Rabu, 03 Desember 2014

Negeri #BukanUrusanSaya


Hampir sepekan ini hastag #BukanUrusanSaya menjadi tranding topic di media sosial. Orang-orang yang jarang meluangkan waktu menonton televisis eperti saya –karena memang gak punya TV- awal nge-trend-nya hastag ini tentu bertanya-tanya, itu ungkapan siapa? Awalnya saya mengira itu untuk mencibir orang atau kelompok tertentu. Karena penasaran akhirnya saya sempatkan untuk mencari apa sebenarnya dibalik ungkapan itu. Fakta yang membuat saya kaget, ternyata itu ungkapan dari orang nomor satu di negeri ini, Presiden Republik Indonesia.

        Saya mungkin tidak akan kaget jika ungkapan itu keluar dari tukang becak dipinggiran jalan Malioboro yang ditanya tentang satu hal menyangkut hajat hidup orang banyak, jelas mereka akan mengatakan itu #BukanUrusanSaya. Apalagi ketika ditanya saat kondisi mereka seharian sedang sepi penumpang, pastilah jawabannya tidak mengenakkan. Tapi ungkapan itu justru keluardari orang yang seharusnya bertanggungjawab dengan hajat hidup orang banyak.

            Orang awam seperti saya tentu tidak habis pikir dengan ungkapan orang nomor satu di negeri ini, negeri yang sedang dipimpinnya. Negeri dimana hajat hidup banyak orang ditentukan olehnya. Whats Wrong dengan Presiden negeri ini? Apa dia seperti status facebook teman saya: sedang benar-benar lelah memikirkan bangsa dan Negara ini diempat puluh hari kinerjanya? Saya sebagai rakyat biasa, tentu tidak mau tahu apa dia sedang lelah atau tidak, yang jelas apa yang keluar dari orang nomor satu itu seharusnya adalah yang memberi harapan hidup kepada semua orang.

         Saya lalu mencari informasi apa tanggapan masyarakat terhadap orang nomor satu di Negeri ini terkait ungkapannya itu. Saya dapati –walaupun ini kesimpulan sementara saya- dari perbincangan dengan masyarakat; ada dua kondisi mengapa ungkapan itu bias keluar. Pertama, ungkapan itu keluar bisa jadi karena memang Presiden tidak peduli dengan problem bangsanya, sehingga ia berkilah dengan itu #BukanUrusanSaya. Kedua, ungkapan itu keluar karena Presiden benar-benar tidak tahu apa yang terjadi di tengah bangsa, alih-alih berharap ada solusi.

      Kedua kondisi ini berbahaya jika ada pada diri seorang Presiden. Hal pertama misalnya, berbahaya karena Presiden tidak lagi peduli dengan nasib bangsanya. Jadi jangan heran kalau Presiden menganggap hilangnya nyawa parademonstran yang mati karena pentungan aparat kepolisian itu #BukanUrusanSaya. Bersiap-siaplah dengan jawaban yang sama jika ada pengaduan ke Presiden atas nasib bangsa yang mulai tertindas oleh pemerintah berlabel demokrasi tetapi bergaya orde baru ini.

     Tentu kita tidak menginginkan itu terjadi pada Presiden. Apalagi kalau sampai kondisi kedua yang terjadi. Mau kemana muka bangsa ini diarahkan? Kita tentu berharap Presiden memiliki kearifan dan kebijaksanaan, menggunakan pengetahuan berlogikakan rakyat, mengatasnamakan dan menempatkan rakyat di atas segala keputusannya. Kita tentu berharap apa yang keluar dari ungkapan seorang Presiden bermutu dan terukur secara ilmu pengetahuan. Kita berharap Presiden adalah orang yang mampu berbicara lantang terhadap pengusaan asing di negeriini; menciptakan kedaulatan disemua sektorkehidupan.

       Namun, harapan itu tinggalah harapan kalau sekelas Presiden saja keluar ungkapan #BukanUrusanSaya. Hiduplah kita di Negeri #BukanUrusanSaya. Kalau demikian, tunggulah kehancurannya. Allahu ’alam.

            

Tidak ada komentar:

Posting Komentar