Oleh: Rifadli Kadir
(Ketua KAMMI UIN Sunan Kalijaga Rumpun Darunnajah)
(Ketua KAMMI UIN Sunan Kalijaga Rumpun Darunnajah)
kontradist.blogspot.com |
Hari ini (01/05)
merupakan “Hari Raya” kaum buruh (May day), hari ini pula seluruh ataupun sebagian elemen
masyarakat dan mahasiswa kembali turun kejalan. Ada beberapa hal menjadi
tuntutan, diatanyaranya penolakan terhadap upah rendah atau tingkatkan upah,
tolak outsourcing dan beberapa hal
lainnya. Aksi ini terjadi hamper diseluruh bagian Republik ini. Republik yang
dicintai kaum buruh, tapi tak cinta pada kaum buruh.
Gerakan buruh di Indonesia
sebenarnya sudah lama ada. Gerakan buruh yang massif diawali dari gerakan
individu buruh yang berasosiasi dengan buruh lainnya membentuk semacam majelis
(perkumpulan). Melalui Majelis ini kemudian para buruh bernaung dan melakukan
rencana-rencana taktis apa yang akan mereka ambil dalam menyikapi kebijakan
pemerintah yang tentunya akan merugikan mereka. Sebagai gerakan yang
menggunakan massa dalam jumlah besar dalam misi perubahan, gerakan buruh
termasuk dalam klasifikasi gerakan sosial yang tentunya memiliki karakteristik
sebagai gerakan sosial.
Konsep Gerakan Sosial
Sebagai gejala sosial tidak ada
definisi tunggal mengenai gerakan sosial. Giddens (1993: 642) mendefinisikan
gerakan sosial sebagai upaya kolektif untuk mengejar suatu kepentingan bersama,
atau mencapai tujuan bersama melalui tindakan kolektif (collective action) diluar lingkup lembaga-lembaga yang mapan.
Upaya kolektif yang dilakukan
oleh gerakan sosial ditujukan untuk perlawanan politik. Perlawanan politik oleh
gerakan sosial biasanya terjadi ketika para elit pemegang kekuasaan melakukan
diskriminasi kebijakan. Pada tahap ini individu gerakan sosial yang terdiri
dari masyarakat biasa, buruh, petani ataupun lembaga swadaya bergabung melawan
para elit kekuasaan. Kolektivisme dalam gerakan sosial tentunya diarahkan untuk
menciptakan perubahan sosial (Social
Movement).
Perlawanan politik adalah salah satu tujuan adanya gerakan sosial. Akan tetapi tidak semua bentuk perlawanan politik dapat dikategorikan sebagai gerakan sosial. Menurut Tarrow (1998: 4-7), konsep gerakan sosial harus memilik empat karakterstik dasar.
Perlawanan politik adalah salah satu tujuan adanya gerakan sosial. Akan tetapi tidak semua bentuk perlawanan politik dapat dikategorikan sebagai gerakan sosial. Menurut Tarrow (1998: 4-7), konsep gerakan sosial harus memilik empat karakterstik dasar.
Pertama,
adanya tantangan kolektiv. Hal ini diartikulasikan dengan tindakan menggangu,
mengahalangi atau membuat ketidakpastian pada pihak lain. Dalam aksi
kolektivnya gerakan sosial biasanya disimbolisasikan lewat slogan, corak
pakaian dan musik, atau penamaan baru objek-objek yang familiar dengan symbol
berbeda atau baru.
Tantangan
kolektif ini merupakan karakteristik paling umum sebuah gerakan sosial. Ini
disebabkan karena pada tahap ini gerakan sosial memiliki keterbatasan sumber
daya berupa dana, organisasi ataupun akses terhadap negara. Karena itu untuk
menciptakan klaim penentangan sangat diperlukan dan di sinilah gerakan sosial
mendapatkan perhatian dari pihak ketiga
Kedua, adanya tujuan bersama.
Dalam gerakan sosial tujuan bersama diarahkan pada menyusun klaim bersama
menentang pihak lawan, pemegang otoritas, atau para elit. Ketiga, solidaritas
dan identitas kolektif. Biasanya solidaritas dalam gerakan sosial didapati
karena kesamaan nasib, agama, etnis atau lainnya. Identitas dalam gerakan
sosial berfungsi untuk menciptakan solidaritas bersama.
Keempat, memelihara politik
perlawanan. Berlangsungnya ketiga hal di atas secara berkelanjutan merupakan
cara untuk memelihara agar politik perlawanan tetap senantiasa bergelora.
Kontinuitas politik perlawanan dalam interaksi dengan pihak lawan menghendaki
untuk terjadinya gerakan sosial yang dapat merubah keadaan sosial sesuai yang
diinginkan bersama.
Empat hal di atas menjadi
prasyarat suatu gerakan itu bisa dikategorikan sebagai gerakan sosial. Gerakan
buruh di Indonesia, secara umum masuk dalam kategori tersebut. Pertama, gerakan
buruh Indonesia memiliki tujuan bersama yang senantiasa diartikulasikan dalam
setiap aksi massa. Kedua, adanya identitas dan solidaritas kolektif pun ada
pada gerakan buruh di Indonesia. Dan ketiga, senantiasa memelihara politik
perlawanan.
Eksistensi Gerakan
Gerakan
buruh sebagai gerakan sosial ditantang oleh ruang dan waktu untuk tetap eksis
memperjuangkan visinya sebagai wadah perjuangan kepentingan buruh. Dari segi internal
perubahan strategi dan taktik gerakan untuk merespon ruang dan waktu yang
berbeda adalah pilihan ijtihad yang harus
senantiasa menjadi perhatian. Lapuknya gerakan ini bisa jadi dikarenakan
kemuakan atapun kebosonan dengan cara ekspresi melalui aksi massa.
Dari sisi eksternal, gerakan
buruh akan senantiasa vis a vis
dengan kapitalisme hasil perkawinan pengusaha dan penguasa yang selama ini
mengangkangi. Penyesuaian karakter gerakan buruh dengan tipikal kapitalisme
dari waktu ke waktu pun tentunya menjadi
satu hal yang signifikan bagi eksistensi gerakan ini. Semoga Gerakan Buruh
tetap eksis memperjuangkan hak-haknya, dan membuka mata para kapitalis. Allahu’alam. []
Tidak ada komentar:
Posting Komentar