KPK Sebuah Harapan
Dalam
berbagai studi mengenai Negara maupun demokrasi. Para ahli kadang berkesimpulan
bahwa Negara yang berada dalam transisi menuju demokrasi terkadang menimbulkan
banyaknya kekacauan. Salah satu kekacauan yang terjadi dalam transisi menuju
demokrasi subtansial adalah Korupsi.
Di Indonesia perhatian mengenai
pemberantasan korupsi menjadi banyak perhatian rakyat, apalagi pemerintah.
Perhatian ini akhirnya terlembagakan dalam institusi formal yang bernama Komisi Pemberantasan Korupsi yang biasa
disingkat KPK pada masa pemeritahan SBY-MYK.
Semangat untuk memberantas Korupsi sebanarnya tidak hanya muncul sejak
pemerintahan SBY-MYK, tetapi sudah jauh sebelum masa pemerintahan ini.
Orde Lama
Pada
masa Orde Lama tercatat dua kali dibentuk lembaga pemberantasan korupsi. Yang
pertama, dengan perangkat aturan Undang-Undang Keadaan Bahaya, lembaga ini disebut Panitia
Retooling Aparatur Negara (Paran). Badan ini dipimpin oleh A.H. Nasution dan dibantu oleh dua orang anggota, yakni Profesor M. Yamin dan Roeslan Abdulgani. Kepada Paran inilah semua pejabat harus menyampaikan
data mengenai pejabat tersebut dalam bentuk isian formulir yang disediakan.
Kedua,
Pada 1963, melalui Keputusan Presiden No. 275 Tahun 1963, pemerintah menunjuk lagi A.H. Nasution, yang saat itu menjabat sebagai Menteri Koordinator Pertahanan dan Keamanan/Kasab, dibantu oleh Wiryono Prodjodikusumo dengan lembaga baru yang lebih dikenal dengan Operasi
Budhi. Kali ini dengan tugas yang lebih berat, yakni menyeret pelaku
korupsi ke pengadilan dengan sasaran utama perusahaan-perusahaan negara serta
lembaga-lembaga negara lainnya yang dianggap rawan praktek korupsi dan kolusi.
Orde Baru
Pada masa awal Orde Baru, melalui
pidato kenegaraan pada 16 Agustus 1967, Soeharto terang-terangan mengkritik Orde Lama, yang tidak mampu memberantas korupsi dalam hubungan dengan
demokrasi yang terpusat ke istana. Pidato itu seakan memberi harapan besar
seiring dengan dibentuknya Tim Pemberantasan Korupsi (TPK), yang diketuai Jaksa
Agung. Namun,
ternyata ketidakseriusan TPK mulai dipertanyakan dan berujung pada kebijakan
Soeharto untuk menunjuk Komite Empat beranggotakan tokoh-tokoh tua yang
dianggap bersih dan berwibawa, seperti Prof Johannes, I.J. Kasimo, Mr Wilopo, dan A.
Tjokroaminoto,
dengan tugas utama membersihkan Departemen Agama, Bulog, CV
Waringin, PT
Mantrust, Telkom, Pertamina, dan lain-lain.
Empat tokoh bersih ini jadi tanpa
taji ketika hasil temuan atas kasus korupsi di Pertamina, misalnya, sama sekali tidak digubris oleh pemerintah.
Lemahnya posisi komite ini pun menjadi alasan utama. Kemudian, ketika Laksamana Sudomo diangkat sebagai Pangkopkamtib, dibentuklah Operasi
Tertib (Opstib)
dengan tugas antara lain juga memberantas korupsi. Perselisihan pendapat
mengenai metode pemberantasan korupsi yang bottom up atau top down
di kalangan pemberantas korupsi itu sendiri cenderung semakin melemahkan
pemberantasan korupsi, sehingga Opstib pun hilang seiring dengan makin
menguatnya kedudukan para koruptor di singgasana Orde Baru.
Era Reformasi
Di era reformasi, usaha pemberantasan korupsi dimulai oleh B.J. Habibie dengan mengeluarkan UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang
Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme berikut pembentukan berbagai komisi atau badan baru, seperti Komisi Pengawas Kekayaan Pejabat Negara (KPKPN), KPPU, atau Lembaga Ombudsman. Presiden berikutnya, Abdurrahman Wahid, membentuk Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK) melalui Peraturan Pemerintah
Nomor 19 Tahun 2000. Namun, di tengah semangat menggebu-gebu untuk memberantas
korupsi dari anggota tim ini, melalui suatu judicial review Mahkamah
Agung, TGPTPK akhirnya
dibubarkan dengan logika membenturkannya ke UU Nomor 31 Tahun 1999. Nasib
serupa tapi tak sama dialami oleh KPKPN, dengan dibentuknya Komisi
Pemberantasan Korupsi, tugas KPKPN melebur masuk ke dalam KPK, sehingga KPKPN
sendiri hilang dan menguap. Artinya, KPK-lah lembaga pemberantasan korupsi
terbaru yang masih eksis.
LSM Atau Ad-Hoc?
Dengan adanya KPK ini, ekspektasi-optimis berlebihan dari
masyarakat menjadi harapan tersendiri untuk selesainya kasus korupsi di Negara
tercinta ini. Harapan ini menjadi ruh tersendiri bagi KPK dalam aksinya
memberantas kasus korupsi di Indonesia. Sejak dibentuknya sampai sekarang sudah
banyak kasus yang ditangani oleh KPK dan banyak juga yang sudah selesai.
Akan tetapi, kinerja KPK yang menurut banyak orang adalah
baik, menjadi Bomerang bagi lembaga inti Negara lainnya seperti Kepolisian.
Masih hangat diingatan kita kasus simulator SIM. Kepolisian dalam hal ini
seakan tersudut oleh desakan dan dukungan masyarakat kepada KPK. Kejadian ini
semakin memperkeruh hubungan antara KPK dengan lembaga Inti Negara lainnya,
padahal seharusnya KPK menjadi partner lembaga inti Negara dalam menyelesaikan
kasus korupsi dinegara ini. Sikap KPK yang cenderung menguatkan citra dan
bersikap seolah-olah LSM bukan sebagai lembaga pemerintah (adhoc), yang senang
mengkritik pemerintah menurut penulis membuat pemberantasan Korupsi dinegara ini
menjadi tidak efektif, jika di bandingkan dengan Negara-negara lain.
Terlebih lagi sikap KPK yang cenderung mengambil
korupsi-korupsi dalam jumlah kecil dan enggan memberantas yang besar menjadi
kritik tersendiri bagi banyak orang. Seharusnya KPK mengambil karupsi-korupsi
besar dan berani masuk kedalamnya, artinya yang harus diselesaikan terlebih
dahulu adalah kasus besar sehingga kasus kecilpun akan mengikuti. Selajutnya
KPK harus memperbaiki hubungan kerjasama dengan Lembaga Inti Negara lainnya
seperti Kepolisian dan Kejaksaaan. Semoga dengan kerjasama yang baik tersebut
kasus korupsi dinegara ini bisa diberantas dengan efektif, sehingga semua orang
menjadi tenang hidup di bangsa yang kita cintai ini. Salam Anti Korupsi.
Referensi:
http://id.wikipedia.org/wiki/Komisi_Pemberantasan_Korupsi diakses pada tanggal 13/11/2012 Pukul 12.07 AM
http://www.antikorupsi.org/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&artid=9491 diakses pada tanggal
13/11/12 Pukul 12.18 AM
Gambar:
http://www.hariansumutpos.com/2012/10/43114/sebelum-kisruh-kpk-sby-panggil-kapolri
diakses pada tanggal 13/11/12 pukul 1.15 AM
Korupsi... korupsi... dan korupsi...
BalasHapuskorupsi gak ada matinya..
orang yang rajin ibadah, rajin pula korupsinya -_-
ane setuju dengan discourse yang berkembang dikalangan jamaah haji.
KORUPTOR di larang NAIK HAJI... ckcckk
semoga kita terhindar dari segala macam bentuk korupsi
Aamiin...
Salam Anti Korupsi, Hentikan Korupsi Sampai Mati!!!