Oleh: Rifadli D. Kadir
(KAMMI UIN Sunan Kalijaa)
Menyusul adanya kasus Hugos Café dan
Cebongan, premanisme kembali marak terjadi dan menjadi buah bibir masyarakat.
Setelah dua peristiwa itu terjadi banyak masyarakat di Yogyakarta yang takut
kalau-kalau nantinya bermasalah dengan preman. Karena itu langkah prepentif pun
segera diambil oleh Kepolisian dan Lembaga Penegak Hukum lainnya.
Dalam
mengatasi premanisme di Yogyakarta, Kapolda DIY, Brigjen Pol Haka Astana M.
Widya pada awal jabatannya berniat membidik preman dengan Pendekatan Budaya.
Dengan pendekatan ini akan banyak hal yang akan dilakukan. Salah satu langkah
konkret ialah melakukan seminar dan motivasi atau pemahaman kepada masyarakat
yang rentan terjangkit premanisme. Selain itu hal lain yang akan dilakukan
ialah mengarahkan dan mengurangi niat jahat dan mendekati atau mengajak preman
tersebut.
Langkah
yang akan ditempuh oleh Kepolisian ini patut diapresiasi dan didukung penuh
oleh semua elemen masyarakat Yogyakarta. Akan tetapi, perlu juga kontrol
langsung dari semua elemen agar langkah yang diambil ini tepat sasaran. Tepat
sasaran dalam artian memang menyentuh permasalahan langsung berdasarakan apa
sebenarnya motiv atau yang melatarbelakangi premanisme yang marak terjadi.
Motiv Premanisme
Menurut
hemat penulis ada dua motiv yang sering melatarbelakangi kenapa premanisme
sering terjadi. Pertama, karena motiv Ekonomi. Kedua, karena motiv kurangnya
Kontrol Sosial (Social Control)
masyarakat. Kedua motiv ini menjadi dua hal yang sebenarnya tidak berhubungan,
tetapi sewaktu-waktu motiv seseorang mekalukan premanisme bisa jadi karena
kedua hal ini.
Pertama,
motiv Ekonomi. Dalam banyak kasus premanisme terjadi karena tidak terpenuhinya
hak-hak ekonomi masyarakat, terutama masyarakat yang berpendidikan rendah dan
cenderung mengambil jalan pintas dalam mencari penghasilan. Betapa banyak kasus
premanisme berupa penjambretan sampai pada pembunuhan karena karena motiv ini.
Motiv
kedua yaitu karena kurangnya Kontrol Sosial masyarakat. Mulai hilangnya ikatan
sosial di masyarakat menjadi penyebab utama motiv ini. Yogyakarta yang terkenal
dengan banyaknya pendatang dari berbagai daerah dengan berbagai profesi,
belakangan mulai kehilangan ikatan sosial. Padahal dalam tradisi kebudayaan
Yogyakarta ikatan sosial sangat dijunjung tinggi.
Sebagai
contoh hilangnya Kontrol Sosial ditengah masyarakat. Suatu penulis pernah
menemui sekelompok orang yang duduk dipojokan gang yang ternyata sedang mengkonsumsi minuman beralkohol. Bagi sebagian
masyarakat sekitar tempat itu, hal semacam ini sangat meresahkan. Tapi, upaya
untuk mencegah hal semacam ini agar tidak terjadi lagi masih sangat kurang.
Mungkin disebabkan juga karena ketakutan masyarakat untuk tidak berkonflik. Dalam
hemat penulis hal semacam ini merupakan embrio lahirnya premanisme baru di
tengah masyarakat.
Hilangnya
Kontrol Sosial, seperti saling mengingatkan antar masyarakat, kurangnya gotong
royong, ewuh pakewuh ketika melakukan
tindakan yang bertentangan dengan norma sosial, saling silaturahmi antar
masyarakat, harus diantisipasi. Pemerintah Yogyakarta dapat menjadi pelopor
program penguatan kontrol sosial masyarakat dengan elaborasi yang tentunya juga
tidak menghilangkan kebebasan masyarakat dalam berekspresi.
Pendekatan
Budaya yang akan diambil oleh Kapolda DIY, sebaiknya juga memperhatikan
motiv-motiv apa yang melatarbelakangi terjadinya tindak premanisme di tengah
masyarakat. Pencegahan premanisme dengan menyamaratakan motiv terjadinya premanisme
berakibat pada tidak tepat sasarannya langkah ini. Karena itu, niatan baik ini
akan sia-sia jika tidak menyelesaikan permasalah premanisme sampai pada akar
masalahnya, yaitu motiv apa yang melatarbelakangi.
Pada
motiv ekonomi, misalnya, cara penanggulangannya berbeda dengan motiv karena
hilangnya kontrol sosial. Motiv ekonomi cara penyelesainnya ialah dengan
pendekatan budaya yang berkaitan dengan pemenuhan hak-hak ekonomi. Misalnya,
Kapolda bersama Pemerintah DIY yang mengurusi masalah ekonomi dapat membuka lapangan pekerjaan kepada para
preman berdasarkan komunitas prema itu sendiri. Tetapi untuk mengontol agar
program ini berjalan baik, pihak Polda dan Pemerintah DIY harus mengawal dan
mengontrol langsung program ini.
Lebih
lanjut Kapolda DIY dapat juga bekerjasama dengan semua elemen, seperti
Mahasiswa, LSM dan elemen lainnya, untuk ikut sama-sama mencegah premanisme
sejak dini. Hal kecil yang dapat dilakukan segera ialah menghidupkan lagi
Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (KAMTIBMAS) disetiap RT/RW. Semoga dengan
begitu Pendekatan Budaya untuk menyelesaikan masalah premanisme bisa tepat
sasaran. Semoga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar