Senin, 23 Januari 2012

WAJAH BARU INDUSTRIALISASI INDONESIA


Sejak mulainya Industrialisasi sebagai bagian dari proses modernisasi ke Indonesia pada abad XIX. Industrialisasi ini memberikan konsekuensi yang amat luas bagi mengalami perubahan bagi perubahan kehidupan masyarakat. Perubahan-perubahan penting menurut Raymond Arond dalam masyarakat industri ialah memanjangnya usia rata-rata, kenaikan terus menerus dalam output nasional, perhatian yang besar bahkan obsesi pada produksi dan ekspansi, penciptaan lingkungan buatan bagi kehidupan manusia, tenaga kerja dan organisasi yang serba besar, spesialisasi, dan rasionalisasi intelektual dan sosial.
Dari berbagai perubahan yang diakibatkan oleh industrialisasi yang diramalkan sejak abad ke XIX ada hal menarik untuk dicermati yaitu perhatian yang besar terhadap obsesi pada produksi dan ekspansi. Obsesi ini nantinya akan melebar pada adanya organisasi besar yang memerlukan tenaga kerja banyak. Pabrik-pabrik dan gedung-gedung besar dijadikan tempat produksi seperti yang ada sekarang merupakan bentuk fisik dari obsesi ini. Obsesi ini kemudian membuat masyarakat didominasi oleh kondisi pabrik yang mengoranigsir masyarakat secara efeisien dan mirip seperti mesin. Sehingga mengakibatkan hilangnya ikatan-ikatan tradisi seperti gotong-royong, kekeluargaan dan persaudaraan dalam masyrakat, kemudian digantikan oleh hubungan-hubungan yang bersifat rasional, legal, dam kontraktual. Begitulah ramalan itu.
Perubahan ini kemudian berlangsung sampai dengan sekarang. Perkembangan Pabrik-pabrik, gedung-gedung yang dijadikan tempat usaha pun semakin banyak. Namun perkembangan ini menjadi suatu polemik tersendiri ditengah-tengah masyarakat dan telah menampakan wajah barunya. Proses industri yang diharapkan dapat menjadi katalisator pertumbuhan ekonomi masyarakat malah membuat masyarakat kehilangan harta bendanya. Lihat saja apa yang terjadi di NTB, Papua dan Mesuji sudah cukup menjadi bukti.
Pemerintah sebagai pengendali utama dari proses ini, haruslah menjadi orang yang berpihak kepada kepentingan rakyat. Bukan malah membuat aturan yang melegalkan praktek ini. Tetapi bukan berarti tidak melakukan sama sekali proses industrialisasi karena ini merupakan salah satu faktor pembagunan, akan tetapi harus adanya pengaturan yang jelas mana tempat yang bisa dijadikan untuk proses industri. Bukan malah membuat masyarakat kehilangan tempat kerja, lahan perkebunan, pasar-pasar, bahkan tempat tinggalnya seperti sekarang ini. Hal ini patut menjadi pertimbangan para pemangku kebijakan, agar setiap proses Industri (dalam hal ini lembaga industri) yang ada, tidak menjadi resisten bagi masyarakat.


Refensi :
- Kuntowijoyo, 2008, Paradigma Islam: Interpretasi Untuk Aksi, Bandung: Mizan Media.
-http://kelompokternakpucakmanik.blogspot.com/2011/07/pupuk-organic- petani-vs-pabrik-siapa.html (gambar)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar