Senin, 30 April 2012

Pasar Tradisional dalam Jerat Kapitalis


 

        Pasar sebagai suatu sistem memiliki berbagai wajah yang selama ini saling silap baik dalam pemahaman konseptualnya maupun dalam konteks peletakannya sebagai suatu isnstitusi. Secara konseptual sistem pasar mengacu kepada mekanisme interaksi antara permintaan dan penawaran yang mengarah pada penentuan nilai tambah yang dikenal dengan mekanisme pasar. Sebagai suatu institusi pasar menggabungkan lebih banyak variabel diluar permintaan dan penawaran, seperti ideologi, tujuan politik, adat istiadat, nilai-nilai agama dan lain sebagainya.

Di Indonesia, dalam parakteknya sampai pada tahun 1970-an praktik permintaan dan penawaran dilembagakan dalam sebuah intitusi berupa Pasar Tradisional. Pasar tradisional inilah yang banyak dikenal oleh masyarakat kita dari dulu hingga sekarang yang menyajikan kebutuhan sehari-hari. Ditempat ini konsumen berbelanja kebutuhan sehari-hari mereka. Dipasar ini pula masyarakat bebas mendagangkan barang yang mereka miliki tanpa dililit aturan yang rumit. Pasar tradisional tidak hanya menciptakan proses permintaan dan penawaran, lebih jauh dari itu pasar tradisional berhasil menciptakan interaksi sosial antar masyarakat dan bahkan dapat mempengaruhi ideologi maupun pandangan politik.
Namun, apa yang terjadi dengan pasar Tradisonal sekarang? Pasar Tradisonal lambat laun mulai ditinggalkan masyarakat. Masyarakat mulai beralih pada pasar modern yang saat ini mulai berkembang pesat, seperti Speciality Store, Conveinent Store, Club Store, Hypermarket, Supermarket, dan Departmen Store. Bukan apa-apa, alasan masyarakat beralih ke pasar modern banyak dipengaruhi oleh service yang ditawarkan, seperti tempat yang bersih, udaranya sejuk, produk-produknya pilihan, dan barang-barangnya komplit dan perlu bersusah-susah untuk membelinya.
Melihat hal ini, pemerintah mulai menggalakan mengambil inisiatif untuk membuat pasar Tradisional semi modern, seperti pasar XT Square di Jogjakarta. Namun, pemerintah lupa bahwa pasar Tradisional buatan seperti ini, yang sengaja diciptakan bukan berasal dari interaksi masyarakat secara turun temurun, ternyata dapat mengikis budaya masyarakat. Bahkan Pasar Taradisional seperti ini malah tidak memberikan peluang kepada masyarakat umum untuk masuk menawarkan produknya, dan lebih didominasi oleh pengusaha-pengusaha “Teman” pemerintah yang cenderung pro-kapitalis.
Lalu apa sebenarnya yang harus dilakukan pemerintah? Pemerintah harusnya melakukan peremajaan pasar tradisional. Dengan konsep pasar induk terintegrasi, yang memberikan ruang-ruang bagi para pedangan untuk menawarkan barangnya seefisien mungkin. Dan tetap menjaga keramahan lingkungan pasar tradisional yang ada selama ini, agar memberikan kesejukan kepada para konsumen untuk membeli barang. Pemerintah pun harus tetap menjaga tetus hidupnya pasar Tradisional, karena dari sanalah masyarakat banyak bergantung hidup, dan membuat regulasi yang tetap menguntugkan pedagang kecil. Sehingga dengan demikian Pasar Tradisional tidak semakin dalam Jeratannya oleh para kapitalis yang menciptakan pasar baru untuk memperkaya diri sendiri. Allahu A’lam.

            

Senin, 09 April 2012

Ruh BMT Indonesia



            Semangat Ekonomi Islam di Indonesia, menurut penulis sudah ada sejak lama yang dibawa oleh para niagawan muslim dalam menyebarkan Islam di Indonesia jauh sebelum berdirinya bank Muamalat  pada tahun 1992. Dalam teori Mekah yang dikemukaan oleh Prof. Buya Hamka, Islam masuk ke Indonesia dibawa oleh wiraniagawan muslim dari Arab, yang semangat mereka pada saat itu tidak hanya berniaga, tetapi juga untuk menyebarkan nilai-nilai Islam ditengah masyarakat Indonesia. Semangat Ekonomi Islam yang dibawa pada saat itu tidak hanya menjadikan kegiatan ekonomi semata-mata untuk bisnis, tetapi lebih jauh dari itu kegiatan Ekonomi pada saat itu dijadikan sebagai sarana oleh para pedagang muslim untuk menyebarkan nilai-nilai Islam, sehingga Islam menjadi Spirit perjuangan untuk membebaskan Indonesia dari cengkraman penjajah.
            Semangat itulah yang harusnya dijadikan oleh pelaku Ekonomi Islam sebagai pemicu dalam mengembangkan Ekonomi Islam dimasa sekarang maupun yang akan datang. Apalagi ditengah-tengah krisis Ekonomi Global yang banyak disebabkan oleh ketidak adaannya ketersambungan antara Ekonomi Makro dengan tataran Riilnya yaitu Ekomoni Mikro.
            Diitengah-tengah ketidak tersambungannya  Ekonomi Makro dengan Mikro yang banyak dialami oleh praktik Ekonomi Konvensional, Ekonomi Islam menawarkan sebuah solusi untuk menjembataninya. Baitul Mal Wa Tamwil atau sering disingkat dengan BMT lah salah satu Instrumen Lembaga Ekonomi Islam yang ditawarkan untuk menjembatani antara Ekonomi Makro dan Mikro. Sehingga BMT menjadi salah satu corong yang bersentuhan langsung dengan tataran riil masyarakat. Sehingga harapannya BMT dapat menjadi solusi alternatife dalam menyelesaikan berbagai permasalahan Masyarakat, khususnya dalam bidang peningkatan Ekonomi.
            Namun, yang perlu diperhatikan adalah semangat ataupun Ruh yang dibawa oleh BMT dalam mengembangkan transaksi Ekonominya dalam rangka penyelesaian permasalahan masyarakat, bangsa dan Negara haruslah bertitik tolak dari semangat wiraniagawan Muslim di Indonesia pada zaman dahulu. Ruh yang dibawa tidak hanya menjadikan aktifitas ekonomi BMT semata-mata untuk kegiatan Bisnis, tetapi yang jauh lebih penting dari itu adalah menjadikan pula aktifitas Ekonomi BMT sebagai kawacandra dimuka dalam penyebaran nilai-nilai Islam ditengah-tengah masyarakat. Dengan semangat ini, harapannya sikap skeptis masyarakat yang timbul oleh ketidak profesionalan sebagian BMT dalam mengelola dana masyarakat bisa terminimalisir