Selasa, 27 Desember 2011

TERJAJAH SETELAH PENJAJAHAN




Perang fisik telah usai. Penjajah-penjajah pun telah pergi meninggalkan negeri ini. Namun ada luka yang tidak bisa dihapuskan yang dibawa oleh para penjajah. Belanda misalnya. Ketika Belanda menjajah Indonesia, tidak hanya dalam militer, tetapi juga dalam ekonomi. Kita bisa melihat dengan adanya VOC. Vereenigde Oostindische Compagnie (Perserikatan Perusahaan Hindia Timur atau Perusahaan Hindia Timur Belanda) yang didirikan pada tanggal 20 Maret 1602 adalah perusahaan Belanda yang memiliki monopoli untuk aktivitas perdagangan di Asia.
Sejak kolonialisme melalui VOC ini dimulai pada tahun 1602, belanda mulai menerapkan politik drainage selama kurun waktu 197 tahun (1602-1799). Selama kurun waktu tersebut Belanda mulai mencapkan kuku kekuasaannya di Indonesia. Salah satu tujuan dari pengusaan kekuasaan oleh Belanda adalah pengerukan kekayaan alam Indonesia sebanyak-banyaknya. Kekayaan alam dieksploitasi, masyarakat Indonesia dijadikan Budak untuk memenuhi kebutuhan Belanda. Sehingga yang terjadi adalah bangsa Indonesia menjadi menderita ditanah Airnya sendiri.
Begitulah terminologi penjajahan. Pergi kesuatu daerah atau bangsa, membumihanguskan masyaraktnya, mengusai, lalu mengeksploitasi kekayaannya. Itulah salah satu luka yang dibawa oleh penjajahan dalam hal ini belanda. Namun apa artinya luka, kalau tidak diobati dan dijadikan sebuah pelajaran. Namun, sangat disayangkan, alih-laih mengambil pelajaran, Indonesia malah mendekati dan memminta tolong pada kolonialisme baru.
Lihat saja dengan terlibatnya Indonesia pada suatu perjanjian yaitu “Washington Consensus” yang tidak lain hal ini adalah wajah kolonialisme baru yang lebih halus. Tidak terlihat secara nyata, tetapi sangat mematikan. Bahkan ada adigium yang menyatakan bahwa tidak mungkin seseorang akan menjadi presiden Indonesia ketika tidak setuju dengan perjanjian ini. Perjanjian ini mengakibatkan Indonesia terjajah lagi setelah penjajahan.
Dampak dari penjajian ini bisa dilihat dengan bergejolaknya Papua dengan kasus Freeportnya. Sebenarnya kalau mau jujur, masyarakat Papua tidak mendapatkan apa-apa dari Perusahaan tersebut selain kesengsaraan dan kerugian yang besar karena kekayaan alam mereka dieksploitasi besar-besaran. Dan alasan bahwa Freeport dapat meningkatkan pendapatan Negara pun sungguh sangat diluar batas kemanusian. Betapa tidak, Indonesia yang memiliki kekayaan alam, hanya dikasih pajak yang tidak sebanding besarnya dengan kekayaan alam yang dikeruk oleh Freeport. Begitulah wajah penjajahan baru, meninggalkan luka yang tidak hanya sementara, tetapi juga berkepanjangan. Salah satu hal yang bisa dilakukan adalah melati kemandirian untuk tidak selalu bergantung pada orang lain atau negara lain, dengan cara mendukung program kemandirian ekonomi masyarakat. Allahu’alam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar