Selasa, 27 Desember 2011

TERJAJAH SETELAH PENJAJAHAN




Perang fisik telah usai. Penjajah-penjajah pun telah pergi meninggalkan negeri ini. Namun ada luka yang tidak bisa dihapuskan yang dibawa oleh para penjajah. Belanda misalnya. Ketika Belanda menjajah Indonesia, tidak hanya dalam militer, tetapi juga dalam ekonomi. Kita bisa melihat dengan adanya VOC. Vereenigde Oostindische Compagnie (Perserikatan Perusahaan Hindia Timur atau Perusahaan Hindia Timur Belanda) yang didirikan pada tanggal 20 Maret 1602 adalah perusahaan Belanda yang memiliki monopoli untuk aktivitas perdagangan di Asia.
Sejak kolonialisme melalui VOC ini dimulai pada tahun 1602, belanda mulai menerapkan politik drainage selama kurun waktu 197 tahun (1602-1799). Selama kurun waktu tersebut Belanda mulai mencapkan kuku kekuasaannya di Indonesia. Salah satu tujuan dari pengusaan kekuasaan oleh Belanda adalah pengerukan kekayaan alam Indonesia sebanyak-banyaknya. Kekayaan alam dieksploitasi, masyarakat Indonesia dijadikan Budak untuk memenuhi kebutuhan Belanda. Sehingga yang terjadi adalah bangsa Indonesia menjadi menderita ditanah Airnya sendiri.
Begitulah terminologi penjajahan. Pergi kesuatu daerah atau bangsa, membumihanguskan masyaraktnya, mengusai, lalu mengeksploitasi kekayaannya. Itulah salah satu luka yang dibawa oleh penjajahan dalam hal ini belanda. Namun apa artinya luka, kalau tidak diobati dan dijadikan sebuah pelajaran. Namun, sangat disayangkan, alih-laih mengambil pelajaran, Indonesia malah mendekati dan memminta tolong pada kolonialisme baru.
Lihat saja dengan terlibatnya Indonesia pada suatu perjanjian yaitu “Washington Consensus” yang tidak lain hal ini adalah wajah kolonialisme baru yang lebih halus. Tidak terlihat secara nyata, tetapi sangat mematikan. Bahkan ada adigium yang menyatakan bahwa tidak mungkin seseorang akan menjadi presiden Indonesia ketika tidak setuju dengan perjanjian ini. Perjanjian ini mengakibatkan Indonesia terjajah lagi setelah penjajahan.
Dampak dari penjajian ini bisa dilihat dengan bergejolaknya Papua dengan kasus Freeportnya. Sebenarnya kalau mau jujur, masyarakat Papua tidak mendapatkan apa-apa dari Perusahaan tersebut selain kesengsaraan dan kerugian yang besar karena kekayaan alam mereka dieksploitasi besar-besaran. Dan alasan bahwa Freeport dapat meningkatkan pendapatan Negara pun sungguh sangat diluar batas kemanusian. Betapa tidak, Indonesia yang memiliki kekayaan alam, hanya dikasih pajak yang tidak sebanding besarnya dengan kekayaan alam yang dikeruk oleh Freeport. Begitulah wajah penjajahan baru, meninggalkan luka yang tidak hanya sementara, tetapi juga berkepanjangan. Salah satu hal yang bisa dilakukan adalah melati kemandirian untuk tidak selalu bergantung pada orang lain atau negara lain, dengan cara mendukung program kemandirian ekonomi masyarakat. Allahu’alam.

Jumat, 16 Desember 2011

JANGAN SELALU SALAHKAN PEMERINTAH


Masalah Bangsa Indonesia akhir-akhir ini, mulai dari kasus century, BLBI, Mafia Pajak, dan lain-lain tidak terasa banyak menyita perhatian publik. Ditambah lagi dengan begitu gencarnya media mempublikasikan masalah ini kepada khlayak publik. Sehingga menjadi sesuatu yang sangat menarik untuk dibicarakan, bahkan sampai menjadi opini tersendiri ditengah-tengah publik.
Hal ini tentunya berimplikasi terhadap persepsi publik dalam hal ini masyarakat, baik persepsi ini baik maupun buruk. Secara baik dampak dari tebukanya informasi tentang masalah Bangsa ini terhadap masyarakat adalah menjadi tahunya masyarakat terhadap masalah yang dihadapi bangsa ini. Walaupun, entah masyarakat faham akan bahasa media yang cenderung direkayasa atau tidak.
Akan tetapi, pemberian informasi oleh media terhadap masalah ini juga memiliki dampak buruk. Salah satu dampak buruk yang ditimbulkan adalah menjadi marahnya atau tidak percayanya masyarakat terhadap pemerintah, dan cenderung menggeneralisir semua yang ada di pemerintahan adalah sama. Hal ini tidak salah, karena masyarakat berhak atas hak untuk menentut terhadap pemerintah yang merupakan wakil dari masyarakat.
Terlepas dari pengaruh media yang memberikan dampak yang begitu signifikan terhadap perubahan opini dan tingkah laku masyarakat, ada hal yang menarik untuk dicermati yaitu bagaimana masyarakat merespon setiap masalah yang diberitakan oleh media. Salah satu cara masyarakat merespon masalah adalah cenderung menyalahkan dan tidak memberikan solusi.
Cara merespon dengan cenderung menyalahkan inilah yang kemudian selalu terbangun dimasyarakat. Mereka memandang bahwa pemerintahlah yang menjadi penyebab utama segala masalah yang ada di Bangsa ini. Tanpa memperdulikan dan mempertanyakan, siapa sebenarnya yang memilih pemerintah tersebut yang tidak lain adalah masyarakat. Atau dengan kata lain, seperti apa pemimpin atau pemerintah sekarang maka seperti itulah masyarakat. Tanpa memberikan peran signifikan yang menjadi solusi buat masalah-masalah yang ada.
Hal ini lah yang kurang disadari masyarakat. Masyarakat sekarang sangat kurang partisipasi mereka dalam penyelesaian masalah bangsa ini. Padahal dalam iklim Demokrasi sekarang, partisipasi masyarakat menjadi sangat penting untuk mengawal perubahan serta penyelesaian setiap masalah. Oleh karena itu jangan selalu salahkan pemerintah ketika ada masalah di Bangsa ini. Salahkan juga masyarakat yang tidak berpartisipasi dalam mengurus negaranya. Karena sejatinya pemerintah adalah representasi dari masyarakat, kalau pemerintah itu buruk, maka buruk juga suatu masyarakat.

Kamis, 24 November 2011

Runtuhnya Ekonomi Kapitalisme

Worldview atau Pandangan hidup seseorang menentukan perilaku dan tindakannya dalam kehidupan. Dalam bidang ekonomi, worldview ekonomi kapitalisme berbeda 180 derajat dengan ekonomi Islam. Perjalanan sejarah ekonomi kapitalisme dipenuhi dengan kegagalan-kegagalan teori. Adam Smith melahirkan paham ekonomi liberal yang meyakini bahwa kebebasan dalam berkompetisi merupakan faktor pendukung dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Menurutnya, pasar akan diatur oleh tangan-tangan yang tidak terlihat (invisible hand).

Meski teori Laissez Faire Smith menguasai Eropa selama 150 tahun, paham kebebasan pasar akhirnya menemui ajalnya pada akhir 1929. The Great Depression yang terjadi pada saat itu membelalakkan mata ekonom kapitalis. Inflasi yang melanda Jerman dan sejumlah negara Eropa meningkatkan angka pengangguran.

Krisis ekonomi pada 1929 menggusur teori Laissez Faire dan melahirkan teori baru yang disampaikan John Maynard Keynes. Melalui bukunya yang berjudul, The General Theory of Employment Interest and Money, Keynes menguliti kelemahan-kelemahan teori Adam Smith. Menurutnya, negara harus turut campur secara langsung guna menyelamatkan keterpurukan ekonomi. Keynes mengatakan Intervensi pemerintah sangat diperlukan dalam kehidupan ekonomi sebagai langkah politis dalam mewujudkan stabilitas kegiatan ekonomi.

Ajaran ini bertolak belakang dengan teori Smith yang menghilangkan intervensi pemerintah dalam kehidupan ekonomi. Meski resep Keynesian sempat manjur, namun hal itu tidak bertahan lama. Pascaperang Dunia II, teori Keynes runtuh, karena pada saat itu bangkit neo-liberalisme. Sekelompok pengikut setia paham Smith mencoba membangkitkan kembali paham liberal. Salah satunya adalah digaungkan mantan PM Inggris Margareth Thatcher dan mantan Presiden AS Ronald Raegan.

Mengapa ekonomi kapitalisme mengalami kegagalan?

Di negara-negara barat, sistem ekonomi sebenarnya merupakan sistem yang relatif muda, karena baru mulai dipelajari pada akhir abad ke-18, yaitu tahun 1776. Pada saat itu diterbitkan buku Adam Smith yang berjudul The Wealth of Nations. Menurut Smith, negara tidak perlu repot, tidak perlu ikut campur tangan dalam urusan ekonomi. Mekanisme pasar bebas akan dapat menyelesaikan semuanya.

Sejarah telah mencatat, apa yang dikatakan Smith memang bukan pepesan kosong. Ekonomi negara-negara Barat selama periode 150-an tahun telah mencatat pertumbuhan ekonomi sangat pesat, yang diiringi dengan tingkat harga-harga yang bergerak relatif stabil. Sistem ekonomi model ini kemudian dikenal dengan sistem ekonomi kapitalisme. Namun, Resep Smith dan para penerusnya ternyata harus berakhir dengan malapetaka besar.

Di level kebijakan, neo liberalism mulai menunjukkan eksistensinya pada tahun 1979. Perdana Menteri Inggris Margareth Thatcher dan Presiden Amerika Serikat Ronald Reagan merupakan tokoh politik yang merevolusikan paham ini, yang kemudian menyebar ke seluruh penjuru dunia.

Para penganut Kapitalisme berpendapat bahwa inti masalah ekonomi adalah masalah produksi. Mereka berpendapat bahwa penyebab kemiskinan adalah kurangnya atau terbatasnya barang dan jasa yang tersedia. Untuk mengatasi problem tersebut, menurut mereka, manusia perlu bekerja keras memproduksi sebanyak-banyaknya alat pemuas kebutuhannya mereka.

Untuk menghilangkan gap antara kebutuhan dengan ketersediaan sumber daya alam, menurut penganut kapitalisme, manusia harus meningkatkan daya produksi mereka sampai titik masimum. Jika produksi telah maksimum, tentu kebutuhan manusia yang banyak itu akan terpenuhi. Karena itu pula, hitungan angka rata-rata statistik (hitungan kolektif) seperti GDP (Gross Domestic Product) dan GNP (Gross National Product) adalah persoalan penting bagi mereka, tanpa melihat orang per orang, apakah mereka sejahtera atau tidak. Yang diperhatikan adalah jumlah total produksi nasional suatu negara.

Pendapat demikian adalah keliru. Menurut Sistem Ekonomi Islam, inti masalah ekonomi bukanlah kekurangan produksi, melainkan ada pada masalah distribusi. Persoalan ekonomi bukanlah kurangnya sumber daya (resources) yang tersedia, karena sumber daya itu sudah cukup disediakan oleh Allah swt (QS:11:6), tetapi terletak pada cara mendistribusikan sumber daya itu kepada seluruh manusia. Sebab, sebanyak apa pun barang dan jasa yang tersedia, tanpa adanya pola distribusi yang tepat, dan pembatasan konsumsi, tetap akan timbul masalah kekurangan bagi yang lain.

“Allah lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit, kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi rezeki untukmu: dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu berlayar di lautan dengan kehendakNya, dan Dia telah menundukkan pula bagimu sungai-sungai. Dan Dia telah menundukkan pula bagimu matahari dan bulan yang terus menerus beredar (dalam orbitnya): dan telah menundukkan bagi malam dan siang. Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu sangat zalim dan sangat mengingkari nikmat Allah.” (QS14:32-34)

Pada ayat di atas Allah SWT menerangkan bahwa seluruh kebutuhan manusia itu sudah disediakan dengan cukup. Minyak bumi, gas, udara, air, matahari, tumbuh-tumbuhan, hewan, hujan, gunung, lembah, hutan sebagai sumber oksigen, kutub utara dan selatan sebagai penyangga panas, dan lain sebagainya. Jika semuanya didistribusikan secara benar, akan mencukupi seluruh kebutuhan makhluk. Namun, apa yang terjadi? Sebagian besar manusia telah zalim dan rakus, mengambil lebih banyak dari hak mereka yang seharusnya, sehingga yang lain tidak mendapat bagian.

Sistem ekonomi kapitalisme memandang sumber daya alam memiliki kelangkaan. Oleh sebab itu, menurut sistem ekonomi ini, untuk meningkatkan kesejahteraan manusia, dibenarkan eksplorasi sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan manusia yang tidak terbatas. Eksplorasi sumber daya alam yang berlangsung tidak mengenal batas, sehingga pada kenyataannya menimbulkan kerusakan lingkungan yang parah.

Menurut Fritjop Capra, krisis global yang terjadi saat ini dapat dilacak akar masalahnya pada pandangan dunia modern. Pandangan itu berasal dari paradigma mekanistik linier Cartesian Newtonian. Meski paradigma ini telah menghasilkan sains dan teknologi, tapi ia telah mereduksi kompleksitas dan kekayaan kehidupan manusia. Pandangan yang mekanistik inilah yang telah melahirkan pencemaran di udara, air dan tanah yang telah mengancam kehidupan.

Francis Bacon yang menelurkan paham Cartesianisme yang mengajarkan teologi human centerisme, dimana manusia ditempatkan sebagai pusat kehidupan. Hal ini inheren dengan ekonomi kapitalisme yang memberikan ruang begitu besar kepada manusia untuk melakukan apapun di muka bumi, demi mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya.

Pemahaman kelangkaan sumber daya alam sangat berbeda dengan ekonomi syariah. Di dalam Islam, wahyu memiliki posisi teratas dalam parameter kebenaran. Meski pada faktanya sumber daya alam itu memang menghadapi kelangkaan, namun ekonomi Islam mengajarkan bahwa Allah SWT adalah Maha Pemberi Rizki.

Di dalam surat Al A`raaf ayat 96 disebutkan, Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.

Dalam ayat di atas, Allah SWT menjelaskan seandainya penduduk negeri merealisasikan Iman dan Takwa, niscaya Allah SWT akan melapangkan kekayaan untuk mereka dan memudahkan mereka mendapatkannya dari segala arah.

Inilah perbedaan fundamental antara ekonomi Islam dengan ekonomi kapitalisme yang tidak akan pernah bertemu. Teori-teori ekonomi kapitalisme mengalami perubahan dari masa ke masa. Hal ini berangkat dari worldview kebenaran yang mereka anut bersifat relatif dan tidak sama antara satu zaman dengan zaman yang lainnya. Setelah Vienna Circle (1929), kalangan ilmuwan sepakat untuk menolak intervensi nilai-nilai agama dalam kehidupan mereka, termasuk dalam bidang ekonomi. Mereka menuhankan logika empirik yang menghasilkan positive economics. (*)

M. Baqir Ass Sadr dan Pandangan Ekonomi Islamnya



Sejarah Singkat Tentang M. Baqir As Sadr

Muhammad Bagir Al Sadr As Shahid dilahirkan di Kadhimiyeh pada 25 Dzulqaidah 1353 H/ 1 Maret 1935 M . Datang dari suatu keluarga yang terkenal dari sarjana-sarjana Shi’ite dan para intelektual islam, Sadr mengikuti jejak mereka secara alami. Beliau memilih untuk belajar studi-studi islam tradisional di hauzas (sekolah-sekolah tradisional di Iraq), di mana Beliau belajar fiqh, ushul dan teologi. Karena kepintarannya yang mengagumkan maka di usia 20 tahun Sadr telah menjadi Mujtahid Mutlaq dan kemudian berkembang menduduki jabatan di otoritas yang tertinggi dari“marja” (dewan hukum/otoritas) . Otoritas/wewenang rohani dan intelectual ini di dalam tradisi/budaya islam juga menjelma di dalam tulisan Sadr dan di dalam bukunya “Iqtisaduna” (ekonomi kita), Beliau menunjukkan metodologi kebebasan yang didukung dengan pernyataan intelektual yang berkualitas.

Meskipun Sadr berlatar belakang tradisional , Sadr tidak pernah dipisahkan dari isu-isu hari ini. Perhatian intelektualnya yang sangat tajam menginspirasinya untuk mendalami filsafat kontemporer, ekonomi, sosiologi, sejarah dan hukum. Sama seperti Taleghani, seorang ulama yang aktif. Sadr terus menerus menyuarakan pandangan-pandangan tentang kondisi umat Muslims dan menyuarakan tentang perlunya untuk bebas, tidak hanya dari kolonialisme ekonomi dan politis, tetapi juga dari “ fikiran dan memikirkan kekuasaan” . Kementerian agama di Iraq menyarankan Beliau untuk mendirikan Hizb ad-Da’wah Al Islamiyyah, sebuah partai yang bersama-sama membawa pemimpin agama dan pemuda bangsa, yang bertujuan utama untuk melawan gelombang dari sosialisme Ba’ath yang mengambil kendali politis di tahun 1958 . Di bukunya Falsafatuna (filsafat kita) dan Iqtisaduna, Sadr menawarkan suatu kritik komparatif terhadap kapitalisme dan sosialisme, dan menawarkan suatu solusi pemikiran yang islami dan kerangka-kerangka dari suatu sistem ekonomi islam.
Sepanjang tulisannya, Beliau mencoba untuk menghidupkan kembali tradisi-tradisi islam untuk kaum Muslim masa kini, terutama kaum muda. Beliau mengutip secara ekstensif dari al Qur’an, hadis dan ucapan-ucapan imam-imam Shi’ite, berdasarkan latar belakang tradisional hukumnya. Namun, Beliau selektif dalam memilih penafsiran-penafsiran atau membuat penafsiran-penafsirannya sendiri dipandang dari sudut situasi dan kondisi zaman ini. Usaha yang Sadr lakukan, bisa kita analisa di Iqtisaduna, dimana sebuah filsafat ekonomi berubah menjadi kumpulan hukum yang sah/legal(aturan hukum), hal itu mencerminkan kemampuannya untuk memberi nafas hidup baru ke dalam hukum yang banyak orang lihat terlalu berlebih-lebihan. Ditulis pada tahun 1960an, Iqtisaduna harus dilihat sebagai suatu analisa yang menyeluruh dan suatu perbandingan yang pertama dari sistem ekonomi dilihat dari perspektif islam, salah satu referensi yang masih digunakan sarjana-sarjana ekonomi di tahun sembilan puluhan. Pada tahun 1982, selama setahun, pemerintah Iran menerjemahkan bukunya ke dalam bahasa Inggris. Sayangnya, banyak yang tidak sesuai dengan buku aslinya. Meskipun demikian hal itu dapat membuka peluang pemikiran-pemikiran Sadr dapat dibaca secara lebih luas. Pendekatan ‘Juristis-Economic’ Sadr telah menaruh Beliau sebagai seorang pemikir Muslim yang terkemuka dan pemikirannya patut kita analisa/ambil.
Dekade yang terakhir hidupnya adalah masa penganiayaan yang terus menerus oleh rezim Ba’ath di Iraq. Karena ketakutan pemerintah terhadap pengaruh Sadr terhadap rakyat banyak. Sadr pun mengalami hukuman penjara dan siksaan. Akhirnya rezim Ba’ath menghukum mati Beliau pada tanggal 8 April 1980.

Pemikiran Muhammad Baqir As sadr


Sadr memandang ekonomi islam sebagai suatu cara Islam memilih yang terbaik dalam pencarian tujuan ekonomi dan sebagai solusi praktis dalam menyelesaikan masalah ekonomi sejalan dengan konsep dari keadilan . Islam, menurut Sadr, tidak hanya berdasarkan investigasi tentang hukum dari penawaran dan permintaan(supply and demand)…tidak juga tentang hubungan antara keuntungan dan bunga(profit and interest)..tidak juga peristiwa tentang penyusutan hasil produksi(diminishing returns of production) , yang menurutnya melambangkan “The Science Of Economic”. Dengan rasa hormat, ekonomi islam adalah suatu doktrin karena itu berhubungan dengan setiap ketentuan dasar dari tujuan ekonomi yang berhubungan dengan ideologi keadilan sosial . Begitupun juga dengan sistem ekonomi islam, juga digolongkan sebagai suatu doktrin karena menurut Sadr mempunyai kaitan dengan apa itu hendaknya mempertanyakan yang didasarkan pada kepercayaan-kepercayaan Islam, hukum-hukum, pendapat-pendapat, konsep-konsep dan definisi-definisi yang diperoleh dari sumber hukum Islam . Dalam doktrin ekonominya, keadilan menduduki suatu peran yang penting. Ini merupakan suatu penilaian moral dan bukanlah bahan pengujian. sebagai gantinya, Keadilan merupakan suatu referensi integritas atau ukuran suatu teori ekonomi, aktivitas dan hasil-hasil dievaluasi.
Sadr melihat sistem ekonomi islam sebagai bagian dari keseluruhan sistim yang islamic dan tetap menekankan bahwa sistem ekonomi islam harus dipelajari sebagai satu keseluruhan interdisciplinary bersama-sama dengan para anggota masyarakat sehingga terbentuk agen-agen dari sistim tersebut. Sadr mengusulkan agar pemikiran yang islami perlu untuk dipelajari dan dipahami sebelum seseorang secara sungguh-sungguh melakukan suatu analisa yang mendalam tentang sistem ekonomi islam . Didalam pendekatan holistic ini, Sadr mendiskusikan doktrin ekonominya. Ia melihat manusia mempunyai dua potensi keinginan yang berlawanan (pribadi dan sosial) sehingga masalahpun muncul dan Sadr melihat solusi ada di dalam agama ; karenanya, agama mempunyai peran yang sangat penting di dalam sistem ekonomi islam . Agama, menurut Sadr, sesuatu yang sangat sakral bagi kaum Muslims, tidak seperti barat yang sekuler dan asas di dalam agama menentukan minat/keinginan yang sah dari manusia seperti juga pengaturan batas-batas dari suatu kebutuhan .
Di dalam pemikiran ekonominya, Sadr memisahkan produksi dan distribusi, tetapi tetap melihat hubungan antara keduanya sebagai suatu persoalan pokok di dalam ekonomi. Sementara produksi adalah suatu proses yang dinamis, berubah sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, distribusi dilihat sebagai bagian dari sistem sosial, hubungan-hubungan yang total antara manusia. Menurut Sadr, sistem sosial menyebar dari kebutuhan manusia dan bukan dari bentukan produksi. Oleh karena itu, ia percaya bahwa mungkin saja untuk mempertahankan suatu sistem sosial tunggal (termasuk distribusi) meskipun ada bermacam-macam cara atau bentuk-bentuk produksi. Sadr menolak pandangan penganut paham Marxisme tentang masyarakat dan perubahan , dimana pandangan masyarakat menyatakan penggolongan itu akan berpotensi menimbulkan konflik yang berlawanan karena ketidakcocokan mengubah gaya-gaya produksi dengan hubungan-hubungan produksi

Asumsi-Asumsi Dasar As Sadr

Sadr tidak menerima “the rational economic man” untuk menjadi kompatibel dengan sistem ekonomi islami. Sebagai penggantinya, kita mempunyai pemuda islam, seseorang yang melihat dirinya sebagai bagian dari ummat, yang termotivasi oleh kepercayaan-kepercayaan dan praktek-praktek yang religius . Tidak seperti “the rational economic man”, pemuda Islam percaya akan dunia rohani atau yang tidak kelihatan(akherat), sehingga membuat dia lebih sedikit memikirkan dunia material(fana). Hal ini mengakibatkan suatu pemahaman yang berbeda antara rasionalitas dan berperilaku rasional . Tidak seperti “the rational economic man”, dimana sebagian besar motivasinya adalah kepuasan pribadi, pemuda islam dibimbing oleh satu pengawasan yang mendalam(inner supervision). Konsep-konsep dari vicegerency dan keadilan dalam menanggung tugas, tanggung jawab dan akuntabilitas, yang menyiratkan batasan-batasan tertentu kebebasan milik seseorang. Menurut Sadr, bukan soal perasaan yang dibebankan oleh pembatasan-pembatasan ini karena kebebasan dan perilaku rasional harus dilihat dari konteks kerangka sosial suatu masyarakat . Mempertimbangkan dengan seksama spiritual, psikologis dan historical/cultural faktor-faktor yang membentuk kerangka pemikiran sosial seorang Muslims. Desakan/permintaan tegas dari seorang individu untuk bertindak seperti the rational economic man bisa menjadi pertimbangan yang tidak logis. Sebagai contoh, membebankan bunga (riba) dalam peminjaman uang akan menjadi sesuatu hal yang tak dapat diterima oleh pemuda islam, dimana menurut “the rational economic man”,. itu menjadi salah satu dari cara yang paling mudah untuk mendapatkan penghasilan .
Sadr juga tidak percaya akan asumsi ’’keselarasan dari bunga’’, yang mendasari sistim kapitalis dalam mengusung paham kebebasan individunya. Sadr tidak menerima pandangan yang mengatakan bahwa kesejahteraan publik akan maksimal jika individu dibebaskan untuk mencukupi keinginan-keinginan individu tersebut. Malahan hal ini agaknya seperti menciptakan permasalahan sosial-ekonomi baru. Daripada bergantung pada peran negara untuk menyediakan suatu keseimbangan antara keinginan individu dan kesejahteraan publik, Sadr memberi peran yang utama kepada agama. Ada suatu peran untuk pasar dan di sana adalah tempat untuk negara tetapi yang terpenting lagi, ada pengaruh penolakan terhadap peran negara dan pentingnya bimbingan agama di dalam sistem ekonomi Sadr

Karakteristik Sistem Ekonomi Islam Menurut As Sadr
1. Hubungan-Hubungan Harta
Sebagaimana disebutkan sebelumnya, Sadr memandang sistem ekonomi islam mempunyai bentuk-bentuk yang berbeda antara kepemilikan yang satu dengan yang lain. Ia menjelaskan macam-macam dari kepemilikan sebagai berikut :
A.. Kepemilikan pribadi
B.. Kepemilikan sosial dimana terbagi menjadi; kepemilikan publik dan kepemilikan negara
Menurut dia, kepemilikan pribadi dibatasi oleh hak-hak, penggunaan hak prioritas dan hak untuk melarang yang lain menggunakan sesuatu barang milik orang lain. Tidak ada kepemilikan aktual dalam individu. Dalam hal ini, pandangan-pandangan Sadr serupa dengan Taleghani, yaitu membedakan bahwa kepemilikan itu adalah kepunyaan Allah SWT sedangkan hak milik dapat dihibahkan kepada individu/manusia.
Perbedaan antara kepemilikan publik dan kepemilikan negara adalah dalam hal pemakaian harta itu. Dimana fasilitas publik/umum harus dapat digunakan untuk kepentingan semua orang(seperti rumah sakit,sekolah, dll) sedangkan fasilitas negara tidak dapat digunakan untuk kepentingan semua orang, tetapi hanya untuk sebagian masyarakat tertentu saja, sesuai dengan peraturan negara. Meskipun Katouzian (1983) mengalami kesulitan dalam membuat pengertian operasional dari perbedaan ini, seperti yang kita lihat di dalam pembagian distribusi. Perbedaan penafsiran ini mencegah praktek monopoli total yang dibuat oleh negara. Sebagai tambahan, meski Sadr menyatakan kepemilikan adalah bagian dari bagan sumber daya(resources), kepemilikan pribadi dapat dicapai melalui pekerjaan atau tenaga kerja dan akan hilang jika pekerjaan berhenti .
Hal ini menarik untuk dicatat bahwa meskipun Naqvi dan Taleghani (dalam pernyataannya tidak secara eksplisit atau konsisten) menegaskan tentang “kepemilikan kolektif” dan “kepemilikan umum”. Sadr menempatkan kepercayaan penuh terhadap kepemilikan negara karena otoritas yang terbesar ada di tangan negara(hak Amr).

2. Pengambilan Keputusan, Alokasi Sumber Daya Dan Kesejahteraan Publik; Peran Dari Negara
Faktanya bahwa kepemilikan negara mendominasi sistem ekonomi Islam Sadr, menunjukkan peran yang sangat penting dari negara. Negara yang diwakili oleh vali-e amr mempunyai tanggung-jawab besar untuk memastikan bahwa keadilan berlaku. Hal ni dicapai oleh berbagai fungsi-fungsi sebagi berikut ;
• distribusi sumber alam kepada individu berdasarkan kepada kesediaan dan kemampuan mereka untuk bekerja
• implementasi terhadap larangan pengadilan hukum dan agama dalam penggunakan sumber daya
• kepastian keseimbangan sosial
Ketiga fungsi negara ini mempunyai peranan yang sangat penting oleh karena konflik yang mungkin muncul karena adanya perbedaan-perbedaan alamiah yang dimiliki oleh individu(intelectual and physical). Karena perbedaan-perbedaan ini, pendapatan-pendapatan akan berbeda sehingga kemungkinan terciptalah kelas-kelas ekonomi. Negara berkewajiban untuk menyediakan suatu standard hidup yang seimbang kepada semua rakyat (dibanding mutu pendapatan). Dalam semangat ini, negara juga dipercaya untuk menyediakan jaminan sosial untuk semua. Hal ini menurut Sadr dapat dicapai dengan semangat persaudaraan (melalui pendidikan) antar anggota masyarakat dan oleh kebijakan-kebijakan pembelanjaan publik, oleh investasi-investasi sektor publik yang spesifik kearah membantu yang miskin dan dengan peraturan kegiatan ekonomi, untuk memastikan kegiatan ekonomi bebas dari praktek pemerasan dan penipuan .
Terakhir, negara atau lebih tepatnya Amr dipercaya untuk menyediakan kestabilan ekonomi di dalam menafsirkan permasalahan menurut situasi-situasi yang berlaku saat ini. karena ini adalah tugas dari Mujtahidun, hal itu menyiratkan bahwa Sadr melihat Mujtahidun layaknya negara, maksudnya suatu negara manapun dijalankan oleh orang yang ahli hukum atau negara itu merupakan perwujudan dari dewan dari para ahli hukum .

3. Pelarangan Riba Dan Implementasi Zakat
Dengan cara yang cukup aneh, Sadr tidak mendiskusikan riba sebanyak seperti orang yang harapkan terhadapnya. Sebagai tambahan, penafsirannya tentang riba hanya dibatasi untuk mendiskusikan tentang bunga di pasar modal uang . Dalam hal ini, Taleghani dan Naqvi menyediakan suatu diskusi yang lebih menyeluruh tentang riba.
Perihal implementasi zakat, Sadr melihatnya sebagai suatu tugas dari negara. bersama-sama dengan zakat, ia juga mendiskusikan khums(dimana bersama-sama dengan zakat ditetapkan sebagai pajak tetap), fay’ dan anfal, seperti juga pajak yang lain yang dapat dikumpulkan dan dibelanjakan untuk tujuan-tujuan mengurangi kemiskinan dan untuk menciptakan keseimbangan sosial seperti disebutkan sebelumnya . Bagaimanapun juga, satu poin yang menarik bahwa Sadr memfokuskan diri terhadap pembahasan tentang kemiskinan relatif. Meskipun kita setuju bahwa kemiskinan relatif adalah suatu konsep yang penting, terutama dalam target keseimbangan sosial Sadr, argumentasinya bahwa menentukan level kemiskinan absolut– atau seperti yang ia tuliskan, memperbaiki tingkat kemiskinan,tidak akan perlu menjurus kepada suatu keseimbangan standard hidup antara si kaya dan si miskin – adalah lemah . Sarjana-sarjana islam setuju harus ada suatu dasar yang menjadi standar kehidupan tertentu dimana dapat dijadikan patokan minimum jaminan setiap kehidupan manusia . Dalam menentukan patokan/standar ini tidak boleh menghentikan kita dari usaha untuk mengurangi kesenjangan di dalam standar-standar kehidupan sebagimana Sadr inginkan. Oleh karena itu, menurut Sadr menjadi sesuatu yang tidak bisa diterima, seperti berada di situasi yang menggelikan di mana suatu negeri yang sangat miskin tidak mampu menyediakan keperluan-keperluan dasar kepada siapapun, tidak dapat digolongkan sebagai bencana kemiskinan, karena alasan yang sederhana bahwa setiap orang mempunyai standard hidup yang sama .

Distribusi menurut As Sadr
Distribusi (bersama-sama dengan hak kepemilikan) menduduki bagian yang utama dalam pemikiran ekonomi Sadr. Hampir sepertiga dari Iqtisaduna mendiskusikan secara mendalam masalah distribusi dan hak kepemilikan. Sadr membagi pembahasannya menjadi dua bagian yaitu distribusi sebelum produksi(pre production-distribution) dan post production-distribution. Berdasarkan pemahaman hukum tradisionalnya, Sadr menjelaskannya berdasarkan aturan/hukum yang sah yang berhubungan dengan hak untuk memiliki dan memproduksi.
1. Pre Production-Distribution
Pembahasan ini berdasarkan kepada distribudi tanah dan sumber daya alam lainnya. Diistilahkan sebagai kekayaan primer (Modal primer Taleghani). Seperti sarjana yang lainnya, Sadr mengkritik kapitalisme dalam mengabaikan masalah ini, yang mana menurut Sadr,mengabaikan produksi sebagai tingkat kepastian dan karenanya hanya memikirkan post production-distribution saja. Dalam membahas “status kepemilikan” sumber daya alam, Sadr membagi sumber daya alam kedalam empat kategori ; tanah, bahan mineral tanah mentah, air, dan kekayaan alam lainnya(sungai,laut, tumbuhan,hewan dll) . Itu semua harus diingat bahwa “ bermacam-macam bentuk kepemilikan” diperbolehkan menurut Sadr.
Sejumlah poin-poin penting menurut Sadr adalah ;
• Kepemilikan negara adalah jenis kepemilikan yang paling banyak dimiliki karena hanya negara yang dapat mencapai hak-hak rakyatnya
• Kepemilikan pribadi diperbolehkan namun dengan jumlah yang terbatas dan situasi tertentu, misalnya.
i. Diberikan lahan sebagai kompensasi menerima Islam (muallaf)
ii. Ada kontrak perjanjian untuk menanami lahan
iii. Untuk beberapa bahan tambang tertentu dimana negara tidak mampu menambangnya.
iv. Menangkap burung, memotong kayu bakar
• Kepemilikan pribadi dibatasi oleh hak-hak orang lain
• Untuk bahan-bahan mineral dan air, individu diperbolehkan menggunakannya sesuai dengan kebutuhan
Ada dua masalah yang dapat ditarik dari pandangan Sadr tentang kepemilikan dan hubungannya dengan hak untuk memproduksi. Pertama, adalah maslah yang akan muncul, sepewrti Taleghani, sadr mengkategorikannya berdasarkan masa lalu. Ketika Islam berkuasa; beberapa mengatakanj ini adalah pemikiran yang usang. Akan tetapi, dalam pelaksanaanya, masalah ini tidak terlalu menyimpang sebagaimana yang diprediksi sebelumnya. Mari kita lihat negara Malaysia sebagai contoh penggolongan Sadr, sejak Muslim diMalaysia masuk islam dengan sukarela, Malaysia dikategorikan sebagai ‘daerah perjanjian’. Semua tanah yang ditanami oleh manusia pada waktu itu di terima sebagai kepemilikan pribadi. Sementara hutan dan lahan kosong menjadi milik negara dengan hak-hak pengelolaannya. Selanjutnya, penafsiran Sadr tentang kepemilikan pribadi adalah salah satu yang sangat dibatasi. Dan karenya tidak sangat berbeda dengan hak pengelolaannya. Sehingga, penggolongan Sadr tidak usang seperti yang orang kira.
Kedua, dan mungkin permasalahan yang paling penting yaitu berkenaan dengan seberapa besar ukuran seseorang dalam hak pengelolaan lahan yang diperbolehkan. Dalam doktrinnya, terdapat aspek posif dan negatif yang kita dapat. Negatifnya adalah tanpa pekerja tidaka akan ada kekayaan pribadi. Positifnya adalah akibat wajar yang ditimbulkan,’pekerja adalah sumber tunggal dalam mendapatkan kekayaan alam .
2. Post Production-Distribution
Sadr memulai dengan menyatakan bahwa Islam tidak meletakkan semua faktor produksi di pijakan yang sama. Pekerja adalah ‘’kepemilikan’’ yang sebenarnya dari faktor produksi. Untum itu maka pekeerja mempunyai tanggungjawab untuk membayar kompensasi untuk faktor produksi lainnya yang digunakan dalam proses produksi. Sadr menyadari pandangan ini yaitu menempatkan manusia sebagai ahli dan bukan pelayan dari proses produksi. Selanjutnya pandangan Sadr menyatakan bahwa kapitalis tidak diperbolehkan untuk memiliki barang-barang produksi dari para pekerja yang mereka upahi. Dengan kata lain, secara langsung’para pekerja ekonomi’ adalah kondisi yang dibutuhkan untuk kepemilikan suatu produk.
Dengan pandangan tentang prioritas pekerja, Sadr kemudian mendaftar kembali setiap faktor-faktor produksi, yaitu
a. Pekerja-upah atau bagi keuntungan
b. Tanah-sewa(bagi hasil panen)
c. Modal- bagi keuntungan
d. Alat-alat/modal fisik-sewa/kompensasi
Pekerja diberikan kesempatan untuk memperbaiki upahnya atau variabel keuntungannya. Sewa tanah diperbolehkan jika hanya telah pasti bahwa pemilik tanah telah menempatkan para pekerjanya di pemulaan. Para pekerja boleh menggarap tanah kosong. Sadr juga mendukung transaksi yang umum diperbolehkan seperti mudarabah, muza’raah, musaqot dan ju’alah. Yang namanya ketidakadilan adalah membeli murah dan menjual mahal tanpa ada kontribusi dalam proses produksi. Atau menyewa sebuah tanah kemudian menyewakannya lagi kepada orang lain dengan harga sewa yang sangat tinggi .

Produksi menurut As Sadr
Sadr membagi dua aspek dalam produksi sama seperti dia membagi dua aspek dalam ekonomi . Pertama adalah aspek objektifitas atau keilmuan dimana berhubungan dengan sisi keekonomian dan pelaksanaannya seperti berhubungan dengan para pekerja, hukum produksi, fungsi-fungsi biaya dll.. aspek keilmuan ini berhubungan dengan pertanyaan tentang teknis dan efisiensi ekonomi dan tidak dialamatkan oleh Sadr. Sadr memilih untuk memberi pandangan tentang pertanyaan dasar ‘apa yang diproduksi, bagaimana cara memproduksi, untuk apa diproduksinya adalah referensi aspek yang kedua dalam produksi- aspek subjektivitas dan doktrin. “apa yang diproduksi dan untuk siapa produksi” adalah patokan bagi perintah dalam Islam yang diperbolehkan atau barang-barang yang sah dan berbagai macam kategori barang seperti kelayakan, kenyamanan dll. ‘’bagaimana memproduksinya’’ adalah pertanyaan yang menjadi tanggungjawab negara . Negara mempunyai tugas untuk merencanakan dan memberi petunjuk bagaimana seharusnya aktivitas ekonomi berjalan sesuai dengan Al-Qur’an, sunnah dan ijma Ulama. Sadr mendukung perencanaan pemerintah dan tidak melihat kekuatan pasar sebagai sesuatu yang suci/keramat. Produksi adalah sebuah kewajiban yang harus dijalankan dengan responsibilitas dan akuntabilitas.dalam rangka menyediakan pandangan yang sehat dan terarah. Produksi secara Islam menurut Sadr mempunyai dua cabang stategi
1. Doktrin/stategi intelektual
Manusia termotivasi untuk bekerja karena bekerja adalah bagian dari ibadah kepada Allah jika dikerjakan dengan pemahaman dan tujuan yang sesuai dengan Al Qur’an. Tinggalkan sifat bermalas-malasan, dan berhura-hura atau produksi yang tidak adil. Pemuda Islam harus sensitif terhadap masalah ini
2. Strategi legislatif
Peraturan harus mendukung doktrin yang dikeluarkan oleh negara sehingga mendoronga dan mengatur aktivitas ekonomi. Banyak contoh yang diberikan Sadr diantaranya
a. Tanah yang menganggur dapat diambil oleh negara dan dibagikan kepada seseorang yang mempunyai keinginan dan kemampuan untuk mengolahnya
b. Islam melarang hima’, yaitu mengambil alih lahan dengan paksaan
c. Pelaksanaan Prinsip ‘tidak bekerja tidak ada keuntungan’
d. Pelarangan transaksi yang tidak produktif, seperti membeli murah dan menjual mahal tanpa bekerja
e. Pelarangan riba
f. Pelarangan penimbunan(uang maupun emas)
g. Pelarangan penumpukan kekayaan
h. Pelarangan kegiatan yang dilarang oleh Allah SWT
i. Pelarangan sikap pemborosan dan berhura-hura
j. Membuat peraturan dan pemeriksaan tindakan Penipuan di pasar
Sebagai kesimpulan umum, ini seperti Sadr lebih mengedepankan kepada pengawasan yang berhati-hati daripada keterlibatan langsung dalam produksi. Seperti yang disebutkan sebelumnya. Negara yang dikepalai oleh Amr, seharusnya berfungsi terjaminnya dinamisasi dari sistem ekonomi islam .

Jumat, 11 November 2011

Jihad November

"...Kemenangan akan jatuh ditangan kita, sebab Allah ada dipihak yang benar..." begitulah salah satu maksud dari Pidato Bung Tomo ketika menyemangati para Pejuan Indonesia yang didominasi kaum muda. Sungguh pidato ini dapat menyemangati para pejuan pada saat itu. Semangat yang tidak hanya muncul karena Nasionalisme, tetapi juga karena didorong oleh semangat Jihad untuk mempertahankan negara dan bangsa Indonesia. Sudah Sepatutnya kita sebagai bagian dari bangsa ini, merenungi kembali sejarah yang telah ditorehkan oleh para pejuang pada masa lalu untuk merancang masa depan yang gemilang.

Jihad November

Jumat, 20 Mei 2011

EKONOMI ISLAM BUKAN HANYA BANK SYARIAH

Fenomena perbankan syariah di Indonesia dan lembaga keuangan syariah lain-nya telah mengantarkan pemahaman terhadap umat Islam Indonesia adanya kelembaga-an ekonomi dalam Islam. Sebelum dikenal perbankan syariah secara kelembagaan, pengetahuan tentang masalah ini masih berbentuk kajian teoritis tentang kemungkinan implementasi ekonomi Islam dalam wujud lembaga keuangan. Pertanyaan yang muncul adalah bagaimana model kelembagaan ekonomi Islam? Dalam wujud apa kelembagaan ekonomi Islam itu? Dan masih banyak deretan pertanyaan yang berkaitan dengan lembaga keuangan syariah yang intinya mempertanyakan apakah dimungkinkan ekonomi Islam itu terlembagakan dalam sebuah institusi keuangan modern, semacam perbankan ataupun lembaga keuangan lainnya?
Jawabannya adalah bisa dan dimungkinkan, walupun realitanya kita dituntut melalui jalan proses islamisasi dari berbagai lembaga keuangan modern yang notabene-nya merupakan hasil temuan dari kaum kapitalis-Barat dan kendaraan bagi mereka untuk mensukseskan cita-cita mewujudkan imperium perekonomian global. Pilihan islamisasi merupakan pilihan yang mengandung "pil pahit" karena kita dianggap sudah tidak dapat menemukan lembaga keuangaan syariah yang betul-betul genuine bersumber dari al-Qur'an maupun as-Sunnah. Akibatnya, kita sedikit banyak akan mengekor dengan model lembaga keuangan yang ditawarkan oleh kaum kapitalis-Barat, bahkan terkesan adanya mencari celah (hela) untuk tidak terperosok pada kondisi yang dianggap tidak sesuai dengan syariah Islam. Sebagai contohnya adalah beberapa produk perbankan syariah yang disinyalir tidak jauh berbeda dengan produk yang ada di perbankan konvensional. Seperti, murabahah yang diselipi akad wakalah menyerupai pinjaman kredit yang terjadi pada bank berbasis bunga. Lain dari itu, model bagi hasil yang mengacu pada prinsip revenue sharing telah meniscayakan kebersamaan dalam menanggung kerugian antar pihak yang melakukan kerjasama karena kerugian investasi hanya ditanggung oleh pihak mudharib dan tidak dibagi secara adil dengan pihak pemodal (shahib al-mal).
Dalam beberapa hal munculnya lembaga keuangan syariah di Indonesia semacam perbankan syariah mempunyai arti yang penting bagi perkembangan ekonomi Islam di masa mendatang. Munculnya lembaga keuangan syariah di Indonesia saat ini merupakan fase booming-nya ekonomi Islam secara kelembagaan. Banyak sekali perbankan syariah, asuransi syariah dan lembaga keuangan yang mengusung nama syariah bermunculan seperti jamur di musim hujan. Bahkan, ada asumsi kalau tidak ikut mendirikan lembaga keuangan syariah atau paling tidak dengan cara membuka unit usaha syariah dianggap tidak mengikuti trend masa ini dan nantinya akan ditinggal oleh umat Islam serta belum diakui keislamannya dalam berekonomi.
Tetapi, yang perlu diperhatikan adalah kesadaran kita akan suatu pemahaman bahwa ekonomi Islam bukan hanya dimonopoli oleh dunia perbankan syariah atau lembaga keuangan syariah lainnya. Hal ini dikarenakan paradigma masyarakat sementara ini masih menganggap bahwa kalau bicara tentang ekonomi Islam orientasinya langsung tertuju pada eksistensi lembaga keuangan syariah yang termanifestasikan dalam wujud perbankan syariah ataupun asuransi syariah. Intinya, ekonomi Islam itu adalah perbankan syariah dan asuransi syariah. Paradigma yang tidak keseluruhannya salah, tetapi ada yang perlu diluruskan di dalamnya. Bahwa ekonomi Islam itu tidak hanya perbankan syariah dan asuransi syariah. Sebaliknya, perbankan syariah dan asuransi syariah merupakan serpihan kecil dari ekonomi Islam yang terlembagakan dalam institusi keuangan syariah.
Lebih luas lagi, pemahaman mengenai ekonomi Islam merupakan penjabaran dari ajaran Islam itu sendiri yang bersumber dari al-Qur'an dan as-Sunnah. Banyak ayat al-Qur'an dan as-Sunnah yang telah memberikan panduan kepada kita untuk melakukan kegiatan ekonomi. Pada tataran mikro, kegiatan ekonomi Islam juga dapat diterapkan pada kehidupan rumah tangga. Prinsip-prinsip dasar dalam ekonomi Islam menjadi landasan dalam membangun kehidupan berumah tangga dan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Ajaran tentang hidup sederhana dan tidak berlebih-lebihan serta berlaku tidak boros merupakan bagian kecil dari ajaran Islam yang bermuatan ekonomi. Di sisi yang lain, prinsip hidup yang memberikan pedoman tentang ajaran "berpuasa itu lebih baik dari pada berhutang" adalah cerminan dari nilai ekonomi Islam.
Pada gambaran di atas keduanya dapat saling melengkapi. Pertama, implementasi ekonomi Islam dalam tataran makro-kelembagaan dengan model perbankan syariah dan lembaga keuangan syariah lainnya sebagai acuan pelaksanaan. Kedua, pelaksanaan ekonomi Islam dalam tataran mikro-keluarga dengan cara penundukkan pada nilai-nilai ekonomi yang terkandung dalam al-Qur'an maupun as-Sunnah untuk diimplementasikan dalam kehidupan berkeluarga dan bermasyarakat. Jika keduanya berjalan bersamaan berarti cakupan pada skala mikro dan makro sudah dapat diwujudkan dalam imple-mentasi secara riil. Masalahnya sekarang adalah mengukur seberapa besar tingkat keterlibatan umat Islam dalam melaksanakan nilai-nilai ekonomi Islam yang terkandung dalam al-Qur'an dan as-Sunnah baik dalam tataran mikro-keluarga atau makro-kelem-bagaan. Sebuah pekerjaan yang besar dan proyek yang menantang jika diadakan penelitian secara serius tentang hal tersebut. Saat ini, belum ada gambaran yang jelas tentang "peta" keterlibatan umat Islam Indonesia dalam menjalankan syariah Islam yang bermuara pada perilaku ekonomi.
Realita di masyarakat kita, umat Islam Indonesia sudah memberikan perhatian yang serius terhadap konsistensi melaksanakan ajaran Islam walau masih belum sempurna. Khusus dalam masalah ekonomi, praktek kehidupan yang sederhana dan tidak berlebihan sudah menjadi pemandangan yang khas dalam kehidupan masyarakat Indonesia, terutama di pedesaan. Mereka mencukupi kehidupannya dengan kekayaan alam yang ada di lingkungan sekitar. Tidak berlebihan jika mereka terlihat sebagai satuan keluarga yang hidup dalam kebersahajaan dan merasa tenang dengan kehidupan yang dijalaninya bersama masyarakat lainnya. Suasana kehidupan seperti ini dibangun atas dasar kesadaran untuk selalu mencari ridha dari Allah Swt. dan selalu diorientasikan untuk mengejar karunia yang sebelumnya sudah dipersiapkan oleh Allah Swt. bagi kehidupan manusia di alam dunia ini. Potret kehidupan seperti di atas merupakan salah satu serpihan dari pelaksanaan ajaran ekonomi Islam yang sudah terlembagakan dalam kehidupan berkeluarga dan bermasyarakat.
Di sisi yang lain, nilai moral yang berisikan ajaran untuk "berpuasa dari pada berhutang" merupakan serpihan lain dari perilaku dalam melaksanakan ajaran ekonomi Islam yang mempunyai arti penting terhadap pemenuhan kebutuhan kehidupan berkeluarga, bermasyarakat dan bernegara. Ajaran moral ini sangat simpel dan sederhana tetapi mempunyai implikasi yang besar bagi kehidupan manusia baik pada skala mikro maupun pada skala makro. Implementasi ajaran untuk "berpuasa dari pada berhutang" mengandung nilai implisit agar kita selalu mengedepankan semangat berdikari dan semangat bertumpu pada kekuatan sendiri dengan tidak menggantungkan pada kekuatan orang lain dengan mengharapkan bantuan dan pertolongan jika suatu ketika mengalami kondisi kekurangan ekonomi. Nilai moral ini memberikan pelajaran bagi kita semua agar pada kondisi dimana kita mengalami kekurangan ekonomi, membiasakan untuk "ber-puasa" adalah sesuatu yang lebih baik dari pada kita harus "berhutang" kepada pihak lain. Pada kondisi seperti ini, kekurangan kebutuhan ekonomi kita ditahan dalam batas tertentu dengan cara menjalankan puasa serta berusaha mencari kekurangan tersebut dengan mencoba berwirausaha, baik melalui usaha sendiri ataupun dengan bekerja pada orang lain.
Persepsi yang tidak kesemuanya benar saat ini adalah tradisi "berhutang" telah menjadi sesuatu yang membanggakan, bahkan telah menjadi trend baru bagi model pembangunan yang sedang digalakkan di republik ini. Tidak hanya pengusaha swasta yang mempunyai tradisi kurang baik ini, tetapi pemerintah sendiri memberikan contoh yang vulgar berkenaan praktek hutang ke beberapa negara donor. Data setiap tahun anggaran pendapatan dan belanja negara memastikan adanya rekening yang bersumber dari bantuan (baca: hutang) luar negeri. Hal ini menggambarkan bahwa perekonomian Indonesia saat ini tidak dapat melepaskam dari lilitan hutang luar negeri. Sebuah gambaran negara yang penduduknya hidup dibiayai dari hutang. Amat tragis dan memilukan. Masalah ini akan terurai jika ada keberanian dari shareholder dan stockholder dari negara ini untuk mengambil keputusan agar melakukan "puasa" bersama, baik pemerintahnya ataupun penduduknya. Sudah saatnya kita sekarang ini "puasa" bersama dan tidak "berhutang" demi kemaslahatan di masa mendatang dengan mengacu pada kemampuan dan kekuatan yang ada di negeri ini. Maka dari itu perlu adanya penyampai-an informasi yang luas terhadap masyarakat agar membiasakan "berpuasa" daripada "berhutang". Bila perlu ada gerakan nasional secara menyeluruh puasa bersama-sama antara elemen bangsa. Jika ini terlaksana, maka serpihan nilai ekonomi Islam yang bermuatan moral dapat diimplementasikan dalam kehidupan riil.
***
Realita di atas perlu disadari bersama bahwa ekonomi Islam mempunyai cakupan yang luas, tidak hanya sekedar yang berskala makro-kelembagaan dengan model perbank-an syariah ataupun asuransi syariah, tetapi lebih jauh dari itu implementasi ekonomi Islam dapat terlaksana melalui kesadaran akan perilaku individu di keluarga untuk melaksanakan ajaran Islam secara kaffah, khususnya yang berkaitan dengan nilai-nilai ekonomi. Ekonomi Islam dapat ditumbuhkembangkan dari lingkungan keluarga dengan cara menjalankan ajaran Islam itu sendiri. Ini yang menjadi titik pembeda antara konsep ekonomi Islam dengan konsep ekonomi konvensional, baik kapitalis maupun sosialis. Dalam ajaran Islam, melaksanakan ekonomi Islam dalam kehidupan sehari-hari mem-punyai arti juga menjalankan Islam itu sendiri, karena sumber yang dijadikan dasar dalam melaksanakan ekonomi Islam adalah agama Islam dengan al-Qur'an dan as-Sunnah sebagai referensi utamanya. Sedang dalam ekonomi konvensional (baca: kapitalis dan sosialis) sudah melepaskan nilai-nilai moral dan tidak mempunyai rujukan yang otentik semacam ekonomi Islam. Wallahu 'alam bis shawab.

Kamis, 28 April 2011

NII dan Keresahan Umat

Belakangan ini bangsa Indonesia sering dikagetkan oleh berbagai kejadian yang tidak hanya menyibukkan para pemerintah bangsa ini, tetapi juga telah menimbulkan berbagai macam keresahan dimasyarakat. Bahkan tidak hanya masyarakat awam saja yang resah dengan adanya kejadian ini, tetapi juga masyarakat yang berpendidikan seperti mahasiswa. Masyarakat seakan-akan dihantui oleh perasaan takut untuk melaksanakan kegiatan yang berbau keagamaan, karena takut disangkut pautkan dengan kejadian ini. Kejadian ini sungguh benar-benar telah meresahkan masyarakat. Kejadian ini tidak lain adalah munculnya kelompok yang berpaham untuk mendirikan negara Islam dalam negara Indonesia ini, yang kemudian kita kenal nama kelompok ini dengan nama Negara Islam Indonesia.
Ditambah lagi dengan pemberitaan media yang seakan lebai dalam memberitakan kejadian ini, sehingga menambah resah masyarakat yang melihat kejadian ini. Namun, sebagai masyarakat kita tidak bisa membiarkan kejadian ini semakin larut dan malah menambah keresahan. Secepatnya diungkap apa motif dari munculnya paham seperti ini. Apakah memang benar paham seperti ini muncul karena adanya kesalahan pemahaman terhadap agama islam yang universal ini. Ataukah paham ini muncul karena ada oknum yang tidak bertanggung jawab, yang sengaja menyeting kejadian ini untuk menyudutkan dan memperparah citra agama islam dimata internasional. Sehingga seolah-olah agama islam adalah agama yang tidak mentorelir perbedaan yang selama ini ada dinegara ini.
Kalau alasannya karena tejadi kesalahan pemahaman dalam memandang agama islam, maka pemerintah dalam hal ini Departemen Agama seharusnya segera berdiskusi dengan pihak terkait dan menghimbau untuk tidak menyebarkan paham seperti ini lagi karena dapat meresahkan masyarakat. Akan tetapi kalau alasannya karena ada oknum yang sengaja menyeting kejadian ini untuk menyudutkan agama islam, maka secepatnya pemerintah mengusut tuntas siapa dalang sebenarnya dari kejadian ini. Dan memberikan sanksi yang sepantasnya atas perbuatan tersebut.
Namun, untuk mencari siapa dalang tersebut memang disadari tidaklah mudah, maka dari itu pemerintah harus bekerja dengan sungguh-sungguh untuk mengusut kejadian ini. Pemerintah pun harus sadar bahwa kejadian ini tidak hanya meresahkan masyarakat tetapi juga akan merusak kedaulatan negara ini. Tapi kalau pemerintah seakan tidak peduli dan ”absen” dalam menuntaskan kejadian ini, maka kejadian-kejadian semacam ini akan terus bermunculan dan selalu akan meresahkan masyarakat.
Selain pemerintah yang harus bertanggungjawab dalam menustaskan kejadian ini masyarakat pun harus ikut berpartisipasi. Karena yang merasakan langsung dampak kejadian ini adalah masyarakat. Sekarang saatnyalah masyarakat ikut berperan aktif dalam menuntaskan masalah dalam dalam negara ini dan tetap berpegang teguh pada koridor Hukum yang berlaku, dan tidak hanya membiarkan masalah-masalah yang terjadi diserahkan dan diselesaikan oleh pemerintah.

Selasa, 26 April 2011

Ditengah Hilangnya semangat itu!!!

"... A, Ba, Ta, Tsa, Ja , Ha,..."
Begitulah ibu-ibu ini mengeja huruf hijaiyah dalam iqro 1. Ditengah gegap gempitanya hiburan yang ada ditengah kota Jogja ibu-ibu ini masih terus belajar dan belajar membaca Al-qur'an. Ditengah kesibukan mereka dalam urusan rumah tangga, mereka masih menyempatkan waktu untuk belajar agar bisa membaca Al-Qur'an. Begitu semangat mereka dalam mencari dan terus belajar, walaupun yang mengajarkan adalah anak kecil yang belum mengerti akan pedihnya kehidupan dunia sekarang ini. Semangat ini menjadi bukti betapa, masih ada yang mau mempelajari Al-Qur'an. Tidak mengenal umur dan latar belakang masing-masing, apakah mereka adalah ibu rumah tangga atau pejabat sekalipun.
Namun, ditengah semangatnya ibu-ibu itu, hal yang sangat menyedihkan adalah keadaan para pemuda yang tidak mau belajar membaca dan mempelajari isi kandungan Al-Qur'an. Berbagai alasan pun mereka lontarkan. Saya kan masih muda, masih panjang umur, dan masih banyak kekuatan yang saya miliki, inilah salah satu alasan yang mungkin paling populer digunakan oleh anak muda yang tidak mau diajak mendalami isi kandungan Al-Qur'an. 
Wahai pemuda... engkaulah yang akan melanjutkan estapeta perjalanan bangsa ini. 
Wahai pemuda muslim... apakah engkau sadar bahwa engkau akan melanjutkan estapeta bangsa ini???
Kalau engkau sadar, apa yang menjadi pedomanmu dalam menapaki kehidupan ini??? tidak lain dan tidak bukan adalah Al-Qur'anul Karim itu sendiri. Lah, kalau para pemuda sekarang tidak mau mempelajari Al-Qur'an, lalu bagaimana bisa al-Qur'an menjadi pedoman hidupnya??? 
Sesungguhnya keadaan seperti ini tidak bisa dibiarkan terus berlarut-larut. Harus ada yang bisa dan mampu merubah keadaan ini, yang tidak lain adalah pemuda itu sendiri. Tuisan ini hanya bermaksud untuk menrefleksikan kembali keadaan pemuda,, khusunya pemuda islam pada saat ini. Wallahu'alam.














































Sabtu, 16 April 2011

NASIONALISME


Islam agama universal yang mengatur seluruh sendi kehidupan umat manusia. Hal yang diatur oleh islam bukan hanya masalah transdental ilahiyah atau masalah spiritual semata, tetapi juga mengatur antara hubungan manusia seperti muamalah, politk, ekonomi, bahkan dari bangun tidur sampai tidur lagi pun islam mengatur semuanya.
Begitu pun dengan masalah nasionalisme, islam mengatur hal tersebut. Nasionalisme yang dipahami dengan bagaimana seseorang mencintai tanah kelahirannya atau Negaranya, tetapi ada hal yang perlu digaris bawahi dari makna nasionalisme yang dipahami oleh orang-orang nasionalis sekuler, bahwa nasionalisme hanya sebatas kecintaan kepada tanah kelahiran yang dibatasi oleh batas-batas geografis ataupun batas-batas ras, suku, dan budaya.
Hal ini pernah dicontohkan oleh kaum muslimin ketika mempertemukan antara kaum muhajirin dan ansar. Betapa disana kita dapat melihat begitu erat ikatan nasionalisme aqidah ini. Dengan nasionalisme aqidah ini pun orang-orang ansar siap merelakan harta yang mereka miliki untuk dikasih ke orang-orang muhajirin yang baryu datang di madinah pada saat itu.
Islam, sekali lagi agama yang sempurna, tidak menganggap bahwa nasionalisme tidak hanya sebatas nasionalisme yang dibatasi oleh batasan geografis. Tapi nasionalisme yang ada dalam agama yang universal ini adalah nasionalisme aqidah. Nasionalisme yang tidak mengenal dari mana datangnya, dan dari suku apa orang tersebut. Islam mengajarkan bahwa dimana disuatu Negara ada yang beraqidah dengan islam maka disitulah Negara kaum muslimin.
Akan tetapi, sekarang dapat dijumpai hal yang sangat memprihatinkan betapa kaum muslimin tidak lagi bernasionalisme dengan nasionalisme aqidah yang dikehendaki oleh islam. Sehingga apa yang kita liat sekarang, misalnya ketika terjadi pembantaian oleh Israel ke Falestina tidak menjadi perhatian kaum muslimin pada umumnya, hanya segelintir orang yang memberikan perhatian terhadap masalah tersebut.
Hal ini mungkin disebabkan oleh hilangnya semangat nasionalisme aqidah tersebut. Sehingga menganggap urusan kaum muslimin diluar Negaranya bukan urusan dia. Oleh karena itu marilah ditumbuhkan semangat nasionalisme ini, sehingga ikatan kaum muslimin terjalin dengan kuat, dan menjadi kekuatan yang disegani oleh kawan dan ditakuti oleh musuh-musuh islam.

Jumat, 21 Januari 2011

Sistem Keuangan Islam Makin Penting dalam Ekonomi Global



perbankan syariah 3 Sistem Keuangan Islam Makin Penting dalam Ekonomi Global GLOBAL Islamic Finance Forum pada 25-28 Oktober 2010 merupakan kelanjutan 2007 dan forum sejenis bertajuk Kuala Lumpur Islamic Finance Forum.
Event tingkat tinggi itu menjadi ajang temu para regulator, ulama, cendekiawan, dan pelaku industri keuangan dari seluruh dunia.
Acara diselenggarakan Asosiasi Lembaga Perbankan Islam Malaysia (AIBIM), Asosiasi Takaful Malaysia (MTA), RedMoney Group, dan the International Shari’ah Research Academy for Islamic Finance (ISRA).
Kegiatan tersebut diselenggarakan untuk mendukung inisiatif Malaysia International Islamic Financial Centre dalam mengembangkan Malaysia sebagai pusat keuangan Islam internasional.
Melibatkan 118 pembicara kaliber international dan 171 ulama dunia, digelar diskusi dan pertemuan khusus untuk menjalin kerja sama.
Forum diselenggarakan di Hotel Nikko dan Hotel Mandarin dengan 120 sesi secara paralel dalam 10 ruangan.
Di samping itu, para pemangku kepentingan industri keuangan Islam dari seluruh dunia bertemu untuk membahas serta bertukar pandangan dan wawasan tentang potensi pertumbuhan dan peluang dalam keuangan Islam internasional yang berpotensi menyumbang pemulihan ekonomi global.
Mereka menilai keuangan Islam merupakan komponen yang makin penting dalam sistem keuangan internasional mengingat potensinya dalam memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi global dan stabilitas keuangan sangat signifikan.
Event yang melibatkan 47 negara dan bertema ’’Keuangan Islam Global, Peluang untuk Masa Datang’’ itu dibuka oleh Perdana Menteri Datuk Seri Najib Razak.
Pada pidato pembukaan ia mengatakan Malaysia diharapkan dapat mencapai pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) sekitar 7% tahun ini dan bertekad terus tumbuh antara 5 dan 6% pada 2011.
Semua itu didasarkan pada kinerja ekonomi yang tumbuh 9,5% pada semester I tahun ini. Diprediksi ekonomi Malaysia akan tumbuh rata-rata 6% per tahun sepuluh tahun ke depan.
Mengesankan Najib menandaskan sektor keuangan Islam tumbuh mengesankan, yakni 30% per tahun dan diharapkan sebagai salah satu penyumbang penting pertumbuhan ekonomi nasional.
’’Khususnya dalam memainkan peran penting dalam mendorong stabilitas sistem yang lebih besar dan ketahanan ekonomi,’’ tuturnya.
Menurut dia, 450 miliar dolar AS atau 1,4 triliun ringgit Malaysia diperlukan untuk transformasi ekonomi sepuluh tahun ke depan berupa dana berbagai proyek, dari energi nuklir sampai jaringan tranportasi darat.
Sektor keuangan Islam, kata dia, mempunyai peran besar, termasuk sukuk. Malaysia merupakan negara penerbit sukuk terbesar di dunia atau sebesar 60% dengan nilai 130 miliar dolar AS.
Malaysia bersemangat menyelenggarakan forum-forum sejenis. Tahun ini sudah diselenggarakan tiga pertemuan berskala internasional.
Dukungan Bank Negara Malaysia (Bank Sentral) sangat besar, terutama dalam membiayai forum-forum tersebut. Semua bertekat memajukan sistem itu karena yakin keuangan Islam akan memajukan ekonomi mereka.
Global Islamic Finance Forum 2010 mencakup Global Business Leaders Dialog, kuliah umum, regulator forum, media program engagement, penyiaran Islamic Finance News, dan forum temu investor Asia 2010 oleh RedMoney.
Lokakarya pengelolaan likuiditas, pengembangan takaful, dan pengembangan bank syariah melibatkan Pusat Pendidikan Perbankan dan Lembaga Keuangan Malaysia (IBFIM) serta Pusat Pendidikan Keuangan Islam Internasional (INCEIF).
INCEIF merupakan lembaga pendidikan keuangan Islam terbesar yang dibiayai oleh Bank Negara Malaysia. Bank sentral itu menyisihkan dana wakaf khusus untuk penyelenggaraan seminar dan pendidikan keuangan Islam. INCEIF juga memberikan beasiswa kepada mahasiswa dari seluruh dunia.
Pada sesi Global Business Leaders Dialog yang melibatkan para pemimpin bisnis dari Asia, Afrika, Eropa, AS, dan Australia; Tanri Abeng, Presiden Komisaris PT Telkom menyajikan pandangan tentang “Membangun Keuangan Global pada Dekade Mendatang” dan ’’Peluang Keuangan Islam dalam Membangun Ekonomi Dunia Pasca-Krisis’’.
Pada forum regulator pembuat kebijakan turut berbicara Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Dr Halim Alamsyah yang memaparkan pertumbuhan keuangan syariah di Indonesia yang menakjubkan, yakni mencapai 35% per tahun dan keterbatasan bank syariah dalam memenuhi permintaan pasar keuangan Islam di Indonesia.
(Drs HM Bedjo Santoso MT, dosen Fakultas Ekonomi Unissula, studi S-3 di International Islamic University Malaysia-29)
Sumber : Suara Merdeka

World Islamic Banking Conference 2010 Resmi Dibuka

wibc 2010 101123095354 World Islamic Banking Conference 2010 Resmi Dibuka Perhelatan tahunan World Islamic Banking Conference (WIBC 2010) pada 22-24 November ini memang acara besar. Sekitar 1.200 pimpinan di industri perbankan syariah bakal memenuhi Bahrain untuk mencari peluang bagi perbankan dan keuangan syariah. Para peserta itu berasal dari sekitar 50 negara.
Tema konferensi kali ini “Building a new growth paradigm-Islamic banking and the new global financial landscape” dan didukung bank sentral Bahrain. Namun, seperti dilaporkan laman Al Bawaba edisi Senin (22/11), penekanan acara ini lebih pada lokakarya sebelum konferensi berlangsung.
Lokakarya itu akan dipimpin oleh para ahli di bidang perbankan syariah. Para ahli inilah yang akan membawakan beraneka topik yang dikemas dalam kerangka kerja yang praktis sehingga memungkinkan para peserta lebih memahami isu-isu penting dalam industri keuangan syariah.
Acara ini mendapat dukungan penuh dari pemerintahan dan bank sentral Bahrain. Saat pembukaan resmi pada Selasa, sejumlah figur yang berfungsi sebagai regulator akan menggelar diskusi mengenai upaya memperkuat dasar bagi industri keuangan syariah. Seperti disebutkan dalam laman AME Info edisi Senin, acara ini diikuti dengan diskusi yang diikuti para CEO dan tokoh pemimpin dalam industri keuangan syariah. Topik yang diangkat adalah menelaah prospek pertumbuhan pasar bank konsumer, bank korporasi, dan bank investasi.
Di antara para pembicara adalah Gubernur Bank Sentral Bahrain, Rasheed M Al Maraj, Gubernur Bank Sentral Afghanistan, Abdul Qadeer Fitrat, dan chief executive officer & general manager dari Islamic Corporation for the Development of the Private Sector (anak perusahaan dari Islamic Development Bank Group-Red). David McLean sebagai direktur pelaksana WIBC mengatakan.
“Acara tahun ini amat penting dalam sejarah (WIBC) selama 17 tahun karena berlangsung pada saat para pemain besar ingin meninjau kembali strategi penting dalam memetakan pertumbuhan baru di industri keuangan syariah.”
Hal lain yang akan hadir dalam perhelatan ini adalah peluncuran laporan World Islamic Banking Competitiveness Report 2010/11 yang amat ditunggu-tunggu. Laporan tersebut disusun atas kerja sama WIBC dengan McKinsey & Company dan berisi data terbaru mengenai persaingan bank-bank syariah terkemuka.
Hal lainnya yang tercakup dalam laporan ini adalah beragam strategi baru di pentas keuangan global demikian diungkap laman Trade Arabia edisi Senin. Untuk pertama kalinya pula, WIBC juga akan mendapat sesi eksklusif dari Ernst & Young. Lembaga konsultasi bisnis ini akan menyajikan dua laporan, yaitu Ernst & Young World Takaful Report 2010 (tentang asuransi syariah) dan Ernst & Young Islamic Funds and Investments Report 2010 (tentang investasi syariah).
Acara penting lainnya adalah hadirnya Mark Mobius, Executive Chairman Templeton Emerging Markets Group. Sesi ini secara eksklusif memusatkan perhatian pada upaya mengubah perspektif dari krisis menuju pemulihan berlanjut ke pertumbuhan berkelanjutan. Sasarannya adalah menyajikan sejumlah fakta baru dalam sistem keuangan global dan dampaknya bagi perbankan syariah.
“Pertumbuhan ekonomi di kawasan yang baru bangkit berlangsung terus berkat sejumlah kekuatan yang ditopang produktivitas yang tinggi, komposisi utang terhadap PDB yang rendah, dan cadangan devisa yang besar,” kata Mobius beberapa waktu lalu.
Lebih dari 60 mitra industri akan memamerkan inovasi produk mereka di sela-sela ajang ini. Pameran ini baru akan diresmikan pada Selasa. Sejumlah negara bahkan akan memasang paviliun dan diskusi khusus pun akan digelar untuk membahas peluang-peluang baru dalam industri ini. WIBC awalnya diluncurkan pada 1994. Sejak saat itu, ajang ini menjadi perhelatan yang diakui secara internasional dan dipandang sebagai pertemuan tahunan terbesar dan paling penting di pentas industri keuangan global.
Sumber : Republika

Sabtu, 15 Januari 2011

Ekonomi Islam Harapan Umat

Ditengah-tengah krisi global yang dihadapi dunia, dengan sistem kapitalismenya, telah menyebabkan beberapa problematika yang terjadi dimasyarakat. salah satu problem yang terjadi dimasyarakat adalah kesenjangan antara si kaya dan si miskin, ataupun antara orang yang memiliki modal (capital) dengan orang yang tidak mampu  atau tidak memiliki modal. Hal ini tentu sangat tidak diharapkan, karena membawa dampak negatif yang berkepanjangan dan akan menyebabkan kemandekan ekonomi karena penumpukan harta disalah satu pihak. 

Namun, ditengah krisis ekonomi tersebut, sistem ekonomi islam tumbuh dan bangkit dengan menawarkan sistem ekonomi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Sistem ini ingin meletakkan harta sebagai medium of change dan bukan tujuan. Sistem ini pun inngin memperbaiki sistem kapitalis yang cenderung mencari keuntungan dan tidak memperhatikan keadaan disekitar. Hal ini terlihat dengan sistem bagi hasil yang diterapkan disistem ekonomi islam, yang sudah banyak diterapkan oleh bank-bank syari'ah. Bukan berarti sistem ekonomi islam tidak mengakui kepemilikan pribadi, tapi ingin merubah paradigma masyarakat bahwa harta seharusnya dibelanjakan dijalan Allah, sehingga bisa bermanfaat tidak hanya buat diri sendiri atau individu, tetapi juga buat masyarakat pada umumnya.

Dengan sistem ekonomi seperti ini, ekonomi islam diharapkan dapat memperbaiki keadaan ekonomi yang mulai cartut marut. Dan yang lebih penting lagi adalah kesadaran masyarakat untuk bersistem dengan sistem ekonomi islam. Sehingga Ekonomi Islam, Isnya Allah menjdai Harapan Umat, yang dapat mengembalikan ekonomi sebagaimana yang pernah diraih oleh kaum muslimin sebelumnya. aamiin...




Jumat, 14 Januari 2011

Ekonomi Islam Satu-satunya Solusi Krisis Ekonomi Global


Dr. Muhammad Abdul HalimUmar,
Pakar ekonomi Universitas Al-Azhar
“ Dewasa ini, Barat sedang membahas perlunya berpaling pada ekonomi Islam sebagai alternative dari system ekonomi kapitalis ribawi,“
tegas Dr. Muhammad Abdul Halim Umar, seorang pakar ekonomi Universitas Al-Azhar
“Sesungguhnya saat ini Barat tengah berada dalam kondisi yang sangat dilematis dan sedang mencari jalan keluar yang aman. Para pakar ekonomi di sana menyarankan untuk berpaling pada ekonomi Islam dan menjauhi praktik ribawi dan spekulasi. Karena, praktik tersebut satu-satunya penyebab di balik meletusnya krisis ekonomi global akhir-akhir ini yang meruntuhkan sejumlah Bank besar dunia, terutama Bank Amerika Leman Bradz, bank terbesar keempat di dunia“, papar penasehat Kelompok Ekonomi Islam Shâlih Kâmil.
Intisari Wawancara :

Benarkah anggapan orang bahwa ekonomi Islam tetap menjadi alternatif dari sistem ekonomi kapitalis Barat, sebagai usaha untuk keluar dari krisis ekonomi global yang Barat alami dewasa ini?
Benar, jawabannya sudah pasti. Saat ini Barat sedang mencoba berpaling kepada ekonomi Islam
sebagai usaha untuk keluar dari krisis ekonomi yang cukup ‘menggilas’. Anda perlu tahu, para pakar ekonomi kapitalis telah mengakui bahwa seharusnya kapitalisme diatur dengan benteng (siyâj) moral dan campur tangan pemerintah. Benteng tersebut tiada lain ekonomi Islam Islam itu sendiri. Seperti diketahui, sistem ekonomi Islam mengharamkan berbagai praktik yang merugikan perekonomian dalam bentuk yang umum, seperti menipu, berspekulasi, dan interaksi yang sarat riba.
Bunga yang diperoleh dari praktik ekonomi ribawi terus bertambah dalam bentuk sirkulasi (hutang) dan tanpa terkandung rasa kasih sayang terhadap para muwarridin. Sikap tersebut menyebabkan rusaknya sirkulasi ekonomi, karena bisa jadi saat jatuh tempo pembayaran, peminjam belum mampu melunasinya. Akibatnya, pemberi hutang terpaksa memperkarakannya. Dengan demikian, proses jual beli terhenti. Inilah hal yang merugikan proses perdagangan secara umum di antara keduanya.

Tidakkah ini merupakan gejala transformasi dalam pemikiran Barat?
Memang hal tersebut merupakan bentuk transformasi pemikiran. Namun kondisi tersebut
menuntut mereka melakukannya. Mereka sekarang telah mengetahui sejauhmana urgensi agama Islam. Padahal, dahulu mereka menyatakan bahwa antara ekonomi dan agama tiada kaitannya sedikitpun, dan tidak terdapat pondasi dan aturan agama yang berhak mengatur ekonomi. Barat hanya berkonsentrasi pada ekonomi yang bersifat uang (aliqtishâd
al-mâlî), bukan ekonomi yang sebenarnya, dimana ekonomi yang sebenarnya bersifat
membangun dan memajukan negara. Tentu saja, ekonomi yang hanya bersifat uang ini sepenuhnya ditolak oleh Islam. Islam memberikan syarat, bahwa dalam setiap mobilitas keuangan harta, mesti dibayar (berbanding lurus) dengan jasa (khidmah) yang nyata. Sedangkan, Dunia Barat hanya memfokuskan dan memperluas mobilitas keuangan saja, tanpa ada pelayanan dan perpindahan komoditi nyata. Oleh karena itu, system kapitalis adalah sistem ekonomi hutang (iqtishâd madîn), sebab setiap orang yang terlibat di sana dianggap menanam hutang.

Apa langkah-langkah ekonomi yang ditempuh oleh Barat yang tampak dianggap sebagai langkah yang menunjukkan mereka berpaling pada ekonomi Islam?

Terdapat sejumlah pakar kapitalis yang telah menyarankan pentingnya melirik dan berpaling pada ekonomi Islam. Saya pernah membaca sebuah artikel Rolan Laskin, pemimpin redaksi majalah Le` Journal de` Finance Perancis. Dia menyatakan, telah tiba saatnya wall street (maksudnya pasar uang) menyandarkan aktifitasnya pada syariat Islam dalam aspek keuangan dan ekonomi, untuk meletakkan penangkal krisis yang cukup menggoncangkan pasar uang dunia akibat proses permainan sistem interaksi
keuangan dan spekulasi keuangan yang melampaui batas dan tidak syar’i.
Dalam artikel yang lain, saya pernah membaca tulisan Bovis Fansun, pemimpin redaksi Majalah Challenge. Disebutkan, semestinya kita membaca Al-Quran, menghayati kandungan ayat per-ayat, supaya kita dapat keluar dari krisis ekonomi ini dan menerapkan sejumlah prinsip hukum Islam, terutama aspek ekonomi. Sebab, seandainya para Bankir menjunjung tinggi sejumlah ajaran dah hukum di dalam Al-Quran, lalu mengaplikasikannya, dipastikan kita akan memperoleh solusi atas sejumlah krisis dan kita akan sampai pada kondisi al-wadh’ al-muzrî. Kita tahu, bahwa uang tidak akan ‘melahirkan’ uang.
Di media lain, saya pernah membaca tulisan Maurice Ali, peraih penghargaan Nobel bidang ekonomi dalam bukunya yang ditulis beberapa tahun yang lalu, ia membidik persoalan krisis ekonomi yang kemungkinan akan dihadapi dunia, yang saat ini ternyata krisis tersebut dialami.
Ia menyodorkan sejumlah perbaikan yang seluruh konsepnya diambil dari sumber syariat Islam. Untuk keluar dari krisis dan mengembalikan kestabilan ekonomi, ia menyarankan dua syarat, pertama, modifikasi (perubahan) nilai rata-rata bunga sampai titik nol; kedua, merevisi nilai rata-rata pajak sampai
nilai minimal 2 %. Anda perhatikan, ternyata keduasyarat tersebut sepenuhnya sesuai dengan aturanIslam, yaitu sebagai upaya menghilangkan riba, danukuran zakat yang telah ditetapkan oleh aturan Islam.
Apa peran Negara Arab dan Islam dalam upaya mempublikasikan ekonomi Islam dewasa ini?

Pertama, sebelum diadopsi oleh Barat, terlebih dahulu aplikasikan syariat Islam di negara masingmasing. Karena, Barat tidak mengetahui ekonomi Islam, tapi mereka ingin mempelajarinya. Upaya mereka mempelajari ekonomi Islam tidak akan
tercapai dengan baik, kecuali jika sistem tersebut diaplikasikan terlebih dahulu di negara-negara Islam.

Apa saja solusi yang ditawarkan oleh Barat untuk keluar dari krisis ekonomi dewasa ini?
Barat telah mencanangkan setidaknya 3 skenario untuk mengakhiri krisis ekonomi global saat ini, pertama, disebutkan bahwa krisis akan segera pulih dalam enam bulan ke depan; kedua, krisis segera pulih satu tahun ke depan; ketiga, diperkirakan hingga dua tahun ke depan. Ada pula yang berpendapat,bahwa krisis tidak akan pernah berakhir selama Barat tidak berpaling pada sistem ekonomi Islam. Dengan demikian, agar krisis pulih dengan segera, seharusnya
Barat berpaling pada ekonomi Islam dan bersandar pada ekonomi yang menganut aturan, dasar, dan undang-undangan ekonomi yang bebas riba dan spekulasi (mudhârabah) keuangan. Karena saat ini telah terungkap, bahwa ekonomi tersebut (riba dan spekulatif) menimbulkan banyak merusak ekonomi internasional.