdulillah, syukron akh.
Setidaknya ane dah dapat jawaban. Ini mungkin belum takdir. Insya Allah
semua ini atas kehendak Allah. Tidak ada satupun di dunia ini yang luput dari
campur tangan Allah di dalamnya...” lirih Azzam.
“iya Zam, mudah-mudahan antum dapat
bersabar dengan semua ini. Semoga hal ini ada rencana yang lebih baik dari
Allah” jawab Rio sambil menyemangati.
“iya Io, Aamiin...” lirih Azzam agak
tersendak.
Azzam masih berdiam diri di masjid
itu walaupun Rio sudah ijin pulang lebih dulu. Ia mengevaluasi diri. Apa kesalahan
yang telah ia lakukan selama ini. Hingga Allah memberikan cobaan ini kepadanya.
Ia kemudian sadar bahwa selama ini, ia telah memberi perhatian lebih sehingga
perhatian itu menjadi perasaan cinta yang bisa jadi hal itu karena nafsu. Azzam
kemudian menyadari pula bahwa Cinta itu tidak harus memiliki dan ia harus
mengikuti apa yang Allah inginkan. Dan berdoa semoga pelajaran ini menjadi
titik tolak perubahan ke arah yang lebih baik lagi. Ia berjanji tidak akan lagi
jatuh cinta dan akan senantiasa mencintai Allah di atas segalanya. Bisa jadi
apa yang kita inginkan belum tentu baik bagi kita. Allahlah yang mengetahui
segalanya.
***
Ini hanya tulisan untuk mengingatkan
diri sendiri, bahwa kita harus menjaga Cinta dan kesucian diri. Ingatlah selalu
firman Allah: