Sakit memang bagi dua insan saling cinta tapi tak bertemu di
pelaminan. Ada karena cintanya sejak awal tak berbalas. Ada juga yang berbalas
tapi kandas. Bagi mereka ini dunia seakan mau kiamat saja, tak ada harapan lagi
untuk melanjutkan hidup jikalau tak bersama si dia yang dicintai.
Agama memang tidak melarang ia yang jatuh cinta. Karena cinta
adalah syarat bertemunya dua insan. Ia bagaikan tanda plus dan minus pada
gelombang elektro magnetik yang dapat menyatu jika disatukan. Ia adalah kumpulan
dari keping-keping kehidupan yang mencari perekat bersatu. Ia menjadi karunia
bagi setiap insan di dunia.
Cinta fitrah setiap insan. Ia bisa datang kapan dan dimana
saja. Tidak kenal ia tukang parkir sampai pemimpin negara sekalipun, pernah merasakan
cinta. Pun demikian halnya, tak ayal banyak yang jatuh cinta karena pertemuan
di tempat yang tidak disangka sebelumnya.
Cinta isyarat mata kepada hati. Mata dapat berkata kepada hati
bahwa itu baik untuk dicintai. Ataupun hati dapat menyangkal sebaliknya bahwa
ia tidak baik. Semuanya tergantung seberapa jauh kebersihan hati dan mata
seseorang, sehingga menjaganya adalah mulia.
Mencintai tapi tidak bertemu fisik itu menyakitkan. Orang jatuh
cinta bisa, bisa jatuh sakit, bisa hilang kendali karenanya. Karena itu berharap
bertemu orang dicintai di pelaminan sah-sah saja. Tidak ada larangan kepada
setiap insan mengharapkan orang yang ia cintai untuk bersanding bersama,
mengarungi bahtera rumah tangga. Sebagaimana Fatimah dahulu pernah mencintai
Ali, dan mereka akhirnya bertemu dalam suatu ikatan suci.
Tapi cinta tak selamanya sesuai harapan. Orang-orang yang saling
cinta pada awalnya, tidak dengan sendirinya dapat saling memiliki. Kebanyakan dari
mereka kandas satu langkah terakhir menuju ijab qobul. Bisa karena tidak
direstui, atau bahkan kalah langkah dengan yang lain hanya selisih hitungan
detik, menit, jam, hari saja.
Lebih menyakitkan lagi, jika sejak awal tahu bahwa cintanya
tak berbalas, atau malah bertepuk sebelah tangan. Ada banyak Ikhwan ataupun
akhwat (sebutan bagi lelaki/wanita dalam dunia dakwah) pun banyak
mengalami hal ini. Dan ternyata sang pujaan hati, malah menerima seseorang yang
tidak pernah dibayangkan sebelumnya. Atau bahkan dalam persepsi ia orang ini
lebih ‘minim’ kapasitas dibandingkan dirinya.
Letak permasalahannya sebenarnya pada bagaimana seseorang
menyikapi setiap pemberian Allah kepadanya. Jangan dikira orang-orang yang ada
dalam dunia dakwah sekalipun,
melewati ini dengan enteng. Tak sedikit pula yang menangis meraung-raung sampai
berhari-hari. Bakhan Tak sedikit yang tidak kuat melewatinya sehingga mereka
mundur teratur dari dunia dakwah. Seakan dunia ini akan selesai saja
jika bukan ia, atau akan bahagia jika bersama dia. Padahal lupa akan peringatan
Allah: bisa jadi apa yang kamu anggap baik belum tentu baik menurut Allah. Ataupun
sebaliknya apa yang kau anggap buruk, belum tentu buruk menurut Allah.
Pada akhirnya orang-orang yang mencintai hanya bisa meminta
dalam setiap doanya dan mengikhtiarkan dalam perbaikan diri, dan Allahlah yang
akan memberikan kepada ia jawaban setiap doanya yang terbaik menurut Allah dan
sesuai dengan apa yang ia butuhkan bukan apa yang ia inginkan. Semoga Allah
mengaruniakan cinta yang Ia titipkan, bukan cinta yang pernah ditanam.