Sabtu, 18 Februari 2012

Mengembalikan Semangat Ekonomi Islam...


         Islam Masuk Indonesia menurut Prof. Buya Hamka dalam Seminar Masuknya Agama Islam ke Indonesia di Medan (1963) menggunakan fakta yang diangkat dari Berita Cina Dinasti Tang mengutarakan bahwa pada  abad ke-7 M ditemuinya daerah Hunian wirausahawan Arab Islam dipantai barat Sumatra, maka disimpulkan bahwa Islam masuk dari daerah asalnya Arab. Menurut teori ini Islam dibawa oleh wiraniagawan Arab. Teori ini pun diperkuat oleh Thomas W. Arnold dalam Preaching of Islam (1979) yang menyebutkan hal yang sama. Maka, Prof. Ahmad Mansur Suryanegara (2010) berkesimpulan bahwa Islam masuk ke Nusantara Indonesia bukan dibawa Gujarat dan bukan pula India, melainkan dibawa oleh wirausahawan Arab yang beragama Islam.
          Wairausahawan Arab datang ke Nusantara Indonesia untuk berdagang dan mencari bahan pangan dari sumber daya alam Indonesia yang tidak ada di negeri Arab. Karena aktifitas dagang atau Wirausaha ini, maka Pasar menjadi salah satu tujuan Wirausahan Arab. Di pasarlah wirausahawan Arab berinteraksi langsung dengan masyarakat pribumi. Dari pasar pula masyarakat Arab yang beragama Islam mengenalkan Agama Islam yang damai.
          Wirausahawan Arab dengan Agama Islam melakukan aktifitas dagang dan aktifitas ekonomi lainnya berdasarkan prinsip-prinsip dan norma agama Islam. Mereka tidak hanya menjadikan Islam sebagai lipstik untuk meraut pelanggan untuk membeli, tapi benar-benar menggunakan Islam sebagai norma yang mengatur setiap aktivitas manusia.  Aktifitas ekonomi pun tidak hanya semata-mata ditujukan untuk meraut profit tapi juga untuk mneyebarkan ajaran Islam yang Agung, sehingga sampailah ajaran Islam di Nusantara Indonesia seperti sekaran ini.

Jalan Panjang Semangat Ekonomi Islam Indonesia...
        Dari sedikit paparan sejarah masuknya Islam di Nusantara Indonesia diatas diantara  banyak teori-teori yang ada. Dapat disimpulkan bahwa semangat Wirausahawan Arab-Islam dalam Menjalankan aktifitas Ekonomi Islamnya tidak hanya semata-mata mencari profit, tapi lebih jauh dari itu bahwa wirausahawan Arab mempunyai Misi penyebaran Islam yang Agung ke tengah-tengah masyarakat Indonesia.
          Dari abad ke-7 sejak Wirausahawan Arab masuk ke Indonesia dengan Aktifitas Ekonomi Islamnya, ekonomi Islam di Nusantara Indonesia mengalami perkembangan yang pesat akhir-akhir ini. Walaupun kemudian di interval waktu itu Ekonomi Islam dikalahkan popularitasnya oleh Ekonomi Konvensional. Perkembangan Ekonomi Islam saat ini cukup pesat. Di Indonesia Misalnya sejak berdirinya Bank Muamalat Indonesia pada pada tahun 1992, ekonomi Islam di Indonesia mengalami perkembangan dan pertumbuhan pesat.
          Secara kuantitas Berdasarkan data statistik bulan September 2010, Semenjak berdirinya Bank Muamalat Indonesia tahun 1992 sampai 2005 hanya ada tiga Bank Umum Syariah (BUS), 19 Unit Usaha Syariah (UUS), dan 92 Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) dengan total jumlah kantor baru mencapai 550 unit.  Dalam rentang lima tahun (2005- 2010), pertumbuhan perbankan syariah lebih dari dua kali lipat. Jumlah BUS saat ini telah mencapai 10 unit dengan 23 UUS. Selain itu, jumlah BPRS telah mencapai 146 unit dan total jumlah kantor syariah sebanyak 1,640 unit. Secara geografis, sebaran jaringan kantor perbankan syariah juga telah menjangkau masyarakat di lebih dari 89 kabupaten/kota di 33 provinsi. Dari segi aset, perkembangan perbankan syariah meningkat secara signifikan, dari Rp 20,880 miliar (2005) menjadi Rp 83,454 miliar pada bulan  September 2010. Sementara itu, Dana Pihak Ketiga (DPK) mencapai Rp 63,912 miliar dan jumlah pembiayaan sebesar Rp 60,970 miliar.  Dan pertumbuhan-pertumbuhan lain yang masih banyak lagi.
          Pertumbuhan ini disautu sisi sangat membanggakan, tapi disisi lain ada suatu hal yang patut menjadi koreksi. Bahwa pertumbuhan Ekonomi Islam yang didominasi dengan berdirinya banyak lembaga keuangan Syariah haruslah tidak melupakan semangat awal Ekonomi Islam Indonesia. Sebagaimana semangat awal yang dibawa oleh Wirausahawan Arab-Islam dalam melakukan aktifitas Ekonomi Islamnya. Petumbuhan yang ada ditaklah hanya ditujukan untuk mengikuti trend bahwa sekarang Ekonomi Islam lagi gemarnya digandrungi oleh masyarakat dan praktisi ekonomi islam.
           Apalagi sekarang banyak lembaga keuangan Islam yang hanya beriorentasi pada profit, sehingga menghalalkan segala cara yang justru bertentangan dengan norma Islam.  Misalnya dengan banyak lembaga keuangan Islam yang tersangkut hukum karena penggelapan dana nasabah. Maka dari itu, semangat Ekonomi Islam harus dikembbalikan pada semangat awalnya. Suatu semangat yang menjadikan aktifitas Ekonomi Islam untuk menyebarkan nilai-nilai Agung Islam, sehingga Islam menjadi karakter masyarakat Indonesia, selain tujuan mencari profit. Wallahu'alam.


Sumber Gambar : http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/12/01/18/lxzqku-khazanah-ekonomi-islam-baitul-mal

Jumat, 17 Februari 2012

Kemanakah Kasus Lawas??

                                                     
            Belakangan ini publik banyak disibukan dengan berbagai kasus yang terjadi ditingkatan nasional, seperti proyek Wisma Atlet yang menyeret beberapa nama Anggota Dewan terhormat. Anggota Dewan terhormat yang seharusnya melindungi kepentingan dan aspirasi publik, justru kenyataanyasemakin merugikan dan menyesatkan publik. Kasus ini pun menjadi cernaan publik setiap hari dan topik menarik untuk dibahas dimana-mana.
            Namun yang menjadi kegundahan masyarakat adalah tidak kunjung selesainya masalah ini. Ibarat pepatah “Mati Satu Tumbuh Seribu” atau seperti kudis, makin digaruk makin asoi, makin meyebar bagian tubuh yang lain. Begitu juga kasus korupsi di Negeri ini, selesai satu muncul banyak kasus lain lagi atau malah kasus lama tidak terselesaikan. Mau dibawa kemana negeri ini oleh penegak hukum. Malah ada sebagian masyarakat yang berpandangan bahwa jangan-jangan korupsi di Negeri ini telah menjadi budaya.
            Karena telah menjadi budaya, kasus korupsi yang menyeret pejabat publik tidak hanya terjadi di kancah Nasional saja, tetapi juga sudah menyebar sampai kedaerah. Benarlah apa yang dikatakan oleh seorang bijak bahwa pemerintah atau pejabat publik yang korup akan menyebarkan korupsinya kemana-mana. Itulah yang terjadi di negeri ini. Simak saja kasus beberapa tahun lalu yang terjadi di DIY yang melibatkan pejabat publik Sleman.
            Tidak luput pula kasus yang belum terang bendrang yang  sudah dua dasawarna lalu mecuat kembali. Seperti kasus korupsi proyek pembangunan alat komunikasi berbasis CDMA Propinsi DIY pada 2004 dan korupsi dana asuransi jiwa mantan anggota DPRD DIY pada tahun 2002. Untuk kasus Asuransi jiwa, pada saat itu DPRD DIY menganggarkan dana asuransi resiko kerja dan asuransi jiwa sebesar Rp. 4,7 Miliyar. Kebijakan ini dinilai oleh Mendagri menyalahi  ketentuan Mendagri. Menurut Mendagri penentuan dana belanja DPRD diatur melalui pos tersendiri. Ketika itu Tiga anggota Dewan Terhormat yaitu Herman Abdurachman, Nurudin Haniem, dan Muhammad Umar dijadikan terdakwa.
            Sedangkan kasus dugaan korupsi pembangunan proyek alat komunikasi berbasis CDMA berawal dari rencana Pemprov DIY membangun telepon Nirkabel. Karena kebutuhan terhadap hal ini, maka Pemprov DIY membentuk PT Jogya Telepon Cerdas yang bekerjasama dengan Indosat dan menunjuk Bambang Susanto kala itu sebagai Sekda Provinsi DIY sebagai komisaris. Namun, menurut Asisten Intelejen Kejati DIY Henry Budianto bahwa kasus yang menelan dana Rp. 17 miliar itu bahwa pihaknya tidak memenuhi bukti awal kerugian Negara yang cukup, sehingga proses penyelidikan tidak dilanjutkan. Kasus ini sampai pada pencopotan sekretaris daerah Bambang Susanto oleh presiden SBY. Bambang pada awalnya berselisih pendapat dengan  Sultan. Bambang melihat kasus ini dari sisi administrasi, tapi Sultan melihat dari segi politik, sehingga tidak ketemu dan membuat hubungan keduanya tidak harmonis.
Dalam perjalanannya, proyek ini tidak mulus meski tower sudah dibangun dan dana Rp 17 miliar dari APBD telah dikucurkan. Lalu ada kabar bahwa sebagian uang itu digunakan untuk membeli mobil Mercedes seharga Rp 850 juta untuk kegiatan Sultan di Jakarta. Koordinator Jaringan Advokasi CDMA Nanang Ismuhartoyo menemukan sejumlah kejanggalan. Pencairan dana modal CDMA misalnya, tidak ditetapkan dengan peraturan daerah dan surat keterangan otorisasi yang ditandatangani gubernur. Pengeluaran dana APBD sebesar itu seharusnya bukan tanggung jawab Sekda, katanya. Nanang melihat ada usaha saling lempar tanggung jawab antara gubernur dan sekretaris.
            Kedua kasus ini masih dingin ditangan kejaksaan. Belum ada upaya pengungkapan kesua kasus ini keranah publik oleh kejaksaan. Seakan-akan kasus ini sengaja ditutup-tutupi. Oleh karena itu menarik untuk mencari tau kenapa kejaksaan tidak mau mempublikasikan kasus ini. Apakah terkait dengan eksistensi kejaksaan, atau malah kejaksaan punya kepentingan didalamnya, karena akan menyeret pucuk kepemimpinan DIY. Kalau kejaksaan tidak mau menyelesaikan kasus ini secepatnya, maka yang dikhawatirkan oleh masyarakat adalah kasus ini akan terlupakan sehingga tidak dapat diselesaikan dan masyarakat akan semakin tidak percaya dengan penegak hukum.

           
           
           


MATINYA PERAN KELUARGA…


Kasus dugaan korupsi secara nasional, seperti dalam wisma atlet, yang melibatkan beberapa Anggota Dewan terhormat telah menjadi topik menarik untuk dibahas di mana-mana dan dicermati publik. Belum selesai kasus ini dibicarakan publik. Muncul lagi kasus lain yang tidak kalah hot dibicarakan publik, yaitu tingkah laku Pilot yang suka pakai narkoba. Mungkin karena ingin menjalankan salah satu slogan penerbangan “We Can Make Fly” maka para pilot ini berani menggunakan barang haram perusak masa depan.
Perilaku gemar korupsi para politisi dan pejabat negaraserta perbuatan asisula lainya sungguh sangat memalukan bangsa ini. Negara. Mau ditaruh dimana muka bangsa ini kalau selalu saja hal seperti ini selalu terulang kembali. Oleh karena itu perlu untuk mencari apa pangkal utama penyebab terjadinya berbagai hal yang selama ini mengotori raport Bangsa ini. Menurut sebagian pakar bahwa kasus yang terjadi selama ini karena lemahnya kontrol politik dan hukum terhadap pejabat ataupun pelaku kejahatan tersebut. Namun, penulis lebih sepakat bahwa pangkal utama terjadinya berbagai masalah bangsa ini karena lemahnya kontrol keluarga.
Perubahan Fundamental tata nilai sosial masyarakat terajdi akibat Revolusi Industri, memberikan dampak signifikan terhadap perubahan nilai-nilai dalam keluarga. Perubahan yang ditimbulkan misalnya hilangnya instink komunitas secara meluas dari hilangnya rasa memiliki sekelompok orang terhadap sebuah negara bangsa, hilangnya ikatan atau solidaritas komunal, hingga hilangnya ketaatan pada sistem sosial dan normatif yang berlaku (Irwan Abdullah, KOMPAS, 28 Juni 2000).
Bagitupun yang terjadi di Indonesia. Menurut Raymod Aron, Sejak mulainya proses Industrialisasi Indonesia pada abad XIX, telah memberikan dampak dalam perubahan kondisi sosiologis masyarakat. Masyarakat dituntut untuk memperoleh kesuksesan dengan pencapaian ekonomi secara maksimal. Kebahagiaan serasa dicapai ketika ekonomi terpenuhi secara maksimal. Nilai-nilai persaudaraan dan cinta kasih serta rasa pemelikan terhadap bangsa terdistorsi, digantikan dengan budaya pabrik yang individual dan pencapaian ekonomi maksimal. Perubahan-perubahan ini kemudian menjadi penyebab kurangnya kontrol keluarga. Anggota keluarga semakin individualis. Fungsi orang tua sebagai guru pertama untuk anak-anaknya tergerus. Begitu juga anak semakin tidak menaati perintah orang tua.
Kalau kontrol keluarga ini semakin lama tidak dibenahi, maka tujuan utama keluarga yaitu pembentukan karakter anak sesuai nilai moral dari kecil hingga ia dewasa menurut penulis tidak akan tercapai. Padahal pembentukan karakter sesuai nilai moral menjadi suatu hal yang sangat penting dilaksanakan keluarga terhadap anak. Menurut T. Ramli (2003), pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan  pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk  pribadi anak, agar menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan   warga negara yang baik. Adapun kriteria manusia yang baik, warga   masyarakat yang baik, dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat    atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai sosial tertentu, yang  banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Pendidikan karakter berpijak dari karakter dasar manusia, yang bersumber dari nilai moral universal (bersifat absolut) yang bersumber dari agama yang juga disebut sebagai the golden rule. Pendidikan karakter dapat memiliki tujuan yang pasti, apabila berpijak dari nilai-nilai karakter dasar tersebut.
Namun sungguh sangat disayangkan, tidak banyak keluarga yang memahami hal ini. Ketidak pahaman keluarga terhadap hal ini terlihat dari perilaku orang tua yang terlalu memberikan kepercayaan tinggi kepada lembaga formal untuk memdidik karakter anak. Padahal intensitas pembinaan di lembaga formal hanyalah delapan jam belajar, diluar itu pendidikan diserahkan kepada orang tua dirumah. Belum lagi kesibukan orang tua mencari nafkah untuk menghidupi keluarga, semakin membuat orang tua lupa terhadap mendidik anak dirumah. Nampaknya juga kalau pendidikan karakter ini hanya diserahkan kepada lembaga formal, maka apa yang dicanangkan oleh pemerintah dalam hal pendidikan karakter tidak akan terwujud.
Sebagai contoh sekarang banyak para ayah yang rela kerja mencari nafkah dari pagi hingga malam, sehingga melupakan pendidikan dan pembinaan terhadap anak dan istrinya. Namun bukan berarti mencari nafkah tidak diperbolehkan. Akan tetapi bagaimana dalam mencari nafkah tetap tidak melupakan pendidikan keluarga diluar jalur formal atau hanya menyerahkan kepada pembantu dan guru privat. Atau juga perilaku seorang Ibu yang suka keluyuran diluar rumah sehingga melupakan fungsi beliau sebagai ibu bagi anak-anaknya.
Lalu apa korelasi antara pendidikan karakter oleh keluarga dengan kasus korupsi dan tindak asusila selama ini terjadi. Tentu memiliki korelasi bahwa nilai-nilai moral yang ditanamkan sejak dini oleh keluarga nantinya akan menjadi bekal bagi seseorang ketika ia dewasa atau suatu ketika nanti ia menjadi pejabat publik. Maka jangan heran kalau tindak korupsi, manipulatif dan tindak asusila lainya terus terulang selama pendidikan karakter anak sejak dini oleh keluarga belum tuntas. Karena bangsa yang baik ditentukan oleh baiknya masyarakat, dan masyarakat yang baik ditentukan oleh baiknya keluarga sebagai inti terkecil masyarakat. Oleh karena itu sudah sepantasnya para keluarga memberikan perhatian lebih kepada pembentukan karakter anak. Tentunya karakter yang menuju pada kebaikan akhlak dan moral. Wallahu’alam.


Selasa, 07 Februari 2012

PEMERINTAH ‘HAMA’ PERTANIAN


Indonesia tidak dapat dipungkiri lagi adalah Negara yang memiliki potensi pertanian yang dapat dibanggakan dengan negara lain. Potensi lahan pertanian Indonesia terlihat dari luas lahan pertanian di beberapa daerah.. Potensi ini tidak lain dan tidak bukan ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat. Karena pada dasarnya dari sekitar 60% penduduk Indonesia tinggal di pedasaan yang memiliki tingkat pendapatan dibawah rata-rata. Sedangkan 70% dari total penduduk di pedesaan hidup dari pertanian. Sebagian besar adalah petani pangan berupa padi, peternakan, perikanan dan hasil hutan lainnya. Sebagian dari petani itu, 50% adalah petani yang memilik lahan sempit kurang dari 0,5 Ha bahkan Tuna Kisma sehingga bekerja sebagai buruh tani dan buruh perkebunan. Melihat taraf hidup hidup penduduk ini, maka pengelolaan pertanian untuk pertumbuhan ekonomi rakyat dan untuk ketersedian bahan pangan seperti beras pada masa yang akan datang menjadi mutlak.

Dengan pertumbuhan ekonomi hasil pertanian masyarakat, secara tidak langsung akan berpengaruh pada aspek lain, misalnya pendidikan dan kesehatan. Orang dapat menyekolahkan anaknya lebih tinggi ketika ia punya biaya yang cukup. Namun pertumbuhan ekonomi rakyat dan ketercukupan bahan pangan untuk masa depan seakan hanya menjadi impian belaka. Betapa tidak, kondisi pertanian Indonesiapada saat ini sungguh memprihatinkan. Hal ini terlihat dari beberapa hal, pertama, Kemampuan pertanian untuk memenuhi kebutuhan pangan sendiri dalam negeri, relatif telah dan sedang menurun dengan sangat besar. Pada waktu ini Indonesia berada dalam keadaan "Rawan Pangan" bukan karena tidak adanya pangan, tetapi karena pangan untuk rakyat Indonesia sudah tergantung dari Supply Luar Negeri, dan ketergantungannya semakin besar. Kedua, Pasar pangan amat besar yang kita miliki diincar oleh produsen pangan luar negri yang tidak menginginkan Indonesia memiliki kemandirian di bidang pangan.

Ditambah lagi dengan terlibatnya pemerintah Indonesia pada pengadopsian kebijakan pangan ala neo liberal selama 20 tahun terakhir yang sangat pro pasar bebas (free market). IMF dalam hal ini sebagai lembaga keuangan Internasional yang sangat berpengaruh dalam mengarahkan dan mendikte kebijakan suatu Negara. Kebijakan-kebijakan pemerintah Indonesia yang dipengaruhi oleh IMF antara lain yaitu penghapusan dan atau pengurangan subsidi, penurunan tarif inpor komoditi pangan yang merupakan bahan pokok seperti beras, dan pengurangan peran pemerintah dalam perdagangan bahan pangan, contohnya merubah BULOG dari lembaga pemerintah non-departemen menjadi perusahaan umum yang dimiliki pemerintah.

Kebijakan ini dari sisi lain menjadikan para petani merasa dirugikan. Misalnya yang berkaitan langsung dengan pegurangan dan penghapusan subsidi, telah menyebabkan harga bahan obat-obatan seperti pupuk yang diperlukan petani untuk menyuburkan dan mempercepat penanaman menjadi semakin mahal dari hari ke hari. Misalnya Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian yang mulai berlaku pada tanggal 1 januari 2012 harga eceran tertinggi (HET) pupuk urea Bersubsidi naik 12,5 persen menjadi Rp. 1800 per kilogram dari sebelumnya Rp. 1600 per kilogram. Kenaikan harga pupuk mungkin bagi sebagaian petani yang menerima begitu saja keputusan ini tidak menjadi masalah. Akan terapi bagi sebagian petani petani yang tidak mampu membeli pupuk dengan harga tinggi hal ini terasa berat.

Tidak hanya menaikan harga pupuk, petani pun semakin kecewa dengan sikap pemerintah yang cenderung megimpor beras dari luar negeri dengan alasan untuk memenuhi kebetuhan dalam negeri, terlebih lagi dengan pengalihan lahan pertanian menjadi pabrik-pabrik dan bangunan megah tercatat sekitar 100-110 Hektar per tahun. Sehingga mengakibatkan potensi hilangnya produksi padi sekitar 506.000 per tahun. Di Yogyakarta misalnya menurut data BPS terjadi penurunan Produksi padi dari 837.930 ton pada tahun 2009 menjadi 804.772 pada tahun 2011.

Kekecewaan petani pun semakin berlanjut. Sekarang terlihat bahwa pemerintah tidak lagi berpihak kepada petani. Kalau dulu petani dirugikan dengan Hama berupa hewan yang suka memakan dan merusak padi petani, sekarang Hama itu bertamah tidak hanya dari hewan tetapi juga dari wujud yang lain. Pemerintah adalah wujud baru ”Hama” Pertanian. Hal ini sungguh sangat disayangkan. Padahal pembangunan pertanian dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM) 2010-2014 Pemerintah Indonesia sangat menjamin kesejahteraan petani untuk peningkatan produksi pertanian. Kebijakan ini mungkin hanya ditulis dengan rapi kemudian disimpan dalam lemari dan tidak dibaca lagi sehingga pemerintah lupa. Oleh karena itu dirasa perlu untuk di evaluasi.

Melihat hal ini, harus segera dilakukan pembenahan, baik bagi pemerintah maupun petani. Menurut Prowse dan Chimhowu (2007) dalam studinya yang bertajuk “Making Agriculture Work for The Poor” ada tiga hal yang hatus dilakukan oleh pemerintah untuk mendorong pertumbuhan pertanian. Pertama pentingnya pembangunan infrastruktur yang mendukung perekonomian masyarakat. Infrastruktur merupakan faktor kunci dalam mendukung program pengentasan kemiskinan yang dalam hal ini petani di pedesaan. Di Vietnam, pesatnya penurunan angka kemiskinan tak lepas dari tingginya investasi untuk pembangunan irigasi dan jalan yang mencapai 60 persen dari total anggaran sektor pertanian mereka pada akhir dekade 1990-an. Hal yang sama juga dilakukan di India yang membangun infrastruktur pedesaan. Bahkan di Ethiopia yang pernah mengalami krisis pangan dan kelaparan pada pertengahan dekade 1980-an, perbaikan jalan di pedesaan dan peningkatan akses pasar bagi para petaninya mampu mengangkat tingkat kesejahteraan para petaninya.
Kedua, perluasaan akses pendidikan. Pendidikan memainkan peranan yang penting dalam mengentaskan kemiskinan di pedesaan melalui tiga saluran yakni dimana tingkat pendidikan berkaitan erat dengan peningkatan produktivitas di sektor pertanian itu sendiri. Kemudian, pendidikan juga berhubungan dengan semakin luasnya pilihan bagi petani untuk bisa bergerak di bidang usaha di samping sektor pertanian itu sendiri yang pada gilirannya juga akan dapat meningkatkan investasi di sektor pertanian. Terakhir, pendidikan juga berkontribusi terhadap migrasi pedesaan–perkotaan. Namun demikian di India, Uganda, dan Ethipia migrasi terjadi antar desa. Buruh tani yang berpendidikan di Bolivia dan Uganda lebih memiliki posisi tawar yang tinggi dalam hal upah yang lebih baik.

Ketiga adalah penyediaan informasi baik melalui kearifan lokal setempat maupun fasilitasi dari pemerintah. Karena pada umumnya petani adalah orang miskin yang memiliki modal sosial rendah sehingga kesulitan dalam akses terhadap informasi, misalnya informasi mengenai teknik-teknik pertanian terbaru, informasi pemasaran hasil pertanian, dan informasi mengenai pasar yang potensial untuk hasil pertanian. Termasuk menyediakan pupuk yang murah merupakan kebijakan pemerintah dalam menyediakan fasilitas bagi masyarakat. Adapun bagi masyarakat, pembenahan dapat dilakukan dengan cara menigkatkan kemandirian petani sehingga tidak selalu bergantung pada bantuan pemerintah dan memanfaatkan potensi sumber daya kawasan atau pedesaan untuk pertumbuhan pertanian seperti pembuatan pupuk organik secara mandiri. Wallahu’alam.


*Penulis adalah Pegiat Forum Malam Jum'at Kliwon