Oleh: Rifadli Kadir
(Social
and Economic Research Adzkiya Centre)
“Orang awam saat ini
pasti terkejut kalau tahu betapa sistem finansial global, walaupun tangguh,
berada di bawah ancaman yang membahayakan keberlangsungan hidupnya. Hal ini
merupakan ancaman psikologis yang membawa efek massal dan bisa menghasilkan
kekacauan bagi ekonomi dunia maju”
(David
M. Smick)
Krisis dunia 2007-2008 baru awal, begitulah salah satu
kalimat yang berada di cover buku The World is Curved (2008) yang ditulis
oleh David M. Smick. David M. Smick adalah penasihat ekonomi para presiden AS,
baik dari Demokrat maupun Republik. Ia adalah salah satu pakar strategi
keuangan global paling terkemuka di dunia saat ini. Smick kini menjadi CEO
Jonhson Smick International Inc., konsultan pasar finansial di Washington, D.C.
Sebagai seorang penasehat ekonomi para presiden AS ia mengetahui dengan pasti
apa sebenarnya penyebab krisis AS dan dunia.
marriottschool.byu.edu |
Pada bukunya
tersebut Smick membuat satu metafora menarik bahwa pasar finansial itu ibarat kakek
kaya raya, murah hati, tetapi terkadang paranoid. Biasanya kakek yang murah
hati ini memberi uang dengan tenang dan bijak di dalam keluarga, membaca risiko
dan potensi investasi yang berhubungan dengan skenario yang dimiliki
masing-masing anggota keluarga dengan hati-hati. Tetapi, terkadang, perasaan
paranoid mendalam yang muncul tiba-tiba menguasainya. Tiba-tiba mengkhawatirkan
lanskap yang ada, kakek yang panik ini menghentikan suplai uang. Apa yang
mencetus paranoid dadakan itu? Semua itu tentang kurangnya informasi yang
jelas, tanpa ambiguitas, dan terpercaya tentang apa yang sebenarnya sedang
terjadi. Jadi kakek itu mengira kalau keluarganya tidak mengatakan semua yang
perlu dia ketahui; mereka menahan informasi darinya.
Selama
krisis kredit besar tahun 2007-2008, si kakek yang pemurah itu panik, bukan
karena kegagalan kredit perumahan subprime,
ataupun gelembung perumahan di AS yang menyebar ke luar batas pantainya. Pasar
keuangan dunia paham sekali dengan perkembangan ini. Panik yang terjadi
disebabkan karena tiba-tiba tidak ada yang bisa mengatakan institusi keuangan
mana yang menyimpan limbah subprime yang
beracun itu, dan diangka berapa. Situasi tersebut diperparah oleh munculnya
komplesiktas tiba-tiba di tengah sistem finansial sebagai hasil dari
sekuritistasi, yang mengurangi transparansi.
Kurangnya
informasi yang jelas atau kurangnya
transparansi dalam pasar finansial berefek psikoligis bagi pemain pada pasar
tesebut. Ketakutan akan turunnya nilai dan kebahagian akan naiknya nilai pada
pasar finansial adalah satu kegajala somatis yang akar mulanya berasal dari spekulasi
terhadap pasar finansial. Banyaknya spekulasi menyebabkan orang begitu mudah
menyalurkan uangnya dan tiba-tiba menarik uangnya dengan cepat, akhirnya hal
semacam ini berakibat pada berkurangnya likuiditas. Menurut Smick likuditas
mungkin saja tidaklah lebih daripada kepercayaan. Esensinya keberlangsungan
hidup dari sistem finansial di dunia bergantung pada permainan kepercayaan
global. Kurangnya kepercayaan global
(likuiditas) dapat dikatakan menjadi salah satu problem yang kemudian sering
menyebabkan krisis ekonomi di dunia. Tipikal semacam ini yang kemudian disebut
sebagai fenomena ekonomi gelembung (bubble
economic) ataupun ‘Ekonomi Ponzi’.
Somatis ‘Ekonomi Ponzi’
Seperti
telah dijelaskan di atas bahwa salah satu penyebab krisis ekonomi adalah
ekonomi gelembung (bubble Economic)
ataupun ‘Ekonomi Ponzi’. Salah satu metafora yang dapat menggambarkan ‘Ekonomi
Ponzi’ ini adalah sebuah balon. Ibarat sebuah balon pasar finansial jika ditiup
akan sampai terlihat besar dari semula. Semakin besar balon ditiup maka akan
semakin sensitif dan kemungkinan untuk pecah tersentuh apapun semakin besar.
Begitu juga pasar finansial yang terlihat amat besar, tetapi bisa diruntuhkan
hanya oleh tangan satu orang.
Ada banyak
analisis terkait dengan kehancuran pasar finansial AS mulai dari kebijakan
defisit besar Presiden Bush, kebijakan suku bunga rendah di era Greenspan,
sampai tindakan spekulatif para petinggi perusahaan, seperti dilakukan Dick
Fauld, CEO Lehman Brothers. Lalu apa inti masalahnya? Menurut A. Prasetyantoko
dalam bukunya Krisis Finansial: dalam
Perangkap Ekonomi Neoliberal ada dua jawaban yang berimplikasi pada
perbedaan kebijakan. Pertama, gejolak ini semata-mata kesalahan prosedur tata
kelola yang mengakibatkan fenomena kegagalan (market fairlure). Kedua, agak kurang populer, akar masalah ada
pada sifat alamiah perekonomian itu sendiri.
Pada
alasan kedua kemudian Prasetyantoko menjelaskan bahwa sumber instabilitas
ekonomi (finansial) ada pada dirinya sendiri (endogen), bukan faktor luar
(eksogen). Secara teknis, krisis terjadi jika pelaku ekonomi terlalu ekspansif
dan spekulatif dalam kebijakan keuangan sehingga tak mampu membayar kewajibannya.
Untuk melunasi hutangnya, seluruh aset harus dijual (likuidasi).
Pasar
finansial perlu diakui mendatangkan keuntungan besar secara seketika bagi yang
beruntung. Tetapi ekspektasi mendapatkan keuntungan besar tidak lepas dari rasa
takut akan kehilangan finansial secara seketika pula. Ditambah lagi dengan kurangnya
informasi (Asymetric information) dalam pasar finansial
menambah rasa was-was dan takut para pelaku pasar finansial kalau-kalau terjadi
apa-apa pasa bisnis mereka. Hal-hal semacam ini membawa dampak perubahan pada
perilaku pelaku pasar finansial (misalnya spekulasi yang tinggi) yang oleh penulis
diistilahkan dengan Somatis ‘Ekonomi Ponzi’.
Survive BMT
BMT adalah singkatan dari Baitul
Maal Wat Tamwil. BMT merupakan salah satu Lembaga Keuangan Syariah (LKS)
yang mengambil peran pada pembiyaan usaha ekonomi mikro masyarakat. Pada
beberapa BMT juga disediakan produk investasi dengan akad bagi hasil dengan
modal dari salah satu pihak (Mudharabah)
ataupun dengan modal dari kedua belah pihak (Musyarakah).
Berbeda
dengan pasar finansial dengan produk keuangan derivatifnya yang banyak tidak berimplikasi secara
langsung pada sektor riil dan masyarakat kecil, BMT memberikan solusi investasi
alternative yang lebih menyentuh sektor riil dan masyarakat kecil. Keberpihakan
produk investasi BMT pada sektor riil dan masyarakat kecil membuat BMT lebih
aman dari krisis finansial. Krisis 98 menjadi contoh penting yang mempotret betapa
Lembaga Keuangan (finansial) yang dapat bertahan (survive) saat krisis terjadi adalah mereka yang assetnya menyentuh
sektor riil dan masyarakat kecil.
Kedepannya
sejak krisis Subprime Mortgage AS
seperti yang diramalkan oleh Alan Greenspan akan terjadi Abab Prahara yang
ditandai dengan kehancuran Ekonomi Dunia pada abad 21. Lagi-lagi harus menilik
apa sebenarnya penyebab kehancuran, yaitu spekulasi yang berimplikasi pada
berkurangnya likuiditas. Tentunya kita semua tidak menghendaki terjadi
kehancuran ini dimasa mendatang, secepat mungkin memilih solusi alternatif dengan
memilih investasi yang lebih aman dari krisis, berdampak pada sektor riil dan
masyarakat kecil, misalnya melalui Baitul
Maal Wat Tamwil. Allahu’alam []
Tidak ada komentar:
Posting Komentar