Jumat, 17 Februari 2012

MATINYA PERAN KELUARGA…


Kasus dugaan korupsi secara nasional, seperti dalam wisma atlet, yang melibatkan beberapa Anggota Dewan terhormat telah menjadi topik menarik untuk dibahas di mana-mana dan dicermati publik. Belum selesai kasus ini dibicarakan publik. Muncul lagi kasus lain yang tidak kalah hot dibicarakan publik, yaitu tingkah laku Pilot yang suka pakai narkoba. Mungkin karena ingin menjalankan salah satu slogan penerbangan “We Can Make Fly” maka para pilot ini berani menggunakan barang haram perusak masa depan.
Perilaku gemar korupsi para politisi dan pejabat negaraserta perbuatan asisula lainya sungguh sangat memalukan bangsa ini. Negara. Mau ditaruh dimana muka bangsa ini kalau selalu saja hal seperti ini selalu terulang kembali. Oleh karena itu perlu untuk mencari apa pangkal utama penyebab terjadinya berbagai hal yang selama ini mengotori raport Bangsa ini. Menurut sebagian pakar bahwa kasus yang terjadi selama ini karena lemahnya kontrol politik dan hukum terhadap pejabat ataupun pelaku kejahatan tersebut. Namun, penulis lebih sepakat bahwa pangkal utama terjadinya berbagai masalah bangsa ini karena lemahnya kontrol keluarga.
Perubahan Fundamental tata nilai sosial masyarakat terajdi akibat Revolusi Industri, memberikan dampak signifikan terhadap perubahan nilai-nilai dalam keluarga. Perubahan yang ditimbulkan misalnya hilangnya instink komunitas secara meluas dari hilangnya rasa memiliki sekelompok orang terhadap sebuah negara bangsa, hilangnya ikatan atau solidaritas komunal, hingga hilangnya ketaatan pada sistem sosial dan normatif yang berlaku (Irwan Abdullah, KOMPAS, 28 Juni 2000).
Bagitupun yang terjadi di Indonesia. Menurut Raymod Aron, Sejak mulainya proses Industrialisasi Indonesia pada abad XIX, telah memberikan dampak dalam perubahan kondisi sosiologis masyarakat. Masyarakat dituntut untuk memperoleh kesuksesan dengan pencapaian ekonomi secara maksimal. Kebahagiaan serasa dicapai ketika ekonomi terpenuhi secara maksimal. Nilai-nilai persaudaraan dan cinta kasih serta rasa pemelikan terhadap bangsa terdistorsi, digantikan dengan budaya pabrik yang individual dan pencapaian ekonomi maksimal. Perubahan-perubahan ini kemudian menjadi penyebab kurangnya kontrol keluarga. Anggota keluarga semakin individualis. Fungsi orang tua sebagai guru pertama untuk anak-anaknya tergerus. Begitu juga anak semakin tidak menaati perintah orang tua.
Kalau kontrol keluarga ini semakin lama tidak dibenahi, maka tujuan utama keluarga yaitu pembentukan karakter anak sesuai nilai moral dari kecil hingga ia dewasa menurut penulis tidak akan tercapai. Padahal pembentukan karakter sesuai nilai moral menjadi suatu hal yang sangat penting dilaksanakan keluarga terhadap anak. Menurut T. Ramli (2003), pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan  pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk  pribadi anak, agar menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan   warga negara yang baik. Adapun kriteria manusia yang baik, warga   masyarakat yang baik, dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat    atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai sosial tertentu, yang  banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Pendidikan karakter berpijak dari karakter dasar manusia, yang bersumber dari nilai moral universal (bersifat absolut) yang bersumber dari agama yang juga disebut sebagai the golden rule. Pendidikan karakter dapat memiliki tujuan yang pasti, apabila berpijak dari nilai-nilai karakter dasar tersebut.
Namun sungguh sangat disayangkan, tidak banyak keluarga yang memahami hal ini. Ketidak pahaman keluarga terhadap hal ini terlihat dari perilaku orang tua yang terlalu memberikan kepercayaan tinggi kepada lembaga formal untuk memdidik karakter anak. Padahal intensitas pembinaan di lembaga formal hanyalah delapan jam belajar, diluar itu pendidikan diserahkan kepada orang tua dirumah. Belum lagi kesibukan orang tua mencari nafkah untuk menghidupi keluarga, semakin membuat orang tua lupa terhadap mendidik anak dirumah. Nampaknya juga kalau pendidikan karakter ini hanya diserahkan kepada lembaga formal, maka apa yang dicanangkan oleh pemerintah dalam hal pendidikan karakter tidak akan terwujud.
Sebagai contoh sekarang banyak para ayah yang rela kerja mencari nafkah dari pagi hingga malam, sehingga melupakan pendidikan dan pembinaan terhadap anak dan istrinya. Namun bukan berarti mencari nafkah tidak diperbolehkan. Akan tetapi bagaimana dalam mencari nafkah tetap tidak melupakan pendidikan keluarga diluar jalur formal atau hanya menyerahkan kepada pembantu dan guru privat. Atau juga perilaku seorang Ibu yang suka keluyuran diluar rumah sehingga melupakan fungsi beliau sebagai ibu bagi anak-anaknya.
Lalu apa korelasi antara pendidikan karakter oleh keluarga dengan kasus korupsi dan tindak asusila selama ini terjadi. Tentu memiliki korelasi bahwa nilai-nilai moral yang ditanamkan sejak dini oleh keluarga nantinya akan menjadi bekal bagi seseorang ketika ia dewasa atau suatu ketika nanti ia menjadi pejabat publik. Maka jangan heran kalau tindak korupsi, manipulatif dan tindak asusila lainya terus terulang selama pendidikan karakter anak sejak dini oleh keluarga belum tuntas. Karena bangsa yang baik ditentukan oleh baiknya masyarakat, dan masyarakat yang baik ditentukan oleh baiknya keluarga sebagai inti terkecil masyarakat. Oleh karena itu sudah sepantasnya para keluarga memberikan perhatian lebih kepada pembentukan karakter anak. Tentunya karakter yang menuju pada kebaikan akhlak dan moral. Wallahu’alam.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar