Kamis, 01 Mei 2014

Beginilah Takdir (1)...



Oleh: Rifadli Kadir
(Sebuah Cerita)


Malam itu... Hujan turun, membasahi bumi, memberi kekuatan baru bagi tanaman yang mulai mengering. Bagi banyak orang, malam itu nampak indah dipandang dari balik kaca jendela. Apalagi bagi mereka yang sedang memendam rindu yang belum kesampaian.
Tapi, malam yang indah bagi banyak orang itu, tidak indah bagi Azzam. Malam itu ia harus memutuskan hal yang tidak mudah dalam hidupnya, ini tentang cinta. Ia bingung apakah harus meneruskan cinta itu. Cinta yang disimpan dalam diam. Cinta yang hanya ia, Allah dan hatinya yang tahu seberapa besarnya. Cinta yang berharap balasan. Malam itu tak kuasa Azzam menahan sesak dalam dadanya. Ia menutup malam itu dengan penuh doa dan harapan agar cintanya dijaga oleh yang Kuasa.

****
Pagi itu, Azzam sudah sibuk menyiapkan dirinya menyambut hari. Tengah kesibukannya itu, berdering handphone Azzam. Ada SMS masuk...
            “Zam... pagi ini bisa ketemu ndag? Penting?! Untuk masa depanmu...!” pinta Rio, dari seberang sana.
Bagi Azzam sms ini tak seperti biasanya, ada nada agak memaksa. Tapi ia berbaik sangka, siapa tau ada hal penting mau disampaikan.
            “Ada apa Rio? Balas Azzam.
            “Nanti tak sampaikan langsung saja, ini penting!” Rio tak langsung memberi tahu Azzam apa perlunya ia mengajak ketemuan pagi itu.
            “Ok bisa, tak tunggu di tempatku ya...” balas Azzam yang agak penasaran.
Rio adalah salah satu teman baik Azzam. Tapi bukan orang yang menjadi tempat Azzam menumpahkan keluh kesahnya. Rio hanya sebatas teman se-organisasi dan seaktifitas dengan Azzam. Beberapa menit kemudian Rio akhirnya sampai di tempat Azzam.
“Ane depan tempat nte skg...” SMS Rio...
“Ok, tunggu di masjid depan ya, ketemu disana saja”. Pintah Azzam...
            Sambil berjabat tangan Azzam menanyakan, “Ada apa akh...? kok kayaknya penting amat...
            “Begini akh, sebelumnya ane minta maaf, tidak bermaksud mencampuri urusan antum. Tapi, ini permintaan dari salah seorang yang antum kenal baik. Bahkan ia mengakui kalau ia juga kenal baik dengan antum....  belum selesai Rio bercerita Azzam langsung memotong pembicaraan.
            “Bisa langsung pada intinya akh? tukas Azzam...
            “Sabar akh, ini harus jelas...” jelas Rio
            “Ok lah, lanjut akh....” pintah Azzam.
            “begini akh, kemaren ada salah seorang yang mengaku bahwa ia punya harapan ke antum. Harapan yang sudah sekian lama dipendam. Harapan yang selalu ia panjatkan dalam doa-doanya. Harapan yang bisa berbalas untuk mencapai kesucian....” Jelas Rio panjang lebar.
            Azzam tersentak. Ada perasaan bahagia, sekaligus kaget. Dirinya seakan melayang-melayang dilangit kebahagiaan. Kenapa bisa secepat itu apa yang ia harapkan dijawab oleh Allah. Muncul pertanyaan dalam hatinya. Apa ini benar-benar kehendak Allah.
            Tapi, Azzam tidak mau larut dengan kebahagiaannya itu. Ia ingin tahu kenapa orang itu tanpa disangka-sangka mengakui harapannya. Padahal itu tidak lazim bagi mereka yang menjaga kesuciaannya demi mengharap ridho Allah. Apa ia tak mampu menahan harap itu, hingga tak ada jalan lain selain mengakuinya. Azzam masih diam dengan pertanyaan-pertanyaan kecil dalam hatinya.
            Belum habis dengan pertanyaan dalam diamnya, Azzam dikagetkan dengan penjelasan Rio...
            “Tapi begini Zam... antum harus menerima hal ini... “
            “apa akh...?” lirih Azzam dengan penuh tanya..
            “Antum harus siap dan bersabar dengan kenyataan bahwa ternyata orang itu sedang dijodohkan dengan salah seorang pilihan orang tuanya. Hal itulah yang membuat dia bingung. Antara mengikuti kata hati dengan harapan-harapannya, atau mengikuti kehendak orang tuanya. Dan orang tuanya menginkan ia dapat berjodoh dengan pilihan orang tua...” jelas Rio dengan suara agak tertahan.
            Mendengar penjelasan Rio, Azzam kaget yang kedua kalinya. Ia menarik nafas panjang dan terdiam sejenak. Ada persaaan yang tidak menentu dalam dirinya. Azzam bingung, apakah akan melanjutkan keinginannya itu atau merelakan orang yang diharapkan menjadi pendamping hidupnya berjodoh dengan pilihan orang tuanya.
            Azzam bingung karena dalam pandangnya menikah itu bukan hanya menyatukan dua insan. Tapi menikah adalah prosesi menyatukan dua keluarga dalam satu ikatan besar. Menikah merupakan proses menjalani kehidupan untuk membangun peradaban yang dimulai dari keluarga. Maka, mendapat ridho orang tua adalah mutlak. Inilah yang membingungkan Azzam, jika cinta itu dilanjutkan bisa jadi orang tuanya belum tentu merestui.
            “lalu apa yang harus ane lakukan?” tanya Azzam ke Rio...
            “Akhwat itu meminta antum segera mendatangi orang tuanya, itupun kalau antum serius. Kalau antum gak serius, ya mau tidak mau dia harus menerima tawaran dari orang tuanya itu...” jawab Rio.
            Bagi mereka yang menjaga kesucian hatinya, memilih mendatangi orang tuanya dan tanpa pacaran ala anak muda masa kini merupakan budaya yang dipupuk dengan benih-benih kebaikan hingga melahirkan pohon kesucian hati. Mereka memilih jalan diam, dan sembari memperbaiki diri serta berharap kepada sang Kuasa agar diberikan jodoh terbaik.
            “hmm... Ane belum yakin akh. Tapi, kalau itu harus dilakukan secepatnya mau tidak mau ane harus siap menjalaninya...” lirih Azzam.
            “Kalau antum siap dan serius. Nanti ane sampaikan keseriusan antum. Akhwat itu juga akan berusaha menjelaskan hal ini ke orang tuanya. Kalau sudah ada jawaban nanti ane kasih tau... ” tukas Rio.
            “okelah akh, ane tunggu kepastiannya gimana...” pinta Azzam sambil mengakhiri pembicaraan. Karena ia harus bersegera menyelesaikan  beberapa kewajiban pada hari itu.
            Pagi itu Azzam tidak fokus dengan dirinya. Bahkan itu terbawa sampai sepanjang harinya. Ia kemudian teringat dengan pesan para Ulama dan orang bijak. Jika engkau berada dalam kebingungan, maka mintalah fatwa pada hatimu dengan berharap diberikan keluasan pilihan oleh Allah. Azzam langsung mengambil air wudhu dan segera melakukan shalat istikhara. Ia masih duduk beristighfar setelah shalat, namun perasaannya masih juga belum menentu pasti. Akhirnya ia memutuskan untuk bersabar sambil menunggu balasan dari akhwat itu.
Dua hari berselang, namun Azzam belum juga menemukan jawaban...
(besambung...)
***
 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar