Jumat, 17 Februari 2012

Kemanakah Kasus Lawas??

                                                     
            Belakangan ini publik banyak disibukan dengan berbagai kasus yang terjadi ditingkatan nasional, seperti proyek Wisma Atlet yang menyeret beberapa nama Anggota Dewan terhormat. Anggota Dewan terhormat yang seharusnya melindungi kepentingan dan aspirasi publik, justru kenyataanyasemakin merugikan dan menyesatkan publik. Kasus ini pun menjadi cernaan publik setiap hari dan topik menarik untuk dibahas dimana-mana.
            Namun yang menjadi kegundahan masyarakat adalah tidak kunjung selesainya masalah ini. Ibarat pepatah “Mati Satu Tumbuh Seribu” atau seperti kudis, makin digaruk makin asoi, makin meyebar bagian tubuh yang lain. Begitu juga kasus korupsi di Negeri ini, selesai satu muncul banyak kasus lain lagi atau malah kasus lama tidak terselesaikan. Mau dibawa kemana negeri ini oleh penegak hukum. Malah ada sebagian masyarakat yang berpandangan bahwa jangan-jangan korupsi di Negeri ini telah menjadi budaya.
            Karena telah menjadi budaya, kasus korupsi yang menyeret pejabat publik tidak hanya terjadi di kancah Nasional saja, tetapi juga sudah menyebar sampai kedaerah. Benarlah apa yang dikatakan oleh seorang bijak bahwa pemerintah atau pejabat publik yang korup akan menyebarkan korupsinya kemana-mana. Itulah yang terjadi di negeri ini. Simak saja kasus beberapa tahun lalu yang terjadi di DIY yang melibatkan pejabat publik Sleman.
            Tidak luput pula kasus yang belum terang bendrang yang  sudah dua dasawarna lalu mecuat kembali. Seperti kasus korupsi proyek pembangunan alat komunikasi berbasis CDMA Propinsi DIY pada 2004 dan korupsi dana asuransi jiwa mantan anggota DPRD DIY pada tahun 2002. Untuk kasus Asuransi jiwa, pada saat itu DPRD DIY menganggarkan dana asuransi resiko kerja dan asuransi jiwa sebesar Rp. 4,7 Miliyar. Kebijakan ini dinilai oleh Mendagri menyalahi  ketentuan Mendagri. Menurut Mendagri penentuan dana belanja DPRD diatur melalui pos tersendiri. Ketika itu Tiga anggota Dewan Terhormat yaitu Herman Abdurachman, Nurudin Haniem, dan Muhammad Umar dijadikan terdakwa.
            Sedangkan kasus dugaan korupsi pembangunan proyek alat komunikasi berbasis CDMA berawal dari rencana Pemprov DIY membangun telepon Nirkabel. Karena kebutuhan terhadap hal ini, maka Pemprov DIY membentuk PT Jogya Telepon Cerdas yang bekerjasama dengan Indosat dan menunjuk Bambang Susanto kala itu sebagai Sekda Provinsi DIY sebagai komisaris. Namun, menurut Asisten Intelejen Kejati DIY Henry Budianto bahwa kasus yang menelan dana Rp. 17 miliar itu bahwa pihaknya tidak memenuhi bukti awal kerugian Negara yang cukup, sehingga proses penyelidikan tidak dilanjutkan. Kasus ini sampai pada pencopotan sekretaris daerah Bambang Susanto oleh presiden SBY. Bambang pada awalnya berselisih pendapat dengan  Sultan. Bambang melihat kasus ini dari sisi administrasi, tapi Sultan melihat dari segi politik, sehingga tidak ketemu dan membuat hubungan keduanya tidak harmonis.
Dalam perjalanannya, proyek ini tidak mulus meski tower sudah dibangun dan dana Rp 17 miliar dari APBD telah dikucurkan. Lalu ada kabar bahwa sebagian uang itu digunakan untuk membeli mobil Mercedes seharga Rp 850 juta untuk kegiatan Sultan di Jakarta. Koordinator Jaringan Advokasi CDMA Nanang Ismuhartoyo menemukan sejumlah kejanggalan. Pencairan dana modal CDMA misalnya, tidak ditetapkan dengan peraturan daerah dan surat keterangan otorisasi yang ditandatangani gubernur. Pengeluaran dana APBD sebesar itu seharusnya bukan tanggung jawab Sekda, katanya. Nanang melihat ada usaha saling lempar tanggung jawab antara gubernur dan sekretaris.
            Kedua kasus ini masih dingin ditangan kejaksaan. Belum ada upaya pengungkapan kesua kasus ini keranah publik oleh kejaksaan. Seakan-akan kasus ini sengaja ditutup-tutupi. Oleh karena itu menarik untuk mencari tau kenapa kejaksaan tidak mau mempublikasikan kasus ini. Apakah terkait dengan eksistensi kejaksaan, atau malah kejaksaan punya kepentingan didalamnya, karena akan menyeret pucuk kepemimpinan DIY. Kalau kejaksaan tidak mau menyelesaikan kasus ini secepatnya, maka yang dikhawatirkan oleh masyarakat adalah kasus ini akan terlupakan sehingga tidak dapat diselesaikan dan masyarakat akan semakin tidak percaya dengan penegak hukum.

           
           
           


Tidak ada komentar:

Posting Komentar